Jika di luar sana, penggunaan teknologi nuklir masih saja menjadi perdebatan (ingat Korea Utara, Iran, dsb) sehingga hal-hal tersebut menimbulkan masalah dengan dunia internasional.
Indonesia yang tanpa nuklirpun sudah banyak masalah ternyata diam-diam masih ngotot agar teknologi tersebut digunakan dalam bentuk PLTN.
Siapa yang ngotot ?.
Itu lho. Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) , Dr. Hudi Hastowo yang saat ini sedang mengusahakan ketetapan Presiden ttg siapa kepemilikan PLTN , memberi pernyataan ke Kompas bahwa “Perkembangan teknologi nuklir sekarang semakin maju. Untuk melindungi radiasi radioaktif ditempuh secara berlapis, setidaknya hingga lima lapis” (Kompas, 27/6) .
Itu khan jelas, secara tidak langsung Dr. Hudi menyatakan bahwa PLTN itu aman lho. Jadi dapat dipakai di sini (Indonesia) !
Pernyataan Dr. Hudi Hastono didukung penuh oleh mantan Menteri Negara Riset dan Teknologi , Dr. Muhammad A.S. Hikam, pakar ahli bidang politik yang menjadi anggota Komisi Ahli Nuklir Indonesia, dengan menekan pemerintah agar segera memberi jawaban atas penetapan kepemilikan PLTN tersebut (Kompas, 27/6).
Wah, wah top, para ‘ahli’ mendukung digunakannya nuklir di Indonesia.
Tetapi ternyata tidak semuanya.
Ada ahli lain
- Prof Liek Wilardjo (fisikawan di Universitas Satyawacana, Salatiga) berarti tahu sekali dong tentang nuklir dibanding ahli politik, menyatakan bahwa memilih PLTN adalah sikap gegabah (Kompas, 12/6) .
- Prof Otto Soemarwoto (ekolog di UNPAD, Bandung) menekankan perlunya kajian nisbah untung rugi yang mendalam sebelum memilih opsi PLTN (Kompas, 14/6).
- Prof. Budi Widianarko (anggota SETAC Asia Pacifi, guru besar toksilogi lingkungan Unika Soegijapranata, Semarang) menekankan perlunya persetujuan masyarakat terhadap pilihan teknologi yang sarat resiko. (Kompas, 27/6)
Resiko ? Ya benar. Prof Liek bilang :
… akibat ulah manusia mengoperasikan PLTN, muncul ratusan jenis radio isotop dan limbah serta bahan bakar nuklir bekas di dunia ini bertambah terus. Itulah warisan maut untuk generasi yang akan datang ! (Kompas 27/6)
Gimana itu ?
Yang ahli yang mana sih tentang nuklir tersebut ?
yang sedang punya jabatan dan punya gelar doktor (meskipun bukan bidangnya) !!!! .
He, he, jadi inget tentang salah satu dosen yang nglamar pengin ngajar di program pascasarjana (teknik), kalau udah doktor (meskipun ikip) khan ahli semua. Jadi bisa ngajar mata kuliah apa saja di s2 teknik (itu ketika ditanya mata kuliah apa yang menjadi keahliannya).atau
profesor ahli di bidangnya, tapi tidak punya jabatan yang berkaitan tentang kebijaksanaan nuklir tersebut ????
indonesia, indonesia, …. sudah begini nggak kapok-kapok lagi. 😦
Kalau saya boleh berpendapat dari sisi Civil Engineering, menurut saya seharusnya perangkat perturannya “Spesifikasi & Code ” mengenai ketentuan-ketentuan bangunan Nuklir harus jelas dulu aturan mainnya.
Sangsi untuk pelanggaranya kasus PLTN nantinya apa, bila ada kecelakaan nanti?
Jangan cuma himbauan, seperti SNI kita sekarang ini..Harus serius karena fatal akibatnya.
Sudah banyak contoh di negara besar dan canggih sekalipun, tetap ada kebocoran radiasi yang berbahaya bagi kehidupan di sekitarnya.
Lah wong kasus LAPINDO aja sepertinya tidak ada sangsi hukumnya buat perusahaan/pengusaha yang jelas-jelas siapa batang hidung pelakunya.
Saya malah penasaran dengan kinerja PLN dan PERTAMINA sebagai penyedia energi di Indonesia yang katanya merugiii ..terus. Kalo merugi terus ya DITUTUP saja !
