akreditasi PT, menyesatkan !?


Kita selalu gembar-gembor, berbangga ria, khususnya jika mendapat hasil penilaian akreditasi yang baik. Bahkan ada seorang petinggi, yang mengaku mengerti benar suatu universitas karena dia akreditornya. Intinya mau dikatakan bahwa akreditasi PT di negeri ini adalah satu-satunya indikasi jaminan mutu. Apapun halnya, jika itu dikaitkan dengan mutu suatu PT maka merekalah yang berhak mengevaluasi, kalau dari lainnya, perlu dipertanyakan ! Begitu ya ?

Apakah itu benar, sehingga dengan melihat hasil akreditasi yang baik itu, katakanlah berakreditasi A, maka calon mahasiswa dapat menjadikannya sebagai bahan pertimbangan utama dan berani mempertaruhkan waktu, harta maupun masa depannya dengan mengikuti studi di sana.

Jika itu demikian halnya, akan lebih baik mendengar pendapat seorang mahasiswa yang ternyata kecewa karena berpedoman uraian di atas, katanya PT-nya berakrediatasi terbaik, nyatanya selama tiga tahun di sana, dianya kecewa berat. Nggak sama dengan ekspetasinya.

Terlepas apakah akreditasi yang diberikan benar atau salah, berdasarkan kriteria yang diberikan DIKTI, dan para akreditornya telah bertindak jujur. Tapi adanya kekecewaan mahasiswa didalamnya rasanya ‘pasti ada yang tidak benar’ dengan cara akreditasi tersebut.

Kami persilahkan anda membaca sendiri surat mahasiswa tersebut.

Horas  Pak Wir, blog bapak jadi blog wajib saya kalau ngenet belakangan ini. Kebetulan kemarin cari artikel tentang jurusan tercintaku, eh ketemu blog bapak. Jadi keasyikan sampai sekarang baca tulisan-tulisan bapak….

Mau ngasih komentar dulu ya Pak..

Intisari yang saya dapat dengan topik di atas adalah, akreditasi itu ternyata banyak menyesatkan.

Terus terang hal itu benar-benar saya alami sendiri, dimana saya yang masih kuliah di sebuah PTN di Sumatera. Pada saat penerimaan mahasiswa baru, hal pertama yang di bahas oleh para “petinggi” jurusan saya yaitu tadi AKREDITASI. Akreditasi A*** . Awalnya saya yang berjiwa  muda, memiliki emosi yang masih labil, tentu sangat senang dan merasa itu sebagai “rejeki” nomplok untukku.

Tapi apa… setelah saya kuliah 3 tahun di sana, saya tidak melihat pencerminan dari A*** itu sendiri. Jadi kriteria – kriteria untuk penilaian sebuah institusi itu menurut saya perlu di bahas lagi deh, dibuat sebuah standar yang global yang semua orang bisa menerima, dinilai oleh orang – orang yang benar-benar independen.. Atau malah tak usah, karena bangsa ini sepertinya belum siap untuk itu. Memiliki akreditas yang kelewat tinggipun kalau tidak berbuat sesuatu untuk orang lain, bangsa dan negaranya untuk apa .. ???

Bantulah pula universitas – universitas swasta dan negeri di daerah yang boleh di bilang universitas timbul tenggelam pula. Apa lagi perguruan tinggi yang ada di Jawa sana, seharusnya hal ini sudah disadari dahulu. Dimana kalian telah banyak diuntungkan dengan keberadaan lokasi yang baik, perekonomian yang terpusat  di sana, pembangunan yang terus-menerus, seakan-akan indonesia ini cuman di Jawa saja..

Perbedaannya cukup tragis menurutku, masak… kamar mandi kalian lebih bagus dari tempat belajar kami, tempat kami mencapai cita-cita kami..???

Terus kalian yang lagi gencar-gencarnya membangun sarana wifi, supaya bisa internetan di mana-mana, kalau lagi duduk di mana aja bisa nge-net. Padahal kami apalah…, kami duduk cuman dapat pemandangan monyet-monyet yang masih banyak berkeliaran, babi hutan yang kadang-kadang juga jadi selingan, burung hantu yang jadi teman kami mendengar dosen.. ha.ha.ha.ha.ha.ha.ha.

