Silahkan baca terlebih dahulu pertanyaan sdr Rendy, mahasiswa teknik sipil tahun pertama sbb :
salam kenal pak wir..
saya rendy, mahasiswa t. sipil unpar (univ. parahyangan). baru masuk tahun ini (semester I). saya mau bertanya.
- apakah d saat melamar pekerjaan nanti, lulusan darimana seseorang itu berpengaruh ? saya dengar dr org2 katanya klo yg univ. negri lebih d prioritaskan di bandingkan dengan yang swasta ..
- dan terakhir..saya denger2 dr org2 yg juga civil engineer.. ktnya t.sipil unpar itu bagus.. termasuk salah satu yg di perhitungkan..apakah benar demikian..?
bagaimana menurut bapak menanggapi pertanyaan2 saya tersebut..?
Saya kira cukup menarik pertanyaan tersebut untuk diulas, saya yakin banyak anak-anak muda serupa yang mempunyai pertanyaan sama mirip. Khususnya bagi mereka yang tengah memikirkan masa depannya nanti. Idenya seperti halnya seseorang musafir (pengelana) yang menemui persimpangan jalan, jika yang bersangkutan asing maka dalam benaknya pasti timbul pertanyaan: “Jalan mana yang sebaiknya dipilih agar sampai pada tujuan“, dan bila sudah dipilih jalannya, maka ketika ragu (misal menemui halangan) maka akan timbul pertanyaan yang serupa seperti itu tadi. “Apakah sudah benar jalan yang aku pilih ini ? ”
Jadi pertanyaan itu timbul karena adanya keragu-raguan terhadap apa yang menjadi pilihannya (universitas tempatnya belajar sekarang). Keragu-raguan tersebut tentu dikaitkan dengan apa yang diharapkan nantinya. Jika nantinya saja tidak tahu, atau cuek, maka tentu tidak ada pemikiran seperti itu. Dari pertanyaan yang diajukan oleh saudara Rendy di atas, maka apa yang diharapkannya cukup jelas dan sederhana, yaitu setelah lulus sekolah maka ingin mendapat kerja yang baik. Tentu itu ada kaitannya dengan harapan agar kesejahteraan hidupnya terjamin nanti. Betul bukan ?!
Dengan demikian maka pertanyaan di atas akan sangat baik jika diajukan jauh hari sebelum pilihan masuk universitas tersebut dijatuhkan. Bahkan saya pikir, itu harus menjadi pemikiran yang utama untuk memastikan bahwa “pilihan” yang diambil adalah sudah benar. Sehingga setelah dipilih, maka tidak perlu ada keraguan lagi. Ingat unsur keraguan adalah kontra produktif. Jadi agar sesuatu dapat terwujud maka perlu dimulai dari unsur keyakinan bahwa itu memang akan terwujud. Tanpa adanya itu maka kemungkinan besar yang dijumpai adalah kegagalan adanya.
Keyakinan dalam hal tersebut merupakan unsur yang penting, bahkan menurut saya adalah paling penting yang menunjang keberhasilannya anda mencapai tujuan.
I tell you the truth, if anyone says to this mountain. ‘Go, throw yourself into the sea’, and does not doubt in his heart but believes that what he says will happen; it will be done for him.
Mark 11:23
Nash di atas sudah ada ratusan bahkan ribuan tahun yang lalu, dan saya pilih karena saya pribadi telah membuktikannya. Mohon maaf itu dari literatur kristen, tetapi saya yakin pada literatur kuno atau agama yang lain pasti ada yang mirip.
Anda yakin tidak ?
Jika sudah yakin dengan pilihan anda, tentang sekolah anda (bisa juga yang lain), maka saya kira uraian saya tidak perlu diperpanjang lagi. Sudah jelas khan.
Masalah masih ada selama masih ada keraguan tentang sekolah (hal-hal) yang anda ambil. Tentang keyakinan tersebut, jika kita tidak tahu sama sekali, maka anda bisa meminjam keyakinan dari orang lain yang anda percayai betul (misal orang tua, pacar, atau guru anda). Bagaimana keyakinan orang kepercayaan anda tersebut terhadap hal-hal yang anda ragukan tadi.
Semakin banyak, orang yang yakin akan kebenaran positip hal-hal yang anda ragukan, maka akan semakin berkurang keraguan yang anda miliki, sampai pada akhirnya anda mempunyai keyakinan itu sendiri.
