banjir, sipil basah dan kering


Sudah biasa kita mendengar berita tentang banjir, bahkan jika ada berita banjir besar di Jakarta dan sekitarnya yang menjadi berita di TV, ya sekitar bulan-bulan ini, maka kadang mendapat telpon interlokal dari orangtua di Jogja, “omahmu kebanjiran ?”. Syukurlah sampai hari ini tidak kebanjiran dan semoga selanjutnya demikian pula adanya.

Kalau mengingat kata banjir, maka ingat pula bahwa itu berkenaan dengan tata pengelolaan air, waktu aku masih mahasiswa dulu di Jogja maka itu berarti adalah bidang peminatan khusus, yaitu “pengairan” dan “hidro“. Waktu itu sekitar tahun 1983-1988, mahasiswa teknik sipil telah mengenal lima kelompok peminatan studi yaitu konstruksi, pengairan, hidro, transportasi dan umum. Itu sebenarnya merupakan pemecahan dari bidang yang sebelumnya dikenal sebagai “sipil basah” dan “sipil kering“.

Pada saat saya sekolah dulu, sekitar tahun 1988, di gama ada anekdot bahwa teknik sipilnya yang kuat adalah sipil basah atau “peminatan hidro”. Bahkan yang paling baik di Indonesia, gitu kata orang. Jelas itu berita khan dari mulut ke mulut, benar atau salah nggak peduli, sebagai mahasiswa dengan wawasan terbatas, dan kebetulan informasi tersebut ‘menghibur’, maka diterima saja dan di amini. :mrgreen:

Meskipun mengetahui bahwa bidang peminatan hidro merupakan bidang yang paling baik di jurusan tersebut (teknik sipil gama) tetapi pada saat-saat akhir ketika penjurusan, aku tidak memilih bidang tersebut. Alasannya sederhana, aku tidak bisa berenang ! πŸ˜›

Memang lucu tentang alasan yang kupakai untuk memilih bidang peminatan, yang nantinya mungkin akan menjadi jalan hidupku. Tetapi terlepas dari alasan tersebut, ada hal yang menjadi ciri dari pilihan-pilihan hidup yang kuambil, yaitu bahwa apapun itu adalah hal-hal yang disenangi. Jika sudah senang (tertarik) serta mantap maka tidak peduli dengan kata orang yang lain. Jelek sih. Tapi jika bidang-bidang tersebut positip maka itu ada untungnya, yaitu dapat fokus. Karena disenangi dari dalam hati maka tidak terasa jika itu suatu tanggung jawab, ya seakan-akan berjalan aja. Seperti halnya sekarang ini, yaitu menulis, yang merupakan salah satu tanggung jawab “schollar”, setelah menjadi suatu kesenangan maka tidak terasa jika setiap hari mencoba untuk menulis satu artikel. Betul suatu artikel, tidak sekedar cuap-cuap kata sembarang. Selalu ada tema dan ada yang dapat direnungkan. Coba aja kalau tidak percaya !

Kembali kepada pilihan peminatan tadi. Kadang kala ketika mengingat kembali kata banjir seperti sekarang ini maka aku bersyukur bahwa bidang yang aku ambil adalah konstruksi dan bukan hidro. Coba bayangkan saja, jika aku mengambil bidang hidro, dan itu menjadi keahlianku yang profesional kemudian ada yang bertanya gimana agar tidak banjir ? Coba, aku harus menjawab apa. Jika aku jawab, ya begitulah karena alam. Kalau udah begitu lalu untuk apa manfaat ilmuku.

Jika pertanyaan itu diubah menjadi seperti ini, “kalau begitu ilmu hidro tersebut signifikan tidak“. Memang diperlukan atau tidak ?! Jika tidak penting, ngapain orang menggaji ahli tersebut !?.

Ketidak pastian seperti itulah yang menyebabkan banyak orang yang mestinya memanfaatkan ilmu tersebut menjadi tidak memanfaatkannya. Ilmu drainasi hanya menjadi ilmu di sekolah-sekolah ataupun hanya yang bekerja di PU. Apakah itu dipakai untuk kehidupan pada umumnya ?