Kalau sudah merasa lebih bagus, bantulah… Kirimin dosen yang bagus-bagus, pertukaran mahasiswa, biar jangan terlihat seperti anak tiri kami ini, biar kita terlihat lahir dari satu ibu, ibu kandung, ibu pertiwi…

Sebelumnya saya minta maaf kalau bahasa saya kurang pas, atau  kurang nyambung malahan…GBUs

Meskipun Jurusan Teknik Sipil UPH selama ini hanya mendapat akreditasi B dari DIKTI, tetapi rasanya tidak ada mahasiswa kami yang mengeluh seperti hal tersebut di atas. Mereka terlihat puas (semoga perkiraan saya benar adanya), yang mana itu ditunjukkan oleh begitu aktifnya kegiatan yang mereka lakukan, bahwa meskipun hanya berakreditasi B tetapi mereka bangga bersekolah di UPH.

Kenapa hanya B, ya maklum karena dalam penilaian, salah satu tolok ukur yang utama adalah jumlah mahasiswa. Para akreditor melihat bahwa jumlah mahasiswa di jurusan kami sedikit, tidak banyak seperti halnya pt yang lain. Ha, ha, ha, mutu koq bisa dihubungkan dengan jumlah.

Alasan mereka khan dengan jumlah, itu menunjukkan bahwa masyarakat mengakui sehingga pada bersekolah di situ (yang banyak itu). Ha, ha, ha, aneh apa pula ini, mungkin ya, mungkin tidak, tapi biasanya yang pasti, yang banyak adalah yang murah (biasanya lho).

O ya, tentang Jurusan Teknik Sipil UPH yang masih diakreditasi B, maka bukan berarti kami minder dengan tempat lain yang berakreditasi di atasnya. Ada memang yang kami akui bahwa sudah sepantasnya, tetapi ada juga koq, yang kami pertanyakan. Intinya ah, boleh-boleh aja, itu khan pendapat orang lain, yang penting kita bisa memberi lebih daripada mereka. Juga dengan status tersebut itu dapat menjadi introspeksi diri untuk tetap berusaha, kerja keras lagi, bahwa apa yang telah kami lakukan tidak cukup. Ini lebih baik dari pada terlena. Iya khan.

O ya, ada satu fakta, yang mungkin bagi sebagian orang merupakan suatu hal yang memalukan, tapi bagi kami para pendidik di UPH itu merupakan suatu bukti empiris bahwa petingginya mempunyai komitmen kuat di bidang pendidikan untuk menjadi sarana transformasi yang mulia dan tidak hanya sekedar sebagai mesin bisnis. Apa itu ? Jurusan kami sekitar tahun 2003 pernah hanya mempunyai mahasiswa sebanyak 4 (empat), bayangkan. Bagi penyelenggara pendidikan di tempat lain, pasti tidak akan membayangkan hal tersebut. Kami di sini juga demikian adanya. Para dosen tetap, semua down melihat kenyataan tersebut, malu, tidak percaya diri dan sebagainya, bayangan sudah jelas phk. Tapi ternyata komitmen di atas tidak demikian adanya, para petinggi kami di sini pasang badan.

“tidak ada phk-phk-an, emangnya kita membayar buruh, pendidikan adalah untuk masa depan, kita harus konsisten, itulah gunanya universitas dengan banyak fakultas dan jurusan, kita bisa saling membantu, yang paling penting bapak-bapak di Jurusan berusaha keras dan mengevaluasi kenapa itu bisa terjadi dan diusahakan untuk tidak terulang lag. Mari kita berusaha, juga berdoa, kira berserah kepada-Nya, semoga Tuhan memberkati”.

Suatu dukungan yang luar biasa, sejak itu, karena juga mungkin Tuhan yang berencana maka setapak demi setapak, kami terbangun, dan dapat percaya diri seperti ini. Intinya kecuali infrastruktur fisik, diperlukan juga komitmen pribadi dari pimpinan-pimpinan pt untuk mau melihat jauh ke depan, bahwa pendidikan tidak hanya untuk saat ini tetapi suatu rangkaian menuju masa depan yang lebih baik.