Dengan berpedoman pada keyakinan tersebut maka jelas pertanyaan pertama anda dapat dijawab, bahwa “dari mana lulusan sekolah tersebut berasal” pasti berpengaruh. Karena itu juga tergantung dari pengalaman orang tersebut yang menimbulkan keyakinan di hatinya. Coba bayangkan, ada dua kandindat, sama-sama sehat, sama-sama punya ijazah, bahkan dengan nilai IPK yang sama satu dengan yang lain, jika anda orang yang punya otoritas memilih maka kandidat dari UNPAR (karena anda dan saya juga dari sana) tentu lebih prefer daripada kandindat dari tempat lain yang namanya sekolahnya saja mungkin belum diketahui. Saya kira ini sangat personal atau subyektif sekali.
Tentang hal tersebut, tentu anda bisa membayangkan sering diberitakan ada kampus yang sering berkelahi antar mahasiswanya. Bahkan tidak ada berita lain yang positip, kesannya bahwa kampus itu isinya kalau tidak demo, berkelahi atau protes. Kemudian jika pemahaman tersebut dipunyai juga oleh seorang HRD (otoritas yang menentukan pegawai baru) maka jelas, ketika yang bersangkutan menerima lamaran dari alumni kampus yang suka berkelahi tersebut maka yang bersangkutan pasti curiga. Jangan-jangan ini mahasiswa yang suka bikin masalah. Jika ternyata tidak ada prestasi yang menonjol yang dapat dijadikan jaminan maka yang bersangkutan pasti akan menyingkirkan kandindat tersebut. Saya kira ini manusiawi, bukan masalah ini negara demokrasi atau bukan. Intinya “nggak mau ambil resiko”. Cari aman. 🙂
Informasi tentang kampus yang penuh kekerasan tidak mengada-ada lho, ini saya baca dari harian Kompas. Perlu lho dipikirkan jangan sampai kita atau anggota keluarga kita menjadi terlibat di dalamnya, karena bukan hanya terjadi di daerah, ada juga di ibukota lho, baca link-berikut :
- Mahasiswa UKI Dipindahkan – Kawasan Salemba Akan Ditata Ulang, Kamis, 23 Oktober 2008
- Sisi lain – Calon Intelektual yang Berkelakuan Barbar, Minggu, 19 Oktober 2008 | 01:08 WIB
- KERUSUHAN di Kampus – Mahasiswa UIM Tawuran , Minggu, 19 Oktober 2008 | 01:06 WIB
Tetapi hal tersebut bisa berbeda ketika yang punya otoritas memilih tersebut mengetahui kondisi yang sebenarnya, misalnya telah berinterakasi sebelumnya dalam suatu pekerjaan yang mana orang tersebut sangat puas dengan kinerja yang diberikan. Dalam hal ini, maka asal sekolah menjadi bukan yang utama lagi. Hal ini pulalah yang menjadikan seorang mahasiswa saya, yaitu Frans di kantornya di singapore punya anak buah yang berasal dari universitas ternama disana (baca ceritanya di sini). Karena yang dinilai lebih kepada kompetensi pribadi yang bersangkutan.
Jadi kesimpulannya, jika tidak ada data yang menunjukkan kelebihan seseorang di antara yang lain, maka jika hanya ada informasi tentang asal sekolahnya, maka hal tersebut dapat dijadikan petunjuk mengenai kualifikasi seseorang. Saya kira ini wajar, sebagai contoh, kalau mau cari produk susu, maka carilah dari negeri Selandia Baru dan bukan dari Cina. Padahal tidak perlu mengetahui brand dari susu tersebut. Tahu khan kenapa ? Jika tidak tahu, baca ini dulu.
Tetapi jangan kuatir, jika kita punya keunggulan yang sifatnya personal dan menonjol dibanding yang dari kampus berlabel maka jangan kuatir. Pasti ada perhatian untuk itu. Apalagi kalau anda dapat membuktikan itu dan mendapatkan rekomendasi dari pemakai yang dikenal maka selanjutnya pasti lancar. Ok.
Kembali kepada keyakinan.
Keyakinan tentu tidak datang sembarangan atau tanpa alasan. Jelas perlu alasan kuat untuk menghasilkan keyakinan, apalagi jika itu berkaitan dengan hal-hal yang empiris yang dapat dicari bukti keberadaannya.
