kegagalan konstruksi

Pada masa pandemi Covid 19 ini, sektor pekerjaan konstruksi masih tetap berlangsung. Jadi tidak heran jika mendengar telah terjadi kegagalan konstruksi. Itu berarti ada proyek, tetapi mengalami kegagalan pada saat pelaksanaannya, yaitu keruntuhan struktur baja sebelum jadi. Pada era sekarang, gambar dan video bahkan lebih cepat dari informasi tertulis yang tersebar. Ada peristiwa tetapi tidak tahu dimana itu terjadi. Untung waktunya bisa dilihat dari catatan di foto, yaitu akhir Januari atau awal Februari 2021. Bagi yang belum tahu infonya. Saya upload lagi. O ya ini data bersumber dari WhatsApp grup SGI (Struktur & Geoteknik Ind.) yang Admin-nya pak Nathan Madutujuh dan teman-teman. Note: terima kasih atas ijin yang diberikan untuk saya bahas di blog ini.

Gambar 1. Erection Tahap Pertama Konstruksi Pelengkung Atap Baja

Ini dokumentasi awal, tertanggal 27 November 2020. Atap baja berupa struktur pelengkung (arch), tersusun dari segmen-segmen lurus, yang secara keseluruhan membentuk busur. Perakitannya sekaligus memasang dua segmen struktur pelengkung, yang disatukan oleh gording dan ikatan angin. Terlihat gording pada bagian pertemuan segmen lurus agak berbeda (bisa satu gording besar atau dua gording sama yang berdekatan). Untuk ikatan angin atau bracing terlihat sangat langsing, sehingga dipastikan itu berupa bracing tarik dari baja bulat (rod dengan turn-buckle, kalau ini tidak ada, yang berarti tidak dikencangkan, maka bracing atau ikatan angin tu tidak berfungsi.

Gambar 2. Erection Tahap II

Pada gambar di atas, terlihat dengan jelas bahwa segmen-segmen elemen pelengkung disusun paralel, dua-dua. Ini tentu dengan alasan bahwa elemen pelengkung, yang disusun dari profil I buatan (built-up), termasuk jenis open section yang kekakuan torsi-nya relatif kecil. Kondisi itu tentu ketika dilakukan erection sendirian, cenderung tidak stabil. Oleh sebab itu untuk meningkatkan stabilitas saat erection maka dua elemen profil I digandeng bersamaan. Jadi kalaupun masih memakai shoring atau perancah khusus maka cukup hanya memikul gaya vertikal. Jika tidak digandeng (digabung jadi satu) maka stabilitas arah lateral diperlukan. Akibat shoringnya lebih khusus (mahal).

Strategi perlunya dua profil I digabung itu persis tulisan di buku saya. Intinya profil I tidak boleh dipasang sendirian, kalau ada gaya tidak sebidang (eksentris), bisa timbul torsi, dan profil I lemah di torsi. Jika profil I bisa dipasang paralel, tentunya diharapan bisa terjadi kerja sama keduanya, yaitu terbentuknya momen kopel dari kedua profil I tersebut. Itu teori tentunya, apakah bisa menyatukan atau tidak tentu tergantung detail dan dimensi sistem struktur.

Terlepas apakah penggabungan itu bisa bekerja sesuai rencana atau tidak, tetapi strategi erection dengan rafter paralel sehingga satu tahap erection selesai bisa terbentuk dua pelengkung paralel, yang terhubung gording dan ikatan angin adalah patut diacungi jempol. Ini sudah betul prinsip-prinsipnya.

Gambar 3. Foto Erection Tahap II dari arah berlawanan

Pada saat membuat foto di atas, tentu engineer-nya bangga. Wah sebentar lagi karyanya akan jadi. Dari jauh terlihat segmen-segmen lurus penyusun rangka telah sukses membentuk pelengkung betulan. Sepintas tidak terlihat lengkung yang patah-patah. Jika sukses tentu menarik juga ya.