Kayaknya koq tidak.

Itu buktinya, kota Depok yang terletak tinggi di atas Jakarta ternyata kebanjiran juga. Kata orang PU sih karena drainasinya tidak mencukupi. Lho kenapa tidak mencukupi, siapa sih yang menghitungnya ?

Itu pekerjaan insinyur sipil pak !

Insinyur sipil ? Eh aku ? Bukan ! Aku structural engineer ! He, he, he.
**lalu beringsut cepat-cepat melarikan diri**

Sumber acuan :

14 pemikiran pada “banjir, sipil basah dan kering

  1. Santanu

    Mungkin hampir sama di perguruan saya dulu, kebanyakan mengambil struktur, transportasi, manajemen konstruksi terakhir teknik sumber daya air. Dari dulu teknik sumber daya air (tsa) memang tempat orang-orang agak aneh, cara memberi nilai ataupun kelakuan, tapi lab studionya gak pernah gelab karena banyak proyek.

    Saya kebetulan ambil tsa. Setelah lulus proyek keairan umumnya selalu berada jauh dari kota. Dan umumnya menjadi sifat mereka mengalir seperti air. Beda dengan orang struktur yang proyeknya di kota besar tapi bekerja 24 jam. Dulu di proyek kami, masih bisa mancing, sambil menunggu pekerjaan. Dan Dosen senior ataupun Senior Manajer Proyek, kami mengatakan hal yang sama “Belum Menjadi Insinyur kalau belum mengalahkan air”. Susahnya Ilmu Keairan, syarat dengan pendekatan empiris dan statistik, (Umumnya tidak disukai orang).

    Kembali ke banjir, formula empiris untuk menghitung debit banjir ada yang menggunakan rasional dan statistik. Di kedua formula pendekatan tersebut ada yang disebut koefisian lahan atau tataguna lahan. Koefisien ini yang berhubungan dengan kebijakan (politik) pembangunan atau kelakuan masyarakat dalam membangun. Koefisien ini tidak bisa di kendalikan oleh Ahli Hidro Manapun kecuali oleh Pemegang Kebijakan.

    Banjir2 yang terjadi sudah terlihat akibat mengelolaan lahan yang tidak terkendali. Jadi saya mohon maaf yang salah Pemerintah gak bisa mengendalikan lahan. Kemudian masalah berikutnya adalah pemeliharaan infrastruktur menyedihkan.

    Jadi bukan salah Ilmu hidronya, bukankah belum ada Bendungan (Dam) Yang jebol? (jangan sampai), kalau Bendung (weir) memang ada yang jebol karena banjir.

    Trims

    Suka

  2. Di Sipil UGM, sejak kurikulum 2001 sudah tidak ada penjurusan. Jadi secara tidak langsung mahasiswanya harus ngerti semua. Kalo mau mendalami suatu bidang harus belajar sendiri. Ada untung ruginya. Di tempat lain gitu ndak ya?

    Suka

  3. wir

    @Nafry Marmata

    ngga ada … yang pakai nurani … mungkin termasuk abang…

    Terus terang saya terperangah dengan pernyataan saudara, meskipun sudah dilengkapi kata netral yaitu ‘mungkin’ tapi jelas dalam hati saudara pasti menyatakan itu. Bagaimanapun juga, saya sudah mendedikasikan hidup sebagai seorang guru atau dosen, jadi punya murid. Maka akan sangat memprihatinkan jika seorang murid ternyata diajar oleh seorang guru ternyata tidak punya nurani.

    Itu sangat penting karena anda menyinggung kata nurani sampai dua kali (di sini juga). Terus terang jika saya tidak punya nurani berarti blog ini juga tidak punya nurani, kasihan pula jika dibaca banyak teman-teman lain.

    Apa betul saya tidak bernurani ?

    Apa argumentasi saudara yang mendasari sehingga saya dapat dikategorikan seperti itu ?