Menurut saya, PLN dan PERTAMINA saja dipikirkan, bagaimana caranya agar listrik tidak defisit terus? Banyak kasus pencurian listrik, penyelundupan/penimbunan BBM, korupsi kelas kakap dsb yang harusnya dituntaskan. Biar ada efek jera buat pelaku dan kita semua.
Menghadapi kasus LAPINDO, PLN dan PERTAMINA saja tidak becus apa lagi kasus PLTN nanti !
Syallom..
SukaSuka
Kenapa harus PLTN? yang pasti investasi nya ga murah… belom lagi mesti beli bahan uraniumnya.. indonesia sanggup produksi tidak? ato malah beli dari luar?
mendingan investasi tenaga pasang surut… ato panas bumi.. ato pembakar sampah… yang jelas2 “bahannya” berlimpah di Bumi indonesia… gimana tentang bendungan mikro? dengan banyaknya sungai2 di indonesia mestinya ini bisa lebih digali lagi…
saya tidak setuju klo indonesia buat PLTN.. bukan konservatif dan tidak high-tech… tapi menurut saya tidak feasible… buat apa “ikut2an” bikin PLTN? supaya keliatan keren? kan masih banyak yang bisa dipake buat bikin pembangkit listrik.
salam
SukaSuka
kenapa tidak setuju dengan PLTN???
takut radiasinya???
menurut saya, indonesia perlu membangun PLTN,,,
bukan karena ingin ikut keren, tapi dengan dibangunnya PLTN bisa membuat biaya listrik menjadi murah.
mengenai pembuatannya yang memakan biaya mahal,,
kan itu hanya diawalnya.
coba hitung,, 1 PLTN bisa digunakan untuk kurun waktu 30 tahun…
kalau yang dikhawatirkan mengenai radiasinya, radiasi yang ditimbulkan PLTN hanya 1% dari radiasi yang dihasilkan oleh lingkungan sekitar pertahunnya.
mengenai kecelakaan PLTN di Chernobyl, hal itu bisa terjadi karena PLTN sedang digunakan untuk percobaan.
terus, mengapa Indonesia masih ragu dengan pembangunan PLTN???
takut??????
gimana Indonesia mau maju,,
belom nyoba ajah uda takut duluan…
SukaSuka
Indonesia sangat begitu kaya sumber alam dan energinya kok, buktinya semua negara asing berlomba menyedot energi dari Indonesia secara ngga karuan..
\ “menurut saya, Indonesia perlu membangun PLTN,
bukan karena ingin ikut keren, tapi dengan dibangunnya PLTN bisa membuat biaya listrik menjadi murah..” \ (….????)
Menurut saya juga pendapat ini bisa iya mungkin juga bisa tidak sama sekali loh..
Saya rasa harus ada effisiensi di semua perusahaan penyedia energi di Indonesia, PLN PGN, PERTAMINA dan anak cucunya. Masa merugiiiii…terussss ???!!
(kayaknya sudah dari dulu dikoar-koarkan).
Kalau saja PLN PGN, PERTAMINA dan anak cucunya ada di China, mungkin sekarang semua perusahaan ini sudah dibekukan dan banyak karyawannya yang di hukum gantung !!
Sudah pasti dapat ditebak nasib PLTN akan bakal sama saja seperti PLN, PGN, PERTAMINA dan anak cucunya…
bisa jadi lebih parah..
karena semua komponennya pasti import dari luar negeri..(ladang korupsi baru..hehehe..)
karena Indonesia bisa apa ???!!!
Itulah yang menjadi ketakutan rakyat yang terbesar karena ya rakyat juga yang menanggungnya..iya toh?
Kemana aja tuh pajak dari migas yang katanya merupakan pemasukan pajak yang paling tinggi? Mungkin nasibnya sama dengan Dana Reboisasi kali..
Tanya kenapa?.. Indonesia kok ketakutan krisis energi..?
Itu karena ada LINGKARAN SETAN disekitar sektor energi dan migas (yang sangat “basah”).
Seperti tikus yang mati kelaparan di lumbung padi..sungguh amat sangat menyedihkan sekali.
Syallom..