Gambar 4. Erection Tahap V

Setiap tahap erection sekaligus dua elemen pelengkung, sehingga mengacu Gambar 4 telah ada 5 (lima) kali tahapan erection yang sukses dikerjakan. Jika dari gambar di atas, segmen terakhir (karena tidak ada pondasi yang terlihat) berupa pelengkung tunggal, tidak digabung seperti yang lainnya. Itu berarti stabilitas lateralnya sangat tergantung pada sistem yang sudah terpasang. Kelihatan ini sudah dipikirkan, terbukti sengaja dipasang terakhir. Asumsinya karena bagian lain sudah terpasang, dan sudah diikat dengan gording dan ada ikatan angin, maka dianggap pertambatan lateral bagi elemen yang dirakit itu sudah mencukupi.

Ternyata anggapan-anggapan yang umumnya berlaku itu, pada kasus di atas adalah tidak tercapai. Konstruksi baja yang terlihat terpasang gagah, ternyata mengalami kegagalan. Sangat menyedihkan, ini dokumentasinya.

Video 1. Kegagalan Konstruksi Atap Pelengkung

Bisa dibayangkan, betapa kecewa para pekerja proyek. Kepanikan pertama, tentu ketakutan apakah ada temannya yang jadi korban. Jika mandornya jadi korban, lalu siapa nanti yang akan bayar. Dari video, tidak terlihat ada korban. Moga-moga perilaku keruntuhannya daktail, sehingga ketika akan roboh, ada waktu untuk lari menghindar. Semoga.

Jika ternyata selamat, maka ketakutan berikutnya adalah kerugian yang terjadi. Kontraktor di awal proyek pasti tidak membayangkan itu akan terjadi. Di benaknya tentu hanya berpikir pada keuntungan yang didapat. Adanya peristiwa ini jelas menunjukkan bahwa keuntungan itu tidak akan diperoleh. Jika berpikir jangka panjang, tentu akan memikirkan pada reputasi. Jika kontraktornya kaya maka menjaga reputasi adalah yang utama. Rugi tidak masalah, karena jika masih ada reputasi maka pasti akan terbayarkan nanti. Tetapi jika reputasi hilang dan tidak ada kepercayaan lagi, wah gawat itu. Eh, ternyata masih ada video yang belum aku upload. Ini untuk melengkapi data.

Video 2. Kegagalan konstruksi atap pelengkung

Pada video terakhir, terlihat ada yang memegang alat pengukur angin, untuk menunjukkan besarnya angin saat itu. Siapa tahu sistem rangka terpasang itu roboh karena ada angin. Ini video setelah kejadian tentunya.

Informasi ini diperoleh dari WA grup SGI (Struktur & Geoteknik Ind.), yang anggotanya adalah terbatas para praktisi dan profesional di bidang konstruksi saja. Latar belakang para profesional tentu didukung dengan pendidikan, pelatihan dan pengalaman, selama bertahun-tahun. Tidak termasuk orang awam. Oleh sebab itu setiap komentar yang mereka sampaikan tentunya tidak kaleng-kaleng. Oleh sebab itu ada baiknya komentar mereka terhadap kejadian di atas harus kurangkum terlebih dahulu. Semakin banyak yang memikirkan, tentu kesimpulannya akan semakin mantab.

Komentar ahli / profesional #1:

  1. Itu terjadi karena minim lateral beam (hanya purlin saja)
  2. Wind bracing secara visual kecil sekali, terlalu langsing KL/r nya feeling nya lewat dari > 200
  3. Profil WF nya built up nya terlalu langsing dan minimnya pengaku/tambatan lateral dilihat visual nya
  4. Profil nya tinggi sehingga tambatan gording tidak berfungsi dengan baik, seharusnya ada lateral beam, misalnya per jarak 8 meter dengan tinggi balok lateral 0.5 tinggi profil yang ditambat.
  5. Yang di brace hanya flange atas, jadi buckling ke sumbu minor
  6. Tips dan pengalamannya : mega span dengan PEB akan bermasalah jika metode konstruksinya tidak tepat. Itu pernah terjadi 10 tahun lalu dimana mega span PEB ambruk karena minimnya pertambatan lateral.
  7. Usulan : Harusnya dipasang 1 portal lengkap dengan pertambatan lateral berupa beam dan windbracing, baru lanjut ke portal berikut nya. Dulu ada bentang mega span PEB juga ambruk karena metode erection yang tidak tepat sekitar 10 tahun lalu.