Tentang keinginan mahasiswa tersebut agar “pt jawa juga berbagi ke daerah”, saya kira menarik sekali. Saya kira itu menjadi pemikiran bersama, bagaimana strategi pelaksanaannya, karena sekedar memberi hadiah atau materi atau tepatnya memberi ikan saja maka itu belum tepat. Akan lebih baik jika dapat diberi pancing.

Pemahaman berbagi dengan strategi win-win dan tidak membebani telah saya coba ungkapkan dalam mengelola blog ini. Mungkin itu dulu, semoga ini menjadi motivasi dosen atau para ahli lain di Jawa untuk berbagi.

Salah satu strategi yang paling pas sebaiknya mulailah dengan kata kunci syukur, dan introspeksi ke diri sendiri. Bersyukurlah anda sudah bersekolah di PTN yang berakreditasi A, saya kira masih banyak lagi yang tidak mendapat kesempatan seperti. Dengan kondisi seperti itu, apa yang dapat anda berikan ke yang belum beruntung tersebut. Jangan mengandalkan orang lain. pastikan hanya anda dengan dukungan Tuhan itu semua halangan dapat dihilangkan.

God Bless You.

59 pemikiran pada “akreditasi PT, menyesatkan !?

  1. arya

    Intinya jangan sombong, kesombongan itu hanya membuat kita terlena sesaat
    kita juga harus tau kualitas universitasnya sendiri dulu, jangan hanya karena ‘nasionalisme’ kampus ,kita dibutakan,

    salam

    Suka

  2. hemm…jurusan sejarah USU tempat ku kuliah pernah, hanya menerima 10 orang di tahun 1998-2000. lalu membengkak sampai sekarang ada 70 orang tahun 2010. apakah ini bagian dari konspirasi akreditasi??? atau memang diminati??? (sejarah gitu lho?). atau itu hasil kerja keras dosen dan manajemen serta alumninya yang biolng kuliah di sejarah itu menyenangkan??? dan bermasadepan? wuahahaha…ribet analisisnya.

    kalau aku liat, di medan banyak PT tapi gak jelas semua…

    Suka

  3. neckon ambon.

    Mungkin benar taujuan pemerintah (DIKTI) dengan program akreditasinya adalah membuat sebuah standar/ ukuran bagi PT dalam menaikkan mutu pendidikan, sehingga terbentuk adanya kompetensi dalam membangun SDM. Tapi apalah gunanya bila dalam pelaksanaan penilaian terhadap sebuah PT, untuk diakreditasi, berada pada sebuah sistem yang dapat diatur(adanya praktek manipulasi akreditas/fiktif) oleh para akreditor? Dalam artian akreditas sebuah PT dapat ditentukan/diatur oleh pihak yg berwenang, sehingga PT A akreditasi A, PT B akreditasi B dst karena kepentingan tertentu? dari pada sibuk bikin standarisasi yang hanya akan menyusahkan rakyat (alumnus sebuah PT dalam mencari pekerjaan, dsbx, hal ini pula yg jd tolok ukur apalagi alumnus PT swasta) mending kirim tenaga pendidik secara merata ke daerah2 tertinggal.

    Suka

  4. Febrina

    Menurudku akreditasi itu penting. Itu berarti universitas itu sudah setara dng universitas yg lain di indonesia. Mungkin pelaksaannya masih belum maksimal, masih banyak kesalahan sana sini. Tapi pada saat kita melayani diseluruh penjuru indonesia kita diakui dan dibekali ilmu yg sama dg mahasiswa kampus lain. Buat apa pinter jago segala galanya tapi ga dibekali kecintaan terhadap tanah air. Cuma bakal jadi teroris, ato koruptor yg bahkan ijazah aja dipalsu. Buat apa bayar kuliah selangit kalau kehilangan makna bangsa sendiri, banyak kok kampus murah tapi ga murahan yg ttp mempertahankan nilai – nilai tersebut sehingga hasil akreditasi nya tetap baik.
    Jangan terpikat nama “internasional” ibarat makan kalo nama nya “gado – gado” yg hargany murah ga mau makan, tapi klo dikasih nama “salad with peanut sauce” trus harganya jadi 2 kali lipat, mau makan gitu..

    Suka

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s