SukaSuka
Bukan takut radiasinya.. tentang radiasi saya yakin uda ada cara penanggulannya… walaupun negara maju pun punya cara curang buat nanganin bahan radia aktif… yaitu… ekspor bahan radio aktif ke negara berkembang… terus kasi aja duit… itu uda lebih murah daripada mereka mesti olah sendiri… karena di negara maju kesadaran masyarakat sudah sangat tinggi.. biaya mereka buat tanganin bahan radio aktif supaya ga berdampak ama lingkungan tu mahal banget..
seperti yang sudah saya tulis.. lebih baik investasi nya dialihkan ke sektor lain yang jelas2 bahan nya masih berlimpah di indonesia.
Setau saya Uranium di indonesia hanya bisa digunakan untuk 10 tahun. setelah itu habisss… jadi mesti impor deh… jadi percuma bangun PLTN buat 30 tahun tapi setelah 10 tahun kehabisan bahan bakar, dan setau saya investasi PLTN klo 30 tahun itu terlalu sebentar.. mesti bener2 jangka sangat panjang.
Saya curiga ada konspirasi negara maju buat ngejual uranium.. mereka tau uranium indo cuma dikit.. makanya mereka dukung tu buat PLTN.. supaya abis itu indo mesti beli uranium ama negara2 maju. negara2 yang bersedia kasi dana pinjeman bikin uranium itu diantara nya US dan Perancis..
terus tentang chernobyl… detail kejadiannya sendiri sudah saya pelajarin… simplenya… karena ada junior engineer yang panik ditinggal supervisornya.. :)..
Ya maintainance PLTN itu relatif sangat murah.. makanya harga listrik jadi murah juga.. tapi biaya investasi awal nya sangat mahal.. mendingan duit nya diputer buat hal2 yang lain dulu..
SukaSuka
Saya kira bukan ketakutan yang melandasi untuk timbulnya ketidaksetujuan pembangunan PLTN. Mungkin sebagian besar karena rasa ketidakpercayaan/keraguan pada perangkat pemerintah atau perangkat pelaksananya.
……karena secara awam NUKLIR itu berbahaya…….
Saya kira untuk maju ke depan bukan permasalahan apa yang akan dibangun tapi keseriusan dari dari semua orang/instansi terkait untuk memberikan kontribusinya agar bangsa ini menjadi salah satu negara yang disegani……
SukaSuka
Setuju Pa Agung dan Bung Richard..
Kalo kita pintar, kita tak akan dibodoh-bodohi oleh negara asing dan mereka tidak akan berani macam-macam..
Iran dan Pakistan punya pandangan yang berbeda dengan Indonesia tentang Nuklir.
Di Indonesia ini banyak Pendapat yang salah karena ADA UDANG DI BALIK BAKWAN…eh..BATU !
Waspada..Waspadalah wahai para kaum Intelektual Indonesia..
Kalo Pemerintah Indonesia sekarang ini hanya memikirkan PLTN sebagai solusi satu-satunya…marilah kita bersama-sama tertawa menertawai kebodohan pemimpin bangsa ini.. Mereka lebih takut oleh “SINDIKAT MIGAS DAN ENERGI” daripada kehancuran bangsa ini.
Syallom..
SukaSuka
Setahu saya, menurut blue print energi 2004-2025, dijelaskan strategi RI adl. mix energy. semua sumber daya penghasil energi dikembangkan, batubara meningkat, minyak berkurang, panas bumi meningkat dll.
Target PLTN. Hanya 2 PLTN untuk mengoptimalkan basic energy suply, sehingga efisiensi diharapkan lebih meningkat.
SukaSuka
PLTN di Indonesia? amit-amit deh..
saya memang gak ngerti soal teknologi pengolahan uranium ini beserta safety-nya yang katanya aman..
Tapi berdasarkan pengalaman saya di lapangan mengerjakan proyek pemerintah, yang namanya prosedur kerja itu hanya ada di teori saja..
Dulu saya kalo bikin desain mengambil safety sesuai code, tapi setelah melihat sendiri bagaimana kualitas kontraktor Indonesia, ampun deh.. mending safety factornya di jadiin 1.5x nya..
(Oke, jangan terlalu mendramatisir. Masih ada yang mempertahankan kualitas. seperti Wika dan Waskita waktu bikin Jembatan Pasupati bolehlah diacungi jempol.. tapi persentase proyek yang dikerjakan bener itu berapa persen sih?)
Proyek pemerintah itu ibarat lingkaran setan, semua pihak dapat “jatahnya” sehingga semua senang, prosedur masa bodoh, dan jika terjadi fail maka semua pihak saling melindungi..