Komentar ahli/profesional #2:

  1. Iya, harus kelapangan, baru dapat diketahui “apa-apa saja yang bisa jadi temuan”
  2. Ini keruntuhan akibat kesalahan Metode Kerja Konstruksi.
  3. tinggi juga ya badan atau web PEB nya, besaran beban angin saat konstruksi terhadap badan atau web PEB ini, “mungkin” tidak diperhitungkan sehingga bracing dan pengaku portal nya diabaikan
  4. body langsing mahal biayanya…hanya engineer tertentu saja yang mampu..

Komentar ahli/profesional #3: Sepintas kelihatan keruntuhan akibat LTB ya.

Komentar ahli/profesional #4:

  1. PEB kalau sesuai syarat b/t kebanyakan tidak memenuhi syarat ?
  2. Ini padahal sistem gantry crane-nya sudah mantap sekali. Gording-gording lateral juga sudah dipasang.
  3. Juga model lengkung mestinya cukup stabil. Aneh juga kalau sampai roboh. Bisa juga kepukul cranenya ?
  4. Bisa juga. Jadi yg di-brace hanya flens atas. Bentang terlalu besar. Perlu lateral bracing yang tinggi seperti truss beam dsb.
  5. Ini kadang engineernya suka lupa memang. Padahal kalau pelengkung, flens atas dan bawah keduanya tertekan juga.
  6. Beban angin terhadap web memang sering dilupakan. Kalau untuk menara biasa dihitung per profil
  7. Alat-alatnya sudah mantap sebenarnya. Mungkin pas kena angin gede ? Lombok soalnya.Gordingnya sudah dirakit dibawah sebelum diangkat. Sudah semi prefab.
  8. Utk V=15m/s kalau pakai UBC : h = 0, qs = 14.24 kg/m2; untuk h = 30 m, ce=1.6, cq=1.3,  qs = 29.68 kg/m2
  9. Kalau webnya tinggi, lumayan bila kena beban lateral, anggap v=15 km/h akan terlalu kecil tekananannya, di level 30 m hanya 2.29 kg/m2.

Komentar ahli/profesional #5:

  1. Benar. PEB umunya menggunakan elemen nonkompak atau langsing dengan material mutu tinggi seperti A572. Jadi tidak sesuai untuk dipakai pada daerah gempa

Komentar ahli/profesional #6:

  1. Struting silang gak ada…..Team Nekad. Masalah pada Struting silang: sayap atas dan sayap bawah tidak ada.
  2. Saya pernah lebih langsing dan beneran melanggar aturan b/t ….Tinggi Web 1750 mm dan sayap 400 . Bentangan bebas 65 m. Sampai saat ini AMAN. Alhamdulilah HARUS PUASA dan DZIKIR
  3. Ampunan deh : sayap bawah tidak ada yang pegang
  4. Masang sebesar itu mah harus terjun langsung dan pakai TERIAK2

Komentar ahli/profesional #7:

  1. Lateral bracing nya harus dihitung.
  2. Lateral torsional buckling harus dicegah
  3. Selain itu local buckling dari web juga harus dipertimbangkan.
  4. Metode erection juga harus lebih cermat.
  5. Harusnya sebelum semua elemen-elemen terpasang, ada temporary support..

Komentar ahli/profesional #8:

  1. Rangka sisi kanan (Gambar 4) apakah profilnya lebih kecil ?
  2. Saran : salah satu titik kritis dalam struktur atap baja bentang besar adalah kestabilan dalam 2 (dua) arah sumbu utama struktur saat erection, tidak 1 (satu) arah saja. Sangat perlu dibuat erection manual yang baik dan benar. Di dalamnya mengatur a.l temporary bracing horizontal dan vertikal, temporary support, urutan erection dst., dst., dst. Selain tentunya semua elemen-elemen yang memang seharusnya ada dalam desain sebelum struktur baja tersebut membentuk struktur sesuai dalam analisis.

Komentar ahli/profesional #9:

  1. kalo 15 m/s kira-kira p= 14 kg/m2
  2. sdh dikalikan pak 🙏🏻
    q = 0.613 Kz Kzt Kd v^2
    mungkin tidak tepat sekali angkanya karena belum sempat liat tabel2 di SNI 1727, tapi kira-kira ± 14 kg/m2

Saya kira sudah ada 9 (sembilan) pendapat dari para ahli atau profesional yang dapat menggambarkan dugaan apa yang menyebabkan bangunan tersebut roboh. Jika boleh saya rangkum sebegitu banyak komentar maka disimpulkan adalah sebagai berikut :

Rafternya relatif tinggi, termasuk profil I slender. Pertambatan lateral tidak cukup hanya satu sisi saja, apalagi hanya pakai gording, harus ada balok pertambatan khusus minimal 50% tinggi rafter yang ditambat, bahkan kalau bisa berupa truss (rangka). Juga wind-bracingnya terlalu langsing. Akibat semuanya maka diperlukan metode dan teknik konstruksi khusus. Intinya karena metode konstruksi yang kurang tepat, maka struktur roboh.

