Jakarta hanya bagi yang “mampu” saja
Sebuah renungan hasil kemacetan di Jakarta
Bagi seorang komuter Bekasi-Lippo Karawaci, membelah Jakarta adalah suatu keharusan. 😦
Puji Tuhan itu dapat dilakukan dengan kendaraan sendiri, meskipun sudah tua tapi Toyota. Jadi reliable gitu lho. Jika jalan lancar, tentulah pikiran fokusnya adalah jalan didepannya, harus hati-hati, jadi tidak ada waktu untuk merenung.
Jadi di jalan bisa merenung, kenapa ? Ya tahu sendirilah, itu karena macet, maju hanya beberapa meter lalu ngerem lagi. Jadi yang kerja hanya kaki kiri nginjek kopling (maklum kendaraan tua jadi belum otomatis). Jika kaki kiri sibuk nginjek kopling, lalu tangan kanan sibuk mindahin kompling juga, maka mata jelalatan bisa kemana-mana.
Tahu sendiri juga, kalau ditengah tol macet, mata jelalatan, maka yang dapat dilihat hanya dua, yaitu mobil-mobil bagus mewah, yang mungkin adanya hanya di kota jakarta; dan gedung-gedung tinggi.
Tetapi kemaren, mataku tertumbuk pada fasilitas umum yang sekarang sedang ngetrend di bangun di Jakarta, yaitu halte busway, jalur Cawang-Grogol, tepatnya di depan gedung MPR jalan S. Parman.

Coba apa yang ada dalam pikiran anda, berkaitan dengan pekerjaan konstruksi halte bushway tersebut. Khususnya tangga akses dari jembatan penyeberangan lalu turun ke halte. Itu merupakan akses keluar-masuk satu-satunya lho.
Tentu banyak pendapat bisa diungkapkan tentang keberadaan tangga tersebut. Ada yang kagum tetapi ada pula yang ngeri, waduh tingginya. Aku mungkin berpendapat yang terakhir. Kenapa ? Jelas naik-turun tangga bagi orang-orang muda tentu tidak menjadi masalah. Tapi bayangkan jika itu adalah orang tua atau orang cacat. Jelas itu merupakan suatu kendala. Padahal tangga tersebut merupakan satu-satunya akses keluar dari halte tersebut setelah turun dari busway. Bayangin juga, jika ada ibu-ibu membawa barang-barang perbelanjaan dan juga membawa anak-anak kecil. Apakah naik atau turun tangga setinggi itu tidak menjadi suatu masalah.
Busway adalah sarana transportasi jakarta, yang ingin menunjukan bahwa infrastruktur kota adalah baik adanya, tapi dengan fakta seperti itu maka dapat dikatakan bahwa pemakai sarana tersebut hanya orang-orang tertentu, yang “mampu” melewati tangga tersebut.
Jadi jika anda tua nanti, apakah anda yakin mampu memanfaatkan fasilitas umum tersebut ?
Wah kalau aku nggak pak Wir ! Males pakai kendaraan umum ! Pakai kendaraan sendiri saja.
Kalau bisa pakai kendaraan sendiri, berarti “mampu” juga dong. Bagaimana kalau ada orang orang yang secara finansial tidak mampu pakai kendaraan sendiri, dan juga secara fisik (kesehatan / cacat / usia) berkeberatan melewati tangga yang terjal tersebut. Lalu gimana ?
Ya dirumah aja pak !
Lho koq begitu. Jadi intinya, fasilitas umum yang ada di Jakarta ini hanya diperuntukkan bagi orang yang “mampu” aja ya. Jadi jika anda tinggal di Jakarta, dan mulai berumur 40-an ke atas, pikirkan apakah anda bisa dikategorikan “mampu“.
Jika tidak, kelihatannya hidup di daerah lebih menyenangkan lho. 😛







Tinggalkan Balasan ke maulana Batalkan balasan