Lihat saja kasus amblasnya tol cipularang, apakah ada investigasi yang sampai mendapatkan siapa yang salah? tidak ada kan?
biarpun perencananya adalah pakar yang titelnya panjang, tapi jika gak ada yang mengawasi tukang di lapangan (atau pengawas di lapangan tidak punya kuku karena para bos2 udah ada komitmen) sama saja bohong kan?
kalo “cuma” tol ambles sih masih sempat silat lidah, tapi kalo udah reaktor bocor gimana? urusan Lapindo aja masih acakadut…
warm regards
-Rp-
SukaSuka
kenapa pemerintah dulu nolak usul pembangunan PLTN terapung ?
emang pasti biayanya bakalan lebih mahal dari pltn di darat biasa, tapi kan bisa lebih dijamin keamanannya. Misalnya aja kalo terjadi kebocoran, kan tinggal dilepas aja jauh2 ke tengah laut.
satu lagi masalahnya, bukannya di indonesia itu sering gempa akhir2 ini … apa bener itu pengamannya bisa tetep ngejaga ga ada kebocoran meskipun kena gempa?
apakah tidak ada lagi sumber energi alternatif selain energi nuklir ? bagaimana dengan energi dari angin ? energi dari ombak air laut ?
SukaSuka
ISU PLTN DAN JAWABANNYA
Emisi tambang Uranium sampai hari ini masih ZERO. Tambang Uranium di Australia dan Canada memiliki sertifikat ISO14001 sebagai jaminan unjuk kerja tambang yang bebas polusi. Emisi CO2 terjadi pada saat proses pengkayaan Uranium dlm penggunaan mesin seperti mesin yg digunakan oleh Iran (mesin gas sentrifugal), tetapi emisi CO2 sangat sedikit krn pengkayaan yg diperlukan untuk bahan bakar PLTN hanya 2-4%. Sebagai pengetahuan, bom nuklir memerlukan pengkayaan 70-90%.
Benar, tetapi level radiasi hasil rekayasa engineering sangat rendah. Radiasi yang berumur panjang bisa diperpendek umurnya menjadi sekitar 500 tahun menggunakan teknik transmutasi. Dan secara engineering, kekuatan media penampung limbah sudah teruji kekuatannya untuk media penyimpan selama 500-800 tahun. Dan emisi ke lingkungan terjamin dengan baik dimana pembuangan limbah selalu menggunakan prosedur yang baku dan ketat, serta dipantau oleh lembaga kredibel. Bahan bakar setelah proses transmutasi disementasi dan disimpan 300-1000 meter dibawah tanah. Jumlah bahan bakar bekas tersebut untuk 4 PLTN yg telah beroperasi 60 tahun masih bisa disimpan dalam media semetara karena jumlahnya hanya ratusan ton. Sebagai pembanding yg setara, 8 PLTU yg beroperasi 30 tahun melepas emisi CO2 jutaan ton ke udara.
Di semua negara pemakai PLTN, memiliki prosedur penanganan radiasi yang sangat baik dan pengalaman puluhan tahun membuktikan efektifitas prosedur baku yang dipakai. Teknologi penanganan limbah sudah terbukti bekerja dengan baik dan sangat aman spt yg telah dijelaskan sebelumnya. Aspek yg sangat menolong adalah volume limbah yg sangat sedikit dibandingkan dengan PLTU. Emisi CO2 PLTN lebih kecil dari pada emisi CO2 di PLTG (natural gas). Idealnya, PLTN menggantikan PLTU batubara dan minyak bumi, sehingga pengurangan emisi CO2 sangat signifikan dan kekayaan alam ini bisa digunakan oleh industri lain atau disimpan untuk anak cucu kita.
Pengalaman operasi nuklir sudah sangat panjang melebihi 12 ribu tahun dalam 5 dekade. Menyamakan kecelakaan reaktor Chernobil dengan PLTN masa kini sudah tidak relevan, karena tipe dan sistem yang digunakan sangat berbeda. PLTN masa kini mampu mendeteksi setiap gejala kecelakaan, jauh sebelum kecelakaan tsb terjadi. PLTN didesain saat suhu naik tidak terkendali, reaksi dlm materi bahan bakar direkayasa sedemikian hingga supaya peningkatan suhu membuat penyerap neutron lebih agresif. Percobaan yang saya lakukan di HTTR-Jepang membuktikan hal tsb. Saat batang kendali dinaikkan, terorist berhasil mengelabui setting yg dilarang, daya akan naik sekejap bersamaan naiknya batang kendali dan kemudian daya reaktor malah turun ke posisi semua krn feedback racun neutron yg agresif akibat peningkatan suhu scr mendadak dlm bahan bakar. Dan daya reaktor naik dengan smooth menyesuaikan dg kenaikan batang kendali, sehingga kecelakaan nuklir terparah bisa dihindar (thanks to nuclear engineer).