Ini rangkuman dari pendapat 9 orang ahli / profesional anggota WA grup SGI

Para ahli atau profesional di atas sudah sepakat, bahwa pertambatan lateral yang terpasang meragukan. Itu berarti tidak sekedar metode konstruksi saja penyebabnya, tetapi juga ada tahapan desain yang kurang mantab.

Masalahnya adalah, siapa yang pada saat mau konstruksi berani bilang bahwa desainnya kurang mantab. Saya yakin praktisi lapangan akan malu, jika disebut tidak bisa. Betul khan. Para anggota SGI yang terhormatpun tidak berani menyatakan secara tegas bahwa desain tidak mantab, hanya meragukan dengan memberi komentar bla . . bla.

Jika tidak ada yang menyatakan bahwa desain tidak baik, maka tentu prosesnya masuk ke tahapan konstruksi, menentukan metode konstruksi. Oleh sebab itu jika ternyata roboh seperti itu maka itu bukan kesalahan perencana, itu kesalahan kontraktor. Betul khan.

Emangnya pak Wir punya kesimpulan bahwa itu juga kesalahan perencana ?

Eh jangan tersinggung dulu. Tunggu penjelasan berikut.

Konstruksi di atas terjadi pada masa konstruksi, tidak ada gempa atau angin (terlihat beban angin relatif kecil). Itu berarti keruntuhan terjadi adalah akibat permasalahan stabilitas, yang termasuk problem non-linier geometri. Ini berbeda kasus dengan keruntuhan akibat gempa. Struktur tahan gempa, umumnya diharapkan keruntuhan yang bersifat daktail. Agar daktail maka diharapkan terjadi terlebih dahulu sendi plastis. Itu problem non-linier material, bukan permasalahan non-linier geometri. Ingat ketentuan struktur tahan gempa di AISC 341 yang harus dimulai dengan memastikan terlebih dahulu penampang kompak dan harus diberikan pertambatan lateral atau lateral bracing yang kuat agar kegagalan akibat stabilitas tidak terjadi. Maklum kegagalan stabiltas itu sifatnya non-daktail, tiba-tiba. Seperti robohnya konstruksi pelengkung di atas.

Permasalahan stabilitas ini tidak sepele. Ahli analisa struktur jebolan S1, pasti tidak paham, kecuali beliaunya mendalami struktur baja. Bahkan yang tidak pernah membaca AISC 360-05 tentu hanya membayangkan bahwa permasalahan stabilitas itu jika tumpuan berupa rol-rol atau semacamnya. Jika konstruksi stabil, dianggapnya permasalahan stabilitas tidak terjadi. Jika ya, berarti anda memahami dalam konteks pelajaran S1.

Permalahan stabilitas, tidak sekedar kantilever yang tidak bisa memikul momen. Itu jelas struktur yang tidak stabil. Kalau dipaksa digunakan itu namanya bego banget. Ilmu seperti itu bisa dipelajari dan bisa terdeteksi dengan analisa sturktur elastis-linier. Solved.

Permasalahan stabilitas yang saya maksud adalah adanya pengaruh gaya aksial pada elemen struktur. Ini kasusnya seperti senar gitar. Kalau ada tegangan tarik, maka senar punya kekakuan yang tinggi, dan sebaliknya jika tidak tegangan maka senar tidak berfungsi (tidak ada kekakuan). Kemampuan memprediksi pengaruh gaya aksial, apakah tekan atau tarik pada elemen struktur, tidak bisa terdeteksi dengan ilmu analisa struktur elastis-linier yang dipelajari di level S1. Bahkan ilmu struktur baja berdasarkan cara ASD (Allowable Stress Design) edisi tahun 89 tidak mengulas secara rasional. Baru pada AISC code tahun 2005, yaitu AISC 360-05 pada Chapter C ada pembahasan khusus tentang stabilitas.

