Rame-rame bersama keluarga menghadiri misa mingguan merupakan kebiasaan rutin keluarga kami setiap minggunya. Minggu ini ambil misa yang sore hari, tadi pagi ada acara lain sih dengan istri. Selesai misa, seperti biasa anak-anak pada minta jajan makanan kecil di depan gereja, cukup lima ribu untuk berdua, eh ternyata udah pada seneng. Syukurlah untuk suatu keceriaan pada anak-anakku, belum perlu duit banyak. Sebelum pulang, nganter sebentar anak yang pertama untuk berdoa di depan goa bunda Maria. “Besok senin mau ulangan umum“, katanya. Aku terharu.
Wah rajin sekali pak ?
Bukan begitu. Acara misa mingguan sengaja aku jadikan sebagai alasan bagi keluargaku untuk bersama-sama menyisihkan waktu untuk suatu kebersamaan. Terus terang karena aku dan istriku sama-sama bekerja, apalagi istriku kerja di industri (bukan guru maksudku) maka lebih sering dianya tiap hari pulang lebih malam. Sering baru pk 21.00 baru sampai rumah. Tapi syukurlah hari Sabtu dan Minggu kami berdua libur. Jadi dalam dua hari tersebut kami berusaha ada acara yang memaksa kami untuk bersama. Dan kelihatannya acara tersebut ya misa itu. Yah, sambil menyelam minum air gitulah. Syukur lagi jika Tuhan berkenan dan menambah berkat bagi keluarga kami.
Dalam acara misa tersebut, aku terkesan. Kelihatan romo-nya bukan orang jawa (luar jawa maksudku). Dalam kothbahnya tentang hari akhir (yah begitulah, sebenarnya ngantuk juga) eh dianya cerita agar kita selalu siap, jangan nyantai-nyantai saja, bisa terlena. Jadi jangan seperti pepatah orang jawa yang “alon-alon waton kelakon“, yang nyantai aja.
Alon-alon waton kelakon = budaya santai orang jawa. (??)
Langsung aku terbangun (maklum orang jawa asli), jadi ketika ada orang lain memakai istilah dalam budaya jawa yang nggak sesuai, langsung tanggap. O begitu ya. Jadi pepatah “alon-alon waton kelakon” menurut beliau adalah negatif, berkesan santai gitu.
Langsung aku counter back ke anak-anak ku. “Itu nggak benar !”
“Apa sih maksudnya pepatah itu pak ?”, anakku balik bertanya.
Maklum, meskipun orang tuanya jawa ndeles, tapi anak-anakku sudah nggak bisa berbahasa jawa (di bekasi ini bahkan yang dipelajari bahasa sunda). Jadi menjadi tugas orang tua seperti kami sekarang, untuk selalu melestarikan keagungan filsafat hidup orang jawa (yang tahu lho).
Begini “alon-alon waton kelakon” adalah suatu peribahasa yang arti harafiahnya adalah “pelan-pelan asalkan tercapai“. Itu biasa dipakai sebagai nasehat untuk banyak hal di Jawa, sebagai misalnya:
- untuk yang akan bepergian pakai kendaraan sendiri, jika diberikan, maka akan mengandung arti : jangan ngebut, yang penting hati-hati agar sampai di tujuan.
- kepada keluarga muda yang sedang merencanakan sesuatu yang besar, misalnya agar punya keturunan, agar sukses dalam mengembangkan rumah tangga (punya rumah sendiri), dalam hal tersebut artinya adalah : untuk membesarkan hati, jika usaha terus (meskipun pelan, mungkin karena kemampuan masih terbatas) maka akhirnya pasti akan diperoleh jugalah jika bertekun. Alon-alon, itu menunjukkan bahwa usaha tersebut tidak berhenti atau jalan ditempat, tetapi tetap bergerak, tetap diusahakan meskipun itu berat (mungkin karena keterbatasan pengetahuan, biaya, kesehatan dll)
Jadi dari ke dua contoh di atas itu saja, apakah itu berarti “alon-alon waton kelakon” adalah budaya santai.
Tidak khan !.
Jadi bagi orang bukan jawa, jangan sekali-kali memakai istilah atau mengartikan budaya jawa dengan apa yang tersurat saja. Karena orang jawa umumnya banyak memakai bahasa bersayap. Ngono yo ngono tapi ojo ngono. Apa yang disuarakan bukan mesti apa yang dimaksud. Tahu nggak itu ? Mungkin anda itu sedang di lulu. (apalagi ini ?).
Wah bingung pak, koq nggak jelas sih.
Ya oleh karena itu, jangan sembarang pakai istilah bahasa lain kalau nggak tahu. Bagi orang awam sih memang kelihatan bahwa yang makai itu seakan-akan tahu banyak, tapi bagi yang tahu, itu bahkan menunjukkan bahwa orang tersebut bodo keminter (sok pinter). 😀
alon-alon = pelan-pelan
waton = aturan / pokok / basic
kelakon = terlaksana
alo-alon waton kelakon = biar pelan tetapi aturan harus ditaati ( jangan melanggar aturan) bukan malas. contoh gampang, kalau lampu bangjo masih menyala merah jangan cvepat-cepat jalan, harus menunggu lampu hijau walau lama menunggu(aturan tercapai)
SukaSuka
waton itu adalah gelagar/ batang utama pada tempat tidur kalau bahasa jawa amben, memang kata-kata tidak bisa diartikan satu-satu, misal aja waton ngomong nanging ngomong nganggo waton, waton disini ada dua arti satu artinya asal, yang satu artinya aturan; aja rumangsa bisa, nanging bioa rumangsa; dll
SukaSuka
Ping-balik: Buru-buru Tak Perlu – Kepingan Kakap Paling Pojok