    Suka

  4. jedliem

    Kalo dilihat dari pertama kali ilmu sipil masuk ke indonesia, sebenarnya basic-nya sudah kuat karena mendapat pengaruh dari metode Belanda. Kita semua tahu bahwa Belanda jago di ilmu tentang air. BKT timur dan barat juga telah diantisipasi, tapi kenapa kita tidak meneruskan? Apakah engineer pengairan kita tidak bagus?

    Suka

  5. Lha kalo Pak Wir ga punya nurani, udah dibunuhi semua murid2nya, masuk penjara, & blog ini akan terbengkalai.

    Betul ga Pak Wir he…he…he…bercanda pak wir, maaf.

    Pak Wir, urun rembug aja kalo masalah banjir hanya dibebankan hanya pada satu orang, atau mungkin dibebankan pada pemerintah yo opo adil? Saya rasa koq tidak adil. Ga gampang lho ngurusi banjir jika tidak didukung oleh banyak orang.

    Misal nih proyek BKT yang sedang digarap, tujuannya JELAS, mengatasi BANJIR, tapi jika masyarakatnya masih “hobby” buang sampah di sungai, menyalahgunakan lahan hijau, melakukan ilegal logging, mempersempit DAS mmmmm…..percuma khan bikin proyek BKT ataupun proyek2 lain yang bertujuan ngatasi BANJIR.

    Yang kita butuhkan adalah setiap orang Indonesia yang berkomitment bahwa INDONESIA ADALAH TANGGUNG JAWAB SAYA!!!

    Sungguh INDAH bukan Pak Wir?

    Mereka tidak mencari alasan2 untuk pembenaran pendapat mereka masing-masing. Mari mulai SEKARANG kita rubah negeri ini mulai dari hal yang terkecil, mulai dari diri kita.

    Suka

  6. Inra

    Pagi Pak Wir πŸ˜€
    Wew… kalo di Universitas Riau Belum ada Penjurusan.

    Mata kuliah Pilihan Saya :
    Struktur Beton III
    Struktur Baja III
    Rekayasa Sungai

    Kerja Praktek :
    Peningkatan Jalan Lintas Timur Sikijang Mati Simpang Lago (Riau)

    Penelitian:
    Perangkatlunak Penelusuranbanjir metode Muskingum dengan Borland Delphi 7.0 πŸ˜€

    Ya Menurut saya ya pak… Struktur Oke + Hidro Oke , Jalana/Transportasi Juga oke…ya…semua harus bisa intinya πŸ˜€ πŸ˜€

    kekek Belajar Set Mode On

    Suka

  7. wir

    ya, ya Inra, anak muda memang harus begitu, harus idealis.
    kalau begitu dengan ilmu yang anda kuasai itu maka proyek pertamanya adalah

    rekayasa konstruksi jembatan komposit (baja dan beton) bebas bahaya banjir 100 th-an di atas sungai di daerah Riau dan sekitarnya untuk meningkatkan kapasitas jalan lintas timur Pulau Sumatera

    Pokoknya lengkap, gitu khan. πŸ˜›

    Suka

  8. inra

    πŸ˜€ PakWir bisa saja … :D, tapi prediksi pak Wir proyek pertama saya lumayan meleset jauh loh ..xixiix…:) .Proyek pertama saya sebagai Drafter Freelance pada pembangunan Tower Pro XL di Riau… πŸ˜€