Biaya listrik dari PLTN yang memasukkan biaya2 penambangan, pembangunan, operasi kerja mencapai 60 th (PLTU=25-30th dan PLTG=20th), sampai biaya2 penanganan limbah dan . Total biaya yang dijumlahkan dibagi dengan energi listrik yang dihasilkan, diperoleh 3-5 sen/KWH (PLTU=7-10 sen/KWH, PLTG=4-6 sen/KWH). Biaya pembangunan PLTN ($1700/KWH) dikompensasi oleh energi listrik yang dihasilkannya dalam kurun waktu yang lama. Berikut ii gambar perbandingan harga energi PLTN dengan energi dari pembangkit lainnya.
Limbah PLTN tidak menghasilkan Plutonium yang siap dibuat untuk bom nuklir. Proses pengkayaan diperlukan dlm waktu lama dan tidak mudah krn memerlukan mesin yg diparalel dalam jumlah banyak seperti gambar dibawah (diperlukan 7000-15.000 mesin sentrigugal). Setiap PLTN memiliki kamera pengawas dari IAEA sehingga setiap keluar-masuk bahan bakar selalu dimonitoring dengan ketat dan hasil kalkulasi masa bahan bakar harus sesuai dengan aktifitas reaktor.
PLTU juga memerlukan jumlah yang sama karena efisiensi panas adalah sama. PLTN 1000MW memerlukan pendingin feedwater dari air laut sebesar 30 juta ton per jam. Pendingin primer dikonversi ke pendingin sekunder. Kemudian pendingin sekunder setelah menggerakkan turbin, didinginkan oleh feedwater dari air laut.
PLTN memiliki prosedur yang sama di semua negara, baik aspek biaya, keselamatan, dan cara mengoperasikan PLTN. Sehingga setiap penyelewengan yang mengancam keamanan, rakyat Indonesia tdk perlu bersusah payah menyelidikinya, krn badan dunia IAEA yg lebih ketat pengawasannya akan bertindak lebih cepat. Selain itu ada BAPETEN yang juga mengawasi penggunaan PLTN. IAEA dan BAPETEN sangat berkepentingan mengawasi dengan ketat krn. profesi dan tugas pokok kedua lembaga tersebut. Satu hal yang paling penting, kemungkinan besar PLTN dibangun oleh swasta sehingga korupsi yang terjadi akan sangat minimal dan kalaupun terjadi, akan menjadi masalah intern perusahaan yang bersangkutan.
Batan sb tempat R&D energi nuklir tdk memiliki keuntungan apa2 seandainya PLTN jadi dibangun di Jepara. Pengamatan saya, banyak peneliti Batan yg ingin pindah kerja ke PLTN dan bertempat tinggal dekat PLTN tempat kerjanya krn tantangan kerja dan kehidupan yg lebih baik. Peran peneliti di Batan tidak lebih sebagai tenaga peneliti, bukan operator PLTN dan bukan pihak pembangun PLTN. Penelitian oleh para peneliti Batan tdk hanya fokus ke energi nuklir, berbagai inovai teknologi untuk menghasilkan bibit pangan yang lebih baik, tracking sungai bawah tanah untuk daerah kering, alat-alat dan obat-obatan di bidang kedokteran dsb, semua yg berhubungan dengan pengembangan teknologi nuklir dikembangkan oleh Batan. Khusus ahli nuklir PLTN di Batan bisa menjadi narasumber bagi rakyat krn gaji mereka dari rakyat sehingga kewajiban Batan memberikan penerangan yg benar tentang PLTN.