Untuk sekolah-sekolah yang sudah lama ada maka satu cara sederhana untuk mengetahui tingkat keunggulannya adalah mencari tahu tentang alumni-alumninya. Bagaimana mereka berkiprah di masyarakat (cepat dapat kerja), dan juga bagaimana mereka merespons kembali kepada sekolahnya yang dulu, bagaimana cara mereka menghormat almamaternya. Jadi jika banyak alumni suatu sekolah, merasa bahwa dahulu mereka tidak dapat apa-apa atau kecewa, maka hati-hatilah. Pasti ada sesuatu. Ciri-ciri sekolah yang baik apabila banyak dari alumninya merasa bangga lulus dari sekolah tersebut.
Tentang UNPAR yang menjadi sekolah kamu sekarang Rendy, jangan kuatir. Saya sebentar lagi akan menjadi alumni untuk program S3-nya. Sebentar lagi saya mempunyai gelar doktor dari UNPAR. Tentang hal tersebut, saya bangga dan tidak minder dibandingkan doktor dari universitas lainnya, bahkan yang negeri sekalipun. Jika anda percaya saya, maka saya kira ini dapat menjadi peganganmu untuk menambah keyakinanmu untuk bersekolah di situ. Saya ngomong ini tentu tidak sekedar kecap, saya telah berinteraksi langsung di kampusmu di Ciumbuleuit hampir lima tahun ini, jadi cukup waktu untuk mengevaluasinya. Tentang hal tersebut anda bisa merenung nash berikut.
Untuk mendapat buah yang baik, pohonnya harus subur. Kalau pohonnya tidak subur, buahnya tidak baik juga. Subur tidaknya suatu pohon diketahui dari buahnya.
Matius 12:33 (BIS)
Bagaimana ? Sudahkah kamu menemukan keyakinan akan sekolahmu. Mantap ? Jika tidak mantap, maka harus kamu cari dulu, mana yang mantap. Lebih baik kamu kehilangan waktu dan mencari yang kamu mantapi dari pada menyesal nanti dikemudian hari.
Jika strategi diatas masih belum mendapatkan keyakinanmu yang kamu perlukan maka kamu perlu melakukan investigasi tersendiri terhadap institusimu tempat kamu belajar sampai kamu yakin bahwa apa yang kamu pilih atau kerjakan adalah baik adanya.
Untuk mengevaluasi pendidikan adalah sebagai berikut. Pendapatku ini ternyata sama persis dengan pendapat seorang pendeta terkenal yang tempo hari menyelenggarakan seminar tentang pendidikan kristen di Senayan, yaitu pendeta Stephen Tong.
Kualitas suatu pendidikan ditentukan berdasarkan urutan-urutan sebagai berikut:
- Guru-nya siapa
- Apa materi atau metoda yang diajarkan
- Siapa saja murid-murid-nya
- Bagaimana kondisi infrastruktur tempatnya belajar.
Jadi keempat unsur tadi sangat berguna untuk mengevaluasi mutu suatu institusi pendidikan yang belum menghasilkan buah. Meskipun mestinya relevan juga untuk institusi yang sudah lama (yang sudah menghasilkan alumni).
Jadi jika merunut unsur di atas maka jangan mudah terkecoh dengan tempat belajar yang megah, tetapi ternyata guru-gurunya sembarangan. Tapi juga hati-hati, ketika melihat daftar guru (dosen) yang ditampilkan pada brosur sekolahnya, apa betul mereka-mereka yang ditampilkan tersebut benar-benar meluangkan waktu untuk mengabdi atau berkarya pada institusi pada brosur tersebut. Adapun di Indonesia, kelihatannya sangat mudah mencantumkan nama-nama tenar pada brosur iklannya, padahal ketika sudah masuk kedalamnya, belum tentu dalam satu semester akan ketemu dengan orang yang namanya tercantum pada brosur tersebut.
Jadi adalah sangat menarik untuk mengetahui reputasi dosen-dosen tetap pada institusi tersebut. Hal ini pernah aku jadikan saran bagi mahasiswaku ketika akan mengambil kuliah di program S2 yang kebetulan di UPH belum ada, maka aku sarankan untuk mengambil program S2 di tempat lain yang dosen-dosen tetapnya mempunyai reputasi akademik yang baik, dan tidak asal murah saja.