Karena permasalahan stabilitas adalah problem non-linier geometri, yaitu dapat dilihat secara visual. Maka pendapat untuk mengulas keruntuhan pada gambar di atas harus turun ke lapangan, tentu tidak perlu. Toh dari foto yang ada sudah ada data visual untuk diolah. Ini berbeda dengan struktur beton. Ingat struktur beton tentu berbeda dari struktur baja, yang biasanya langsing. Struktur beton umumnya tidak bermasalah dengan permasalahan stabilitas (jarang ada yang langsing). Jadi kegagalan struktur beton adalah problem material, mutu beton yang drop, atau mutu tulangan baja maupun detailingnya yang tidak baik. Itu tidak terlihat dari luar, harus dibongkar, dan dilihat secara detail dan kalau perlu diambil sampel tulangan yang ada untuk diuji di lab. Jadi saya setuju dengan pendapat harus ke lapangan untuk melihat penyebab keruntuhan struktur beton. Adapun untuk struktur baja, karena elemennya relatif langsing, terbuka dari luar, maka foto-foto yang ditampilkan kadang sudah mencukupi untuk menyusun suatu hipotesis. Dari situ tentu bisa disusun penyebabnya.

Karena permasalahan stabilitas dipicu oleh adanya tegangan tekan, maka semua dugaan harus diawali dengan memahami perilaku struktur yang roboh tersebut dalam memikul berat sendiri atau beban luar. Karena tidak ada gempa dan angin yang besar, juga tidak ada berita bahwa ada hantaman dari crane pada saat pengangkatan, maka tentunya yang dominan adalah akibat berat sendiri struktur. Setuju khan.

Struktur yang roboh adalah pelengkung atau arch. Dari komentar yang muncul ada yang mengaitkan dengan PEB (atau pre-engineering building). Itu terjadi karena profil I adalah profil I built-up yang langsin yang umum digunakan pada konstruksi PEB, yang umumnya berupa struktur portal. Jika ini terjadi maka jelas itu pasti hanya atas dasar pengalaman saja, yang selama ini kita tahu bahwa untuk bentang panjang (portal) maka PEB akan lebih murah. Jika anda menjadi perencana pelengkung atau arch dan memilih profil I built-up yang langsing untuk pelengkung tersebut karena terinpirasi oleh pengalaman di PEB maka anda perlu belajar lagi. Itu salah besar.

Mari kita lihat karakter portal memikul berat sendiri, ini ada gambar yang saya dapat hasil google:

Gambar 5. Bending Momen Diagram (BMD) struktur frame (portal)

BMD seperti di atas tentu para pembaca (profesional) sangat familier, dan momen itu yang menentukan dimensioning profil, yaitu akibat lentur. Bentuk itu pula yang menjawab mengapa portal dengan profil hot-roll standar akan kalah ekonomis dengan profil I built-up, yaitu karena profil I-built-up bisa dibuat setinggi mungkin dan disesuaikan dengan bentuk momen yang terjadi. Jadi para produsen PEB berani bertaruh, bahwa untuk konfigurasi yang sama, portal dengan profill hot-rolled pasti akan lebih mahal. Apalagi jika produsen PEB itu fabrikasinya sudah efisien (ini kata kuncinya).

Sampai di sini saya ingin menekankan, profil I-built-up yang tinggi itu hanya cocok jika perilaku frame-nya adalah didominasi lentur dan bukan yang lain. Sedangkan bagaimana dengan struktur pelengkung atau arch. Mari kita lihat gaya-internal yang terjadi. Ini saya menemukan gambar di Google yang tepat sekali menggambarkan perilaku struktur pelengkung.

Bisa dipahami nggak gambar di atas. Jadi kalau bentuk pelengkung maka yang dominan adalah gaya membran, atau kalau untuk rangka dua dimensi maka yang dominan adalah gaya aksial, bukan momen lentur.

Jika masih bingung, maka itu ibarat struktur balok dan struktur rangka batang (truss).