Memang betul, semua negara di dunia berusaha semaksimal mungkin menggunakan energi terbarukan seperti solar cell, tenaga air, tenaga angin, tenaga panas bumi, tenaga matahari dll. Namun kebutuhan listrik yang terus meningkat membuat bbrp negara yg butuh energi besar menerapkan kebijakan energi mix supaya tidak kekurangan listrik demi jalanya perekonomian kapitalis negara-negara maju. Penggunaan energi terbarukan sangat tidak mencukupi kebutuhan energi sehingga diperlukan PLTN dan PLTU yg tdk ramah lingkungan krn menggunakan batubara atau minyak bumi. Data per 31 Mei 2007 dari WNA (World Nuclear Ass.) menyebutkan bahwa PLTN yg beroperasi di dunia = 437 PLTN (19%), 30 PLTN sedang dibangun (1 PLTN masing2 di USA, Korsel, Argentian, Finlandia, Romania, Iran, dan Pakistan, 2 PLTN di Kanada, Jepang, dan Slovakia, 4 PLTN di China, 5 PLTN di Rusia, 6 PLTN di India). Kemudian 74 PLTN sedang direncanakan akan dibangun dan 182 PLTN diajukan akan dibangun termasuk 4 PLTN di Indonesia.
Hal tsb sangat keliru. Kerapatan panas yg dibangkitkan di reaktor riset PRSG, Serpong, adalah 1537 watt/cc. Sedangkan PLTN PWR Mistubishi, sekitar 104 watt/cc. Perbedaan yang sangat jauh ini disebabkan oleh desain bahan bakar terkait aspek keselamatan. Selain itu disebabkan oleh perbedaan pengkayaan Uranium 19.75% di PRSG dan 2-4% di PLTN. Karena faktor inilah, emisi radiasi ke lingkungan di PRSG pasti lebih besar dari pada PLTN, meskipun hasil monitoring radiasi terlihat kecil sekali (maaf belum ada data radiasi). Limbah bahan bakar Plutonium di PRSG juga jauh lebih banyak dari pada limbah bahan bakar di PLTN. Kemudian faktor pengendalian di PRSG juga lebih sulit dari pada di PLTN karena stabilitasi neutron lebih sulit. Memang daya di PRSG hanya 30 MW, tapi besar fluks neutron PRSG 100 kali dari fluks neutron PLTN PWR. Penggunaan 30 daya kecil untuk reaktor2 riset adalah untuk efisiensi simulasi PLTN pada skala riset, misalnya untuk riset aliran pendingin reaktor pada suhu 1000 Celcius, reaktor riset High Temperatur Tested Reactor (HTTR) di Jepang, hanya dioperasikan pada daya 30 MW. Jadi adalah anggapan keliru bahwa reaktor riset seperti motor bebek dan PLTN seperti motor besar HarleyDavidson krn alasan yg dikemukakan di atas. Kehadiran 3 reaktor riset di Indonesia membuat banyak ahli nuklir Indonesia cukup terlatih dalam melakukan banyak pekerjaan seperti yang dilakukan dalam PLTN, terutama penanganan reactor safety.
Pembangunan PLTN harus terus dijalankan karena kebutuhan energi di tahun 2010 yang belum bisa ditanggulangi.Jika memang komunitas anti nuklir tersebut menentang pembangunan PLTN di Muria,sebaiknya mereka tidak hanya ngomong,tapi buktikan dengan tindakan bahwa mereka bisa menciptakan energi alternatif baru yang NON RESIKO yang mana itu adalah hal yang tidak ada!.Jika terus menolak tapi tidak punya solusi yang konkrit,sebaiknya diam!
SukaSuka
Dear Pa Wir & Engineers,
Berikut ini saya urutkan point-point tulisan Mr JIALE, mari kita renungkan bersama :
1.Tambang Uranium memiliki polusi yg tdk dpt dihindari.
(nah loh!)
2.Hasil reaksi dari Uranium berupa limbah memancarkan radioaktif sampai ratusan tahun, bahkan ribuan tahun tetapi level radiasi hasil rekayasa engineering sangat rendah.
(oh, itu kan di negara maju, iya toh!)
3.Limbah nuklir merupakan problem yang belum terpecahkan sampai sekarang.
(jangankan PLTN, BAGAIMANA KABAR LAPINDO?)
4.PLTN mengancam jiwa manusia dan kecelakaan spt kasus Chernobil sangat mungkin terjadi. (belajar dari pengalaman negara lain, itu perlu!)
5.Harga PLTN sangat mahal.
(sama aja dengan orang miskin pengen beli mobil Jaguar)
6.Limbah PLTN rawan penyalahgunaan untuk keperluan bom nuklir.
(dengerin tuh, wahai para Teroris ! ada bahan bom yang lebih canggih tuh..)
