renungan receh 14 Des 2022

Lama tidak menulis di blog, tidak berarti sudah tidak suka menulis lagi. Maklum banyak waktu habis sekedar untuk buku “Jembatan Gantung Infrastruktur Kemakmuran”. Judul khusus yang belum pernah ada dan semoga nantinya bermanfaat. Nggak tahu kenapa, meskipun sudah berbulan-bulan menulis, ternyata progress kemajuan tidak terlalu cepat. Hari ini baru mencapai halaman ke 260. Siapa tahu menulis receh di blog ini, berikutnya semakin lancar. Untuk BKD GB, besok Feb 2023 harus sudah terbit. 🙂

Tulisanku hari ini sekedar mencoba memaknai apa yang saat ini sedang menjadi tren, yaitu pesta mantu pak Jokowi, dan apa makna positip yang dapat kita ambil hikmatnya.

Saat ini usia saya sudah lebih 1/2 abad, ketika melihat berita TV tentang pesta mantunya pak Jokowi, maka yang yang terbersit dalam pikiran saya adalah begitu dimuliakannya keluarga beliau dengan acara tersebut. Sangat santun beliau memberikan komentar bahwa ini adalah pesta budaya, melestarikan warisan leluhur.

Sebagai orang Jogja, saya merasa juga tersanjung, koq ya bisa-bisanya pak Jokowi yang orang Solo mendapatkan besan orang Jogja. Dengan demikian kebudayaan ke dua kota tua tersebut dapat terangkat nyata ke permukaan lagi. Dengan adanya pesta mantu pak Jokowi, maka kota Jogja dan kota Solo menjadi mulia.

Jujur, saya adalah salah satu orang yang sejak dulu mengidolakan sosok Jokowi. Terlepas dari komentar iri banyak pihak, saya sampai sekarang masih melihat beliau sebagai sosok panutan. Tidak sekedar sebagai sosok presiden, tetapi juga sebagai sosok ayah, pemimpin di keluarganya.

Saya ini penganut, bahwa yang namanya KARIR dan KELUARGA itu dua hal yang tidak bisa diperbandingkan, harus dibina bersama-sama agar mendapatkan keseimbangan dan bisa berjalan berdua secara seimbang. Kalau saya menjelaskannya kepada anggota keluarga, anak-anak saya, maka suami dan istri itu dalam berkeluarga ibarat seperti naik tangga, bekerja bersama-sama secara sederjat, menaiki tangga menuju cita-cita bersama kebahagiaan. Kesuksesan KARIR akan menjadi enerji baru dan prasarana dalam menempuh kehidupan. Kesuksesan KELUARGA akan mengisinya dengan perasaan kasih dan suka-cita, serta ketulusan dalam kehidupan ini. Karena pemahaman itu pula, maka saya tidak melakukan dikotomi antara keduanya, seperti kamu harus sekolah dulu, baru mikiran untuk berkeluarga. Tetapi dari awal, saya selalu menekankan, bahwa keduanya penting.

Adanya pemikiran di atas, maka ketika pada acara wisuda UPH kemarin, dimana salah satu bapa pendiri kampus tersebut berpidato, yaitu bapak James Riadi tentang jodoh untuk membentuk KELUARGA bagi para alumni UPH, maka saya terkesan sekali. Jujur saja, nasehat-nasehat seperti itu pada masa sekarang kelihatannya tidak mudah. Saya lebih mudah untuk bercerita tentang esensi struktur baja, dan pernak-perniknya, dibanding harus menggurui anak-anak muda yang lain tentang jodoh. Pasti banyak yang mencibir. Siapa anda, yang tidak mempunyai sertifikasi tentang keluarga, koq berani-beraninya mengajar tentang hal tersebut.

Nah daripada saya bercerita tentang hal tersebut, dan tidak didengar. Ada baiknya saya mencoba mengungkapkannya menjadi pemikiran tertulis tentang keduanya di blog ini. Jelas saja, materinya tidak ditujukan bagi orang seumuran saya (1/2 abad lebih). Nggak ada gunanya, kecuali tentu saja bagi anak-anaknya, atau anak muda lain, yang masih muda dan belum berkeluarga. Agar menjadi bahan pemikiran dalam merencanakan hidup ber KARIR dan ber KELUARGA nantinya.

Lanjutkan membaca “renungan receh 14 Des 2022”