    Suka

  9. Selamat siang Pak.. Ini baru mampir dan melihat reaksi bapak. Maaf kalau sampai membuat bapak merasa tidak enakan, boleh saja saya menilai bapak karena masih mengenal bapak dari luarnya saja, walau maksud saya bukan begitu.
    Ibuku seorang Guru, mengajar disalah satu Sekolah Swasta di kampung. Saya selalu protes dan berdiskusi, mengapa anak Indonesia/Siswa tidak lebih banyak diajarkan tentang Positive Mental Attitude. Tentang malu meminta, tentang malu korupsi, malu mencuri. Diajarkan kondisi real bangsa ini dengan mentalnya. Padahal bangsa ini sebegitu hebatnya dahulu, sekarang compang-camping. Kenyataannya adalah Siswa sekarang cerminan dari para seniorannya termasuk Dosennya/gurunya/ibunya.bapaknya, termasuk mungkin ibuku, walaupun belum tentu bapak. Namun ibuku bukanlah satu-satunya Guru yang bisa menentukan segalanya (Seperti kata P Sasono). Namun Ibu selalu berkata bahwa bangsa ini terdegradasi dari peradaban tak lebih adalah kesalahan generasi mereka, dan banyak berlaku dari Guru/Dosen sebagai tenaga pendidik bangsa ini. Maaf Pak, Ibuku selalu bilang bahwa kesalahan bangsa ini adalah disebapkan para Guru dan Dosen, yang disebapkan guru dan dosennya sebelumnya. Namun tidak semuanya, masih tetap ada yang berdiri digaris idealisme (Mudah-mudahan Bapak Demikian). Tapi sadar atau tidak setiap manusia sudah terjauhi dari Nurani yang bersih pak, sekecil apapun, karena setiap manusia sudah bergelimang dosa. Hanya saja kita menutupinya dengan teori pembenaran kita sendiri.

    Suka

  10. Water_girl

    Maaf sebelumnya karena begitu membaca posting tulisan ini saya jadi berpikir karena saya adalah Sarjana Teknik Pengairan salah satu Universitas Negeri di Malang . Memang mulai dari jaman dulu sampai sekarang, banjir adalah Kisah klasik yang masih belum tertuntaskan juga entah sampai kapan….

    Saya sendiri pernah bingung mo ngomong apa ketika ada yg menanyakan sebenarnya siapa yg patut disalahkan dalam mengatasi permasalahan banjir di indonesia ini. Bagaimana tidak, disatu sisi daerah banjir, tetapi didaerah yang laen kekeringan. Kontras sekali 😦

    Saya juga pernah bekerja pada sebuah konsultan yg waktu itu mengerjakan proyek penanggulangan banjir di luar jawa, dan yang sangat saya sesalkan ternyata tanggul yang baru dibangun kurang dari setahun sudah ambrol tergerus banjir…… Dari situ timbul pertanyaan siapa yg mesti disalahkan??? Mungkin juga banyak jawaban yg sudah tergambar diotak saya waktu itu sebagai salah satu dari sekian banyak orang2 proyek (Begitulah orang2 awam menyebut Org2 yg bekerja di kontraktor dan konsultan)

    Saya merasa Ilmu apa yg bisa saya kuasai selama 4,5 tahun kuliah?? Ternyata setelah masuk di dunia kerja (konsultan) saya jadi tau aplikasi ilmu2 yg selama ini saya pelajari ternyata juga dipengaruhi oleh asumsi2 yang mungkin saya sendiri masih bingung… Benar2 idealisme seorang Mahasiswa yg dulunya notabene mantan aktifis dapat digoyahkan disini…………

    Tetapi sekali lagi, Jika tidak ada bencana Banjir mungkin saya ataupun temen2 seprofesi lainnya tidak akan mendapat pekerjaan… πŸ™‚ walaupun itu sama artinya dengan tertawa diatas penderitaan korban banjir…

    Terima kasih

    Suka

  11. arie

    kalau mau jujur, semua bidang pekerjaan di indonesia ini gak ada yang tanpa masalah boz. sama aja bagi para structural engineer, lihat kondisi jalan kita???????????
    bukan desainnya yang gak bisa tapi PELAKSANNANNYA. Bisa aja tuh insinyur2 buat yang oke, tapi ya itu tadi!!!!!!

    Suka

  12. Hendrik Wijaya

    @arie..
    Semua bidang, keahlian dan tempat pasti masih ada masalah nya.. klo tidak ada masalah lagi, para ahli (mis: engineer) ga ada lapangan pekerjaan nya lagi,, ga ada yg harus dipikirin lg..
    hehehe..

    tapi kok ya masalahnya ga beres2 dan malah makin runyam yah, hihihih…

    Bukan pesimis, cm biar jadi bahan perenungan kita semua..

    GBU all

    Suka

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s