Scopus, ISI-Thomson, dan Predator (Terry Mart)

Komentar : Jujur saja, saat ini sedang menyiapkan data untuk pengurusan jenjang akademik. Oleh sebab itu setiap ada kata-kata penting yang terkait hal tersebut, maka mata akan menjadi terpincing. Kata-kata yang dimaksud adalah jurnal internasional, jurnal yang bereputasi, Scopus, bahkan jurnal abal-abal. Nah siang ini, Selasa 28 Februari 2017 ketika membuka harian Kompas.print on-line ternyata ilmuwan terkenal pak Terry Mart juga sedang membahasnya. Jadi jangan sampai tulisan beliau susah dicari lagi, maka saya abadikan di blog ini. Jadi artikel Kompas tersebut saya copy-paste utuh ya. Saya harap ini membantu teman-teman dosen lainnya yang juga membutuhkannya, terkait kebijakan Menteri yang semakin berat bagi penulisan ilmiah para dosen.

Scopus, ISI-Thomson, dan Predator

Terry Mart (Kompas – 28 Februari 2017)

Permenristekdikti Nomor 20 Tahun 2017 mewajibkan seorang profesor dalam tiga tahun menghasilkan satu karya ilmiah di jurnal internasional bereputasi, atau tiga karya ilmiah di jurnal internasional, serta menulis satu buku.

terry-mart-kompas

 

Jika tidak, maka tunjangan kehormatan akan dihentikan. Hal yang mirip, tetapi lebih lunak, juga diberlakukan kepada dosen dengan jabatan lektor kepala. Untuk bidang-bidang tertentu, karya ilmiah tersebut dapat diganti paten atau karya monumental.

Lanjutkan membaca “Scopus, ISI-Thomson, dan Predator (Terry Mart)”

Konsultasi karir dosen (opini)

Ada pembaca yang ingin sekali meminta pendapatku tentang peluang karirnya sebagai dosen.  Ini isi suratnya yang kumaksud :

Pak Wir….saya selalu koleksi buku-buku bapak, sangat membantu dalam kegiatan saya mengajar, terutama sejak saya mendapatkan CD SAP2000 versi student yang ada dalam buku.

Pak Wir… saya boleh sedikit curhat nggak ya? Saya sadar…menjadi dosen professional tidak mudah..tapi itu sudah saya jalani….saat ini saya sudah LKmeski S1 dan S2 tidak sejalur, S1 Teknik Sipil, lulus tahun 1988 dengan total lulus > 160 sks , S2 Magister Keuangan lulus tahun 1999, pada saat visitasi Kopertis 3, saya ditegur karena jabatan LK saya sudah bertahun-tahun tidak di-upgrade karena saya tidak punya tulisan di jurnal internasional, dan saya juga disarankan pindah jalur ke ekonomi. Terang saja saya tolak, saya ngajar dan riset di bidang teknik sipil….untuk sekolah lagi di S2 sipil….males juga ya pak Wir….kalau langsung ke S3 apa bisa ya ? tapi pastinya berat   ilmu dasar saya pasti kurang……lebih baik saya tetap lakukan riset dan berusaha untuk bisa nulis di jurnal internasional ….tapi untuk riset kadang juga terkendala …topik apa yang akan saya ambil ? Dengan dasar ilmu hanya S1 sipil, konsentrasi struktur, kira-kira topic apa yang cocok untuk saya.

Riset yang pernah saya buat yaitu “mengukur nilai factor reduksi beton bertulang (nilai phi) yang sesuai dengan mutu pelaksanaan di Surabaya”, seperti kita tau nilai phi lentur di SNI = 0.8 , sedangkan nilai phi lentur di ACI = 0.9, begitu juga untuk nilai phi geser dan axial , dengan dasar itulah …sy lakukan riset ….Nah topic riset apalagi ya pak Wir yang kira-kira bisa saya kerjakan?

Trimakasih atas perhatiannya.

Isi suratnya memang kebanyakan curhat, selanjutnya menyampaikan kondisi karirnya selama ini, lalu diakhiri dengan minta nasihat. Terus terang saya agak bingung, harus menjawab apa. Ini mah bukan keahlian saya, jadi ya saya biarkan saja tidak terjawab. Eh, ternyata yang bersangkutan menagih jawaban, katanya saya tidak memberi perhatian. Ya sudah ya, saya mencoba memberi tanggapan terkait kondisi anda. Seperti biasa, saya akan menjawab apa adanya, jika tersinggung maka ingat saja bahwa anda yang meminta opini saya, dan saya sekedar menjawab apa adanya. Ini nggak basa-basi lho.

