tentang Standar dan Metode Design


Selagi masih menjadi mahasiswa di jurusan teknik sipil, permasalahan tentang standard dan strategi perencanaan tentu belum menjadi sesuatu yang urgent. Pada saat itu, bagi seorang mahasiswa yang penting adalah mengikuti materi dosennya dan dapat lulus. Tidak peduli dengan standard maupun metode design yang dipakai. Bisa tahu Standard, syukurlah (nilai tambah), tapi jika tidak tahu tapi ternyata lulus. Ya sudah ! Itu dipikirkan nanti saja, iya khan. πŸ™‚

Baru setelah lulus dan memilih karir menjadi engineer muda, maka permasalahan tentang Standard dan Metode Design menjadi sesuatu yang penting untuk diketahui. Karena pada tahap ini hasil kerja engineer akan dievaluasi , oleh banyak orang, bandingkan dulu ketika masih jadi mahasiswa, yang mengevaluasi hanya dosennya saja. Agar hasil kerja seorang engineer dapat diterima oleh kolega-nya maka pengetahuan tentang standart dan metode design adalah sesuatu yang penting.

Mari kita membahas ke dua hal tersebut “standart” dan “metode design”. Untuk itu ada baiknya kita memulai dengan pertanyaan sdr Opera sbb :

1. standart
β€”β€”β€”β€”β€”β€”β€”β€”β€”β€”β€”β€”β€”β€”β€”β€”β€”β€”β€”β€”
Yang jadi permasalahan pak wir, adalah standart yang mana yang kita pegang ?

Yang saya tahu pak wir, bukankah seharusnya standart yang engineer pegang adalah standart yang resmi ada di negara kita masing-masing.
Apakah pendapat saya benar ?
(apabila ada yang salah mohon masukannya)

Lalu yang jadi permasalahan adalah apabila isi standart (yang kita akui benar) tersebut ternyata masih ada yang kurang lengkap, langkah apakah yang harus kita tempuh ?
apakah kita boleh mengambil standart dari negara lain β€œhanya” untuk pelengkap dari kekurangan standart yang kita pakai tersebut ?

Maaf, jika saya tanyakan hal ini sebab kasus diatas saya yakin sering ditemui oleh para engineer di negara kita selama ini, mungkin pak wir atau para ahli yang lain (yang ingin/akan berpartisipasi) dapat memberi masukan untuk mendapatkan solusi yang saya ingin tanyakan tersebut.
β€”β€”β€”β€”β€”β€”β€”β€”β€”β€”β€”β€”β€”β€”β€”β€”β€”β€”β€”β€”

2. metode rencana design
β€”β€”β€”β€”β€”β€”β€”β€”β€”β€”β€”β€”β€”β€”β€”β€”β€”β€”β€”β€”
Apabila ada design yang cukup rumit sehingga tidak dapat dihitung dengan teori biasa pelajari di dunia akademik teknik sipil tidak dapat menghitungnya dan fasilitas dari program (program standart design struktur) tidak dapat mendesign-nya.
Langkah apakah yang harus kita lakukan ?