Saya kira tulisan saya yang panjang lebar ini telah dapat menjawab pertanyaan anda. Ok !
dear rendy.
pertanyaan yang menjadi kekuatiran bagi sebagian mahasiswa yang baru masuk dan bahkan yang akan lulus tentang nasibnya. kadang kita bangga dengan kuliah yang memiliki brand yang lebih bagus. sama hal nya ketika kita tanya mana yang bagus lulusan luar negeri dan lulusan dalam negeri ?.
kalau saya pribadi yang pernah mengalami hal tersebut. saya salah satu alumni kampus swasta Jogja yang kampusnya ada di jalan Kaliurang. alhamdulilah saya kerja di salah satu konsultan civil di Batam. pengalaman yang saya alami waktu saya bergaul dengan teman2 yang kuliah di kampus negeri di Jogja. kadang mereka selalu menceritakan tentang kampusnya, tentang tugas2nya, tentang proyek2nya ama dosennya yang menarik sehingga secara sepintas menyiutkan nyali saya. tapi perasaan seperti itu bisa diatasi dengan keyakinan atas kemampuan yang kita miliki.
kalau saya memiliki keyakinan “saya akan menyatakan kalah, kalau saya telah di adu kemampuan keilmuannya dan dinyatakan kalah untuk hal itu, tapi kalau belum diadu, berarti kita memiliki kemampuan yang sama” sehingga kita tidak perlu merasa merendah kita kuliah dimana yang penting kemampuan yang kita miliki apa….?.
karena literatur yang kita pelajari untuk dunia civil sama baik di luar maupun didalam negeri jadinya kita tidak perlu takut. sekedar sering aja dari cerita teman2ku yang kerja di perusahaan asing di batam. mereka bilang kerja diperusahaan asing di batam ijasah no sekian yang penting skill kita apa.
semoga sukses
SukaSuka
pak wir, saya mau tanya dong:
saya kan 1 tahun lagi (rencananya) sudah lulus s1 teknik sipil dan ingin melanjutkan langsung ke s2 tapi bingung mau di dalam negeri atau luar.
1. Nah yang saya tanyakan apakah ada perbedaan besar bila gelarnya dari luar atau dalam negri dalam mencari pekerjaan di Indo?
2. kalo Univ. Luar yg teknik Sipilnya bagus dimana ya pak?(kalo bisa yang ada beasiswa fullnya)
sekedar info: kemarin saya tanya2 teman saya yg kul di NTU bilang teknik sipil NTU ratingnya masih kalah timbang Parahyangan lho… entah taunya darimana
Terima kasih.
SukaSuka
@Adin
Saya setuju dengan pendapatmu, jangan berkecil hati dengan kemampuan yang kita punyai. Jika ingin diadu, adulah pada bidang yang menjadi kompetensimu. Jika tidak, maka jangan mau.
Sedangkan jika ada bidang yang belum menjadi kompetensimu, sedangkan dirasa bidang tersebut perlu kamu kuasai (mungkin karena kebutuhan karirmu) maka solusinya adalah “belajar lagi”. Jangan takut, belajar tidak mengenal batas usia.
@Sam
Alumni luar atau dalam ? Wah saya kira itu tergantung asalnya. Yah, ibarat beli motor, yang satu rakitan dalam negeri produk Astra, yang satunya luar negeri, impor, tapi dari China. Kamu khan bisa menilai.
Jaman globalisasi dengan dibantu infrastruktur internet yang baik, maka saya kira menyebabkan penyebaran ilmu pengetahuan sudah tidak menjadi masalah lagi.
Tetapi mutu sekolah itu khan ditentukan dari:
1. guru
2. materi / atau metode
3. murid
4. infrastruktur
Jadi jika anda mau membandingkan “luar” dan “dalam”, maka bandingkan yang pertama dulu, sesuai urut-urutan di atas. Jadi jika anda bilang rating NTU kalah sama Parahyangan, maka darimana asalnya. Jelas kalau dari urut-urutan di atas koq kayaknya nggak seperti itu ya. Mungkin dari sisi lain ??
SukaSuka
Selamat Siang Pak Wir,
Karena jam kerja yang begitu panjang (pagi sampai malam), untuk mempelajari ilmu teknik sipil, apa bisa secara oto didak, atau minimal kuliah ilmu teknik secara on-line?
SukaSuka
Tulisan bapak diatas tertuju pada kampus YAI,UIM,UKI. Menurut pendapat saya,sah-sah saja jika Pak Wir menilai sesuatu dengan melihat sisi negatipnya saja,tanpa mencoba untuk melihat positipnya. Tetapi, tidak baik jika Pak Wir membuat satu pernyataan tanpa melihat kedua sisi tersebut. Sampai berani mengklaim bahwa tidak ada satupun yang positip yang dilakukan oleh kampus tersebut. Anda sebagai dosen di UPH sangat tidak etis membuat pernyataan yang cenderung menjelek2jelekan citra kampus lain. Anda harus menilai secara objektif.