Jika anda sudah paham, apakah layak jika struktur pelengkung (arch) yang didominasi aksial akan memakai profil I yang tinggi, yang cocoknya hanya untuk momen yang besar. Ini yang saya maksud, bahwa desain dari sistem pelengkung sendiri dari sononya memang sudah tidak baik, kalau tidak mau dikatakan salah. Dengan menggunakan profil I built-up yang biasa dipakai oleh PEB maka jelas b/t rasio-nya saja sudah bermasalah. Itu berarti tekuk lokal bisa mudah terjadi. Ditambah juga hanya pertambatan lateral hanya pada satu sisi sayap saja. Betul sekali seperti yang dinyatakan pada komentar salah satu anggota WA grup SGI di atas, bahwa untuk pelengkung maka tegangan tekan pada penampang tidak gradient tetapi merata, sehingga yang paling tepat tentu bracing di sumbu as. Jika mengacu pada keruntuhan tekan aksial, bentuk profil I built-up yang digunakan itu berisiko mengalami tekuk torsi-lentur. dan bukan tekuk torsi lateral (LTB = Lateral Torsional Buckling). LTB diduga tidak terjadi karena momennya relatif kecil.

Saya kira hipotesis saya cukup disini dulu ya. Jadi kesimpulannya masih mirip dengan sebelumnya yaitu akibat desain yang buruk, maka metode konstruksi yang baikpun bisa jelek hasilnya.

10 tanggapan untuk “kegagalan konstruksi”

  1. hafidhasanbadri Avatar
    hafidhasanbadri

    Terima kasih banyak Pak … atas hipotesis yang telah dipaparkan…Senang sekali saya bisa membacanya. Tulisannya panjang . . . namun ketika saya membacanya rasanya tidak mau berhenti dan ingin terus membacanya sampai titik terakhir. Sungguh tulisan ini sangat2 membantu dan cukup menjadikan pembaca (Engineer) lebih waspada. Alangkah bahagianya jika saya bisa belajar langsung dan bisa menjadi muridnya pak Wir dan tidak hanya sekedar membaca tulisan-tulisannya saja. Semoga bapak sehat selalu. Salam.

    Suka

    1. wir Avatar

      Syukurlah mas Hafidhasanbadri, saya juga senang ada yang membaca dan mendapatkan manfaat. Persis seperti seorang penyanyi, tentu ingin juga ada yang mendengar dan memberi tepuk tangan. Semoga kita semua diberikan kesehatan di masa pandemi ini, dijauhkan dari marabahaya. GBU

      Suka

  2. Laode Azan Avatar
    Laode Azan

    Tulisan2 Prof. .. sangat menarik untuk selalu dibaca, permasalahan2 yang timbul dalam analisa struktur mendapat penjelasan yang cukup teoritis, dan enak dipahami.
    Semoga Prof selalu di beri kesehatan, umur panjang, dan selalu menulis untuk memberikan pencerahan bagi dunia teknik sipil di Indonesia.

    “Segmen arch yg besar ini dominan gaya axial, sehingga disain menggunakan Profil I built-up, tdk mampu menahan tekuk torsi lentur” sangat tepat
    🙏🙏

    Suka

    1. wir Avatar

      Amin. Terima kasih doanya. Semoga kita semua diberikan damai dan sejahtera. GBU

      Suka

  3. Supriadi Asri Avatar
    Supriadi Asri

    Terima kasih atas ulasan nya Prof Wir (waktu itu calon dosen saya di S2 Univ Mercu Buana pak. Hanya waktu itu saya gak jadi mengambil struktur, saya pindah ke jurusan manajemen konstruksi krn ingin fokus ke manajemen / lapangan). 🙏🙏🙏🙏🙏

    Sangat menarik sekali ulasannya, Alhamdulillah bisa menambah wawasan mengenai hal2 yang harus diantisipasi di awal setiap kali proses steel erection kedepanya. Sekali lagi terimakasih.

    Sekedar Sharing saja pak, waktu di sebelum foto pertama (awal erection), pemasangan baja first section untuk first pelengkung, saya komentar disalah satu postingan PIC kontraktor Ybs, yang kebetulan beliau sebagai SE (Site Engineer), dan kebetulan mereka (kontraktor) yang mengerjakan bertindak sebagai EPC. Saya cukup tercengang dengan erection model struktur seperti ini. Saya merasa akan sangat bangga ketika berhasil menyelesaikan model struktur seperti ini.