7.Limbah PLTN tidak menghasilkan Plutonium yang siap dibuat untuk bom nuklir. Proses pengkayaan diperlukan dlm waktu lama dan tidak mudah krn memerlukan mesin yg diparalel dalam jumlah banyak diperlukan 7000-15.000 mesin sentrigugal.
(cape deh..)
8.Indonesia tdk memiliki ahli nuklir yang bisa dipercaya.
(Wah buka kartu!)
9.PLTN memerlukan jutaan ton per menit pendingin air laut.
(mendingan air laut didaur jadi air bersih buat daerah krisis air di Indonesia!)
10.Negara-negara maju seperti USA sudah tdk tertarik PLTN dan berusaha mengkonversi energi terbarukan yg lebih bersih.
(negara bodoh seharusnya mengikuti pemikiran negara pandai!)
11.Memang betul, semua negara di dunia berusaha semaksimal mungkin menggunakan energi terbarukan seperti solar cell, tenaga air, tenaga angin, tenaga panas bumi, tenaga matahari dll.
( setuju Mister! kita harus terus berusaha.. pasti ada jalan keluar..)
Syallom..
SukaSuka
mas Donny,
Hebat juga ya si jiale itu, memberi argumentasi dengan menyamakan negara kita dengan negara-negara maju lain tentang kesiapan mempunyai PTLN.
Wong ngebor aja nggak becus gitu. Kasus Munir sampai sekarang nggak selesai-selesai. Juga dengan diketemukannya banyak kasus korupsi baru setelah daerah diberi kepercayaan mengelola sendiri dan sebagainya.
Pongah, kalau ngebangun PLTN lalu krisis energi beres. Lalu ngandelin orang-orang di reaktor nuklir kita bahwa mereka-mereka telah siap gitu.
Mungkin mereka itu adalah Ph.D dari luar yang risetnya tentang nuklir, tapi nggak laku di sana (luar negeri), sehingga terpaksa kembali ke Indonesia. Jadi ngotot memperjuangkan PLTN biar ada kerjaan gitu ya. Peduli amat dengan orang lain.
Tapi kalau dia punya level Ph.D ngotot , ok-lah, tetapi kalau bukan. Wah kita ini repot-repot ngeluarin enerji mikirin kayak gitu. Delete aja.
SukaSuka
Dear Pa Wir,
Awalnya memang membingungkan karena semua seluruh statement pemikiran JIALE kontradiksi dengan paragraf terakhir tulisan JIALE.
Ditambah statement terakhir JIALE sbb:
“energi alternatif baru yang NON RESIKO yang mana itu adalah hal yang tidak ada!.” ..
(Anda yakin?? Jangan pesimis gitu donk ahh..
Ini sama aja seperti jaman dulu, menertawakan pencipta Pesawat Terbang)
Siapapun jatidiri JIALE ini, pastilah anda orang pandai, saya harap Anda sering-sering mengunjungi blog Pa Wir ini.
Mungkin JIALE bisa sharing pemikiran mengenai Nuklir, agar kami-kami yang awam bisa tambah pinter mengetahui lebih dalam lagi mengenai Nuklir.
Senang berkenalan dengan Anda, JIALE.
Syallom..
NB:
Tetap semangat Pa Wir dalam penyelesaian Disertasi Doktoralnya..
SukaSuka
Menarik sekali topik ini koq saya gak ngeliat2 ya hehe. Saya pribadi 50% setuju, 50% tidak setuju. Saya setuju PLTN dengan alasan masa layannya yang memang lebih panjang dan menurut saya lebih “ekonomis” bila melihat dari berbagai sisi terutama efisiensi dan mungkin nuklir satunya2 sumber energi yang paling efisien karena ‘sangat’ terkontrol. Saya percaya diri koq dengan kemampuan orang2 seperti pak Jiale di atas, teknologi semakin maju dan dalam kondisi ideal (seperti yang dikemukakan pak Jiale di atas) saya setuju dibangun PLTN.