Ternyata setelah saya mencoba mencari sisi positip dari kampus tersebut saya menemukannya.
http://www.uki.ac.id/
buka link Berita Terbaru, Pak Wir dapat membaca juga tulisan dari rektor UKI.
http://www.yai.ac.id/UPI/index.php?hal=berita
http://uim.ac.id/mod.php?mod=publisher
Jadi,pernyataan Pak Wir yang mengatakan tidak ada berita positipnya dari kampus-kampus tersebut jadi tanda tanya tersendiri mengapa salah satu dosen UPH memberikan pernyataan yang merugikan kampus lain???
Kemudian Pak Wir, jika sudah mencakup masalah suatu kumpulan bukan individu, Pak Wir tidak boleh sembarangan mengGENERALISASI. Misalnya :
Si A adalah seorang pencuri
Si A adalah mahasiswa di kampus U
Bukan berarti mahasiswa di kampus U semuanya pencuri
Si B adalah penjudi
Si B adalah mahasiswa di kampus P
Bukan berarti mahasiswa di kampus P semuanya penjudi
Si C adalah pemabuk
Si C adalah mahasiswa di kampus H
Bukan berarti mahasiswa di kampus H semuanya pemabuk
Jaksa Urip adalah seorang koruptor
Jaksa Urip bekerja di kantor kejaksaan
Bukan berarti semua orang yang berada di kantor kejaksaan adalah koruptor
5 orang mahasiswa UKI dan 10 orang mahasiswa YAI saling tawuran.
Bukan berarti semua mahasiswa UKI dan semua mahasiswa YAI yang tawuran.
10 orang mahasiswa UIM tawuran
Bukan berarti semua mahasiswa UIM yang tawuran.
Wiro Sableng merokok
Wiro Sableng mahasiswa di UPH
Bukan berarti semua mahasiswa di UPH merokok
Yanto suka menjelekkan dan mengejek orang lain
Yanto mahasiswa di UPH
Bukan berarti semua mahasiswa di UPH suka mengejek orang lain.
Itu maksud saya Pak Wir… Jika kita sembarangan mengklaim atau menggeneralisasi maka bisa tambah runyam suatu masalah. Apalagi bapak adalah seorang dosen di UPH, seharusnya bapak bisa lebih peka untuk membuat satu pernyataan. Jangan, institusi anda menjelek2jelekkan institusi lain. Suatu, institusi bisa saja punya keburukan tapi jangan pungkiri bisa juga mempunyai kelebihan.
Terima Kasih Pak Wir…
SukaSuka
@Holistik,
Terima kasih atas masukan anda, tentang kebaikan kampus-kampus tersebut. Moga-moga bisa menetralisir berita yang dilansir harian Kompas.
Tetapi perlu diingat, bahwa apa yang saya tulis adalah tidak sembarangan, semuanya didasarkan atas fakta yang terpublikasi secara luas dan telah menjadi milik publik. Jadi apa salahnya jika hal tersebut dibahas oleh seorang dosen.
Tetapi jika yang dibahas adalah rumor tidak jelas, maka itu baru namanya sembarangan. Ingat, menyatakan kebenaran itu penting, minimal bagi yang terlibat dapat melakukan tindakan perbaikan. Sehingga dikemudian hari menjadi lebih baik adanya. Contohnya adalah pernyataan-pernyataan dari rektor kampus di atas. Itu khan sebagai respons terhadap adanya fakta yang saya kutip di atas.
Tindakan anda, dengan melakukan protes dan mengklaim bahwa saya memberi pernyataan sembarangan. Itu khan seperti tindakan-tindakan untuk menutupi fakta dan mencegah tindakan-tindakan yang mungkin berguna bagi proses pengobatan masalah tersebut. Anda itu seperti anggota-anggota parlemen tempo hari, yang kebakaran jenggot akan lagunya Slank yang menuduh korupsi, padahal kenyataannya memang seperti itu.
Jika saya menjadi anda, maka langkah pertama adalah menyelidiki berita-berita di harian tersebut. Benar atau tidak. Jika ternyata tidak benar, khan tinggal gampang tulis saja komentar berikut : “pak wir, nama kampus yang diberitakan koran di atas ternyata tidak benar koq pak, yang berkelahi ternyata oknum suruhan, yang kebetulan berkelahinya di wilayah kampus tersebut“.
Strategi tersebut khan lebih efektif. Tetapi dengan strategi anda mengomentari seperti di atas khan mirip dengan peribahasa “buruk rupa cermin dibelah”.
SukaSuka