    (Setelah bisa berhasil erection Steel outrigger dan Belltruss di Thamrin Nine Building saja saya sudah sangat Bangga. Alhamdulillah…)

    Jadi pas mendengar kejadian ini yang infonya di PLTU Lombok, dan hari minggu kemarin. Saya cukup kaget dan merasa prihatin (karena mungkin berprofesi sesama orang lapangan Steel erection),, saya pribadi sangat paham dan sudah kebayang bagaimana paniknya mereka PIC yang terlibat langsung.

    Sekali lagi terima kasih banyak Pak, atas Ulasannya. 🙏 🙏

    Salam

    Suka

    1. wir Avatar

      Mas Surpiadi Asri, terima kasih atas apresiasinya.

      Iya betul, saya tahun 2018 akhir atau 2019 awal memang mengajar S2 di Mercu Buana, bidang struktur. Peminat struktur memang sedikit ya, dibanding manajemen konstruksi.

      Kondisinya memang nggak berubah ya. Saya jadi ingat beberapa puluh tahun lalu, ketika mau ambil S2. Pada waktu itu lagi top-top-nya gelar MBA, lalu MM (Magister Manajemen). Adapun MT (Magister Teknik) dipandang sebelah mata. Bidang inipun ternyata yang terkenal juga bidang manajemen konstruksi. Itu bisa terjadi karena bidang teknik dianggap statik, tidak banyak dinamikanya. Mereka bilang orang itu lebih susah ngaturnya, adapun kalau teknik jelas, sudah pasti.

      Kalau untuk teknik struktur bangunan standar, yang umum. Memang begitu. Ilmu saya nggak laku. Maklum, kadang suatu segmen bangunan sederhana, dihitung dan tidak dihitung bisa saja sama hasilnya. Kalau dihitung harus bayar ahli struktur. Ya sudah, karena nggak ngaruh antara dihitung dan tidak dihitung, maka tentu lebih baik nggak perlu dihitung. Ngirit, ngurangi biaya ke ahli struktur.

      Untuk ahli struktur, ada kesan yang dilakukan hanya tukang hitung. Jadi keahlian yang dipunyainya adalah trampil memakai program komputer. Langkah pertama untuk disebut profesional adalah program komputernya harus asli (original) tidak boleh bajakan. Begitu katanya. Juga harus up-to-dated,yang paling terkini. Bisa menghasilkan grafik hasil yang berwarna dan menampilkan animasi yang TOP. Kalau presentasi harus menarik.

      Itu saya lihat strategi yang digunakan oleh para insinyur baik yang dihire kontraktor atau owner. Bisa presentasi dengan percaya diri. Padahal itu semua hanya sarana. Yang paling penting adalah bisa memahami karakter struktur. Khususnya untuk struktur-struktur yang tidak biasa atau khusus, yang mana orang-orang yang mengerjakannya tidak biasa. Atau dengak kata lain, belum berpengalaman untuk kasus yang dikerjakan.

      Untuk hal-hal semacam itu, maka harus kembali ke basic, harus dipahami karakter struktur, dan harus dilihat apakah setiap kondisi yang diusahakan telah mengantisipasi setiap kelemahan yang ada. Ini tidak sekedar menghitung, atau sekedar mengikuti S.O.P yang ada. Kasus di atas saya lihat sudah sesuai SOP. Hanya saja karakter struktur memerlukan perhatian lebih, karena S.O.P nya mungkin hanya berlakau untuk bangunan standar. Jadi struktur-struktur seperti itu perlu ahli struktur yang tidak sekedar bisa menghitung, karena perlu harus punya kemampuan seperti dukun, membuat prediksi-prediksi yang tidak setiap orang paham. Padahal aslinya, apa yang dikerjakan dukun itu hanya mengacu perilaku teori yang ada di textbook-textbook. Hanya memang, menghubungkan isi textbook yang banyak angka ke kasus real, itu tidak sederhana. Persis seperti isi internet, semua ada, tetapi yang mana yang perlu atau bisa dipakai, hanya orang-orang tertentu saja yang tahu.

      Akhir mau dikata, jaman sekarang ini semua informasi tersedia, semua ilmu bisa dicari lembar PDF-nya, tetapi kalau orang tidak baca itu dan memahaminya, maka akhirnya ya sia-sia saja. Itulah perlu orang-orang profesional yang terus menerus bergiat menulis dan dibaca dan terjadi diskusi, dan terus mengasah diri untuk berkembang.