Lanjutkan membaca “Konsultasi karir dosen (opini)”

Tunjangan PROFESI DOSEN dan PROFESOR – opini pribadi

Tridharma Perguruan Tinggi selalu dijadikan acuan untuk mengajak atau bahkan menegur dosen dalam kaitannya dengan produktivitasnya dalam meneliti dan menulis makalah / jurnal ilmiah. Tetapi itu hanya ampuh untuk yang benar-benar menggeluti karir dosen, khususnya untuk kategori dosen tetap perguruan tinggi. Apalagi saat ini dapat dikaitkan langsung dengan kelancaran menerima Tunjangan Profesi Dosen dari Pemerintah yang undang-undang terbaru adalah PERMENRISTEK DIKTI RI No.20 TAHUN 2017.

Sayangnya, tunjangan yang dimaksud belum diperuntukkan pada semua dosen tetap, ada kuota yang tertentu (terbatas). Jika “dosen tetap” saja ada yang tidak menerimanya, maka jangan ditanyakan jatah untuk “dosen tidak tetap”. Oleh sebab itu, untuk dosen tidak tetap maka penghasilannya tergantung dari jumlah mata kuliah yang diajarnya saja per semester. Oleh sebab itu membicarakan tentang Tridharma Perguruan Tinggi pada dosen tidak tetap, adalah tidak berguna secara materi. Apalagi bila dosennya tidak mempunyai jenjang akademik atau sudah sepuh usianya.

Ada juga tipe “dosen tidak tetap” yang tidak peduli Tridharma Perguruan Tinggi maupun jumlah mata kuliah tiap semesternya. Dia tidak mencari uang dari mengajar, bagi mereka yang penting adalah masih terdaftar di perguruan tinggi, sehingga di CV-nya dapat ditulis “pengajar perguruan tinggi”. Bagi mereka itu sudah cukup, ada yang mengajar karena hobby untuk terhibur, ada juga yang menganggapnya pekerjaan sambilan untuk mendapatkan status sosial positip, untuk melengkapi brand image-nya.

Oleh sebab itu terkait Tridharma Perguruan Tinggi maupun Tunjangan Profesi Dosen maka tanggapan antara tiap individu dosen, bisa berbeda-besa. Apalagi bagi masyarakat awam. Pada kasus ini, penulis berstatus dosen tetap, dengan jenjang akademik dan mendapatkan tunjangan profesi. Oleh sebab itu, apa yang ditulisnya bisa menjadi gambaran bagaimana kondisi profesi dosen di perguruan tinggi Indonesia, khususnya perguruan tinggi swasta.

Lanjutkan membaca “Tunjangan PROFESI DOSEN dan PROFESOR – opini pribadi”

hubungan antara agama dan insinyur

Membahas tentang agama, khususnya di Indonesia adalah sangat sensitif. Apalagi jika itu dilakukan di antara orang-orang yang berbeda agama. Tahu sendiri, untuk agama yang samapun, kadang-kadang materi pembahasan yang disampaikan dapat membuat sakit hati, bagi yang dihakimi perbuatannya berdasarkan interprestasi akan ayat-ayat suci yang ada. Kesannya kalau sudah dihakimi dengan cara seperti itu, tanpa perlu melihat argumentasi yang melatar belakangi, maka pastilah itu suatu kesalahan. Itu terjadi karena ayat-ayat suci suatu agama diyakini sebagai suatu kepastian (kebenaran) mutlak, tanpa perlu pembuktian. Logikanya, jika sesuatu tidak sama dengan “kebenaran” tersebut, maka pastilah itu suatu “kesalahan”.

Jadi kalau begitu, pak Wir nggak percaya akan kebenaran dalam kitab suci agamanya ?

Ya seperti ini misalnya, kalau didepan orang-orang beragama yang militan, maka jelas jawabannya adalah “tentu, saya percaya”. Karena jawaban seperti itulah yang dibutuhkan untuk dapat beragama. Hanya butuh kepercayaan, meskipun tidak ada bukti yang dapat dijadikan pegangan akan kebenarannya. Ini ayatnya.

. . . Berbahagialah mereka yang tidak melihat, namun percaya. [Yohanes 20:29]

Adanya kepercayaan tanpa “bukti” itulah yang kadang menimbulkan hal-hal yang kadang tidak terbayangkan oleh orang yang tidak mempercayai. Itulah uniknya agama.

Lanjutkan membaca “hubungan antara agama dan insinyur”