Akan tetapi di lain pihak saya tidak setuju karena sikap2 atau kebijakan bangsa kita ini yang kadang2 aneh. Soal IAEA mengontrol semua kegiatan nuklir terutama pengayaan uranium apa bisa menjamin atau menekan seandainya disalahgunakan (saya rasa IAEA gak berdaya tuh menghadapi Iran yang keras kepala). Saya gak bilang Iran menyalah gunakan mau bikin bom nuklir atau sebagainya lho yang saya mau tekankan apa mau Indonesia tunduk atau bekerjasama terhadap IAEA bila laporan IAEA nanti menyatakan hal2 yang tidak menyejukan hati kita..saya yakin pasti ujung2nya unjuk rasa, protes, demo, ganyang IAEA nanti tiba2 IAEA dibilang agen Amerika/Israel yang gak nyambung sama sekali dsb. Nanti kaya Nurdin Halid disuruh mundur ama FIFA (emang siapa FIFA, g ini PSSI, FIFA gak bisa ikut campur intern PSSI).
Permasalahan energi ini kan skrg adalah energi yang sustainable artinya dapat mengembangkan perekonomian, meningkatkan taraf hidup dan ramah lingkungan. Saya baca2 di wiki, energi nuklir dibanding energi lainnya seperti dibilang pak Jiale justru paling sustainable. Renewable energy source disebut tidak efisien dan tidak visible (dampaknya ke ekonomi) alasannya semua sumber energi dalam kategori ini tidak dapat dikontrol secara sempurna. Ya jelas siapa yang bisa mengontrol cuaca, matahari, gelombang atau lokasi gunung berapi (YME kali). Tapi tidak menutup pengembangannya di Indonesia jadi saya sangat mendukung. U/ migas sendiri saya pernah ikut presentasi oleh salah satu oil service ternama dibilang kalau kekhawatiran supply yang berkurang tidak beralasan serta tetap akan digunakan sampe min 50 tahun kedepan dibanding biodiesel dan sejenisnya dengan alasan u/ bahan baku biodiesel berarti semua lahan/kebun didunia ini harus digunakan u/ bahan bakunya trus kita mau nanam lagi dimana?. Saingan hidrokarbon skrg kan hidrogen yang ramah lingkungan dan ekonomis ?problem utamanya justru saat proses penyimpanannya yang memerlukan pengompressan hidrogennya sendiri dan menurut dia impossible dilakukan org biasa beda sama bensin tinggal bilang “20 liter mas” masnya ngerokok lagi hehehe.
@pak Jiale
Bisa pak dijelaskan ke kami2 ini tentang energi nuklir dari reaksi fusi pak..terutama sebagai sumber energi masa depan. Apa mungkin dilaksanakan?. Makasih pak.
SukaSuka
Ping-balik: matic, otomatic dan konsekuensinya « The works of Wiryanto Dewobroto
Negara maju dengan jumlah penduduk-yang-pintar sudah menampilkan PLTN.
SukaSuka
Pakistan secara demografi mirip dengan Indonesia. Sudah punya PLTN. Belum sempat baca sih, apakah rata-rata penduduk Pakistan lebih pintar dari penduduk Indonesia.
SukaSuka
begini akibatnya kalau mengetahui setengah – setengah
prihating dengan indonesia 😦
SukaSuka
Silahkan jalan ditempat
sementara negara lain lari sekencang2nya dengan teknologi mereka 😆
SukaSuka
justru di nuklir itu indonesia di tuntut untuk belajar di siplin …dr pada ga make sama sekali ntar malah di bilang indonesia hidup dalam keberuntungan krn sumberdaya alam nya.
SukaSuka
Bah, semua barang yg diciptakan manusia tak ada yg sempurna Cuy. Mau reaktor atau malah sepede kumbang, pasti ada yg mengalami kecelakaan. Namun semua teknologi yg terus berkembang harus dikuasai, jadi menurut saya kalau kita ketakutan dan tidak ingin celaka, lebih baik kembali ke zaman batu saja dan hidup di goa-goa.
Masalah energi tidak bisa dimasukkan ke kategori like and dishlike, energi adalah kebutuhan. Untuk survive perlu cadangan energi yg mapan. Jangan terlalu ekstrim deh, kalo kita tidak mengenali dan memahami suatu jenis teknologi pengkonversi energi.
Sesuatu yg sudah memilki latar belakang PRO dan KONTRA, kebanyakan sudah pindah ke area abu-abu, area politis dan pemikiran ilmiah jadi gak dibutuhkan. Mari kita kembalikan ke area “kebutuhan”, apakah ini yg menjadikan bangsa kita dihina oleh tetangga sendiri, karena kesok-tahuan kita justeru menujukkan kebodohan kita sebagai warga bangsa?
SukaSuka