      Eh diakhir kata, jangan lupa ya hari Kamis tanggal 8 April 2021 ini dimana HAKI akan menyelenggarakan seminar dengan tema mirip, dimana saya akan membawakan tentang mengapa jembatan Utan Kemayorang yang sehari setelah diresmikan besoknya hancur tidak berbentuk. Ini sekedar bukti, bahwa pihak kontraktor-nya sudah sukses dengan ilmu manajemen konstruksi untuk merakit dan menbangun jembatan sampai bisa diresmikan. Tetapi karena tidak didukung ilmu rekayasa yang mantab, maka itu semua nya jadi sia-sia ketika jembatna itu roboh.

      Suka

      1. Supriadi Asri Avatar
        Supriadi Asri

        Baik Prof Wir,
        Terima kasih atas ulasan dan sedikit philosophy ttg pemahaman dalam menghadapi case structure collapse bagi seorang structure engineer. Dsini saya jadi ingat salah satu subuh bab di Buku Bapak (cover merah) yg membahas verifikasi hit manual dan output Sap2000. Yg release kalau gk salah sekitar tahun 2010/2011. Ada sub bab yg membahas “The man behind the gun” Yg artinya seorang Engineer tidak hanya kesana seperti “operator komputer”..

        Terima kasih juga pak atas infonya mengenai kegiatan HAKI 8 april besok. Insya Allah saya Joint. 🙏 🙏

        Suka

  4. alkindiyahya Avatar

    Salam kenal pak Wir, saya Alkindi, saya masih baru di dunia kerja pak, saya banyak menemukan kebingungan di dalam perhitungan struktur baja karena banyak hal yang tidak dijelaskan di kuliah dulu. Saya sudah beli buku pak Wir yang edisi sampul merah, menarik sekali pembahasannya, tapi baru sampai bab batang tarik hehe. Insya Allah akan dibaca sampai beres karena memang sangat menarik untuk dibaca.

    Pak saya mau nanya, kalau untuk struktur baja gable frame seperti di warehouse biasa, yang saya temui rafternya biasanya 10-20 m bentangnya, terus spasi purlin/gording yang menempel di flange atas rafternya biasanya sekitar 90cm – 1.2 m, pertanyaan saya adalah: apakah purlin2 tersebut dapat dianggap memberikan kekangan lateral untuk rafternya agar tidak mengalami LTB? Soalnya kan purlin2 itu dimensinya relatif kecil dibanding rafter. Jadi kalau jawabannya iya, berarti panjang tak terkekangnya rafter hanya sekitar 90cm – 1.2 m itu ya? Otomatis kapasitas momennya cenderung ditentukan oleh momen plastis saja? Pertanyaan ini tidak saya temukan di bahan kuliah dulu, dan saya sudah nanya ke temen yang ngambil kuliah baja lanjut (saya sendiri tidak ngambil karena waktu TA saya lebih fokus ke SDA hehe) tapi teman2 saya juga tidak bisa menjawab dengan pasti. Terima kasih apabila berkenan menjawab pak. Semoga diberi kesehatan terus agar tetap bisa berkarya, aamiin

    Suka

    1. wir Avatar

      Untuk menjawab pertanyaannya, maka ada baiknya membaca bab 5 (batang tekan) dan bab 6 (balok lentur). Maklum kalau membaca bab 4 (batang tarik) maka masalah stabilitas belum dibahas. Begitu dik. Jadi ada baiknya, banyak membaca dahulu, baru bertanya. Akan lebih baik hasilnya.

      Disukai oleh 1 orang

      1. alkindiyahya Avatar

        Siap pak Wir, wah jadi malu saya. Ini saya sempatkan lanjut baca dulu di sela2 kerjaan kantoran. Terima kasih sudah berkenan merespon pak.

        Suka

Tinggalkan komentar

I’m Wiryanto Dewobroto

Seseorang yang mendalami ilmu teknik sipil, khususnya rekayasa struktur. Aktif sebagai guru besar sejak 2019 dari salah satu perguruan tinggi swasta di Tangerang. Juga aktif sebagai pakar di PUPR khususnya di Komite Keselamatan Konstruksi sejak 2018. Hobby menulis semenjak awal studi S3. Ada beberapa buku yang telah diterbitkan dan bisa diperoleh di http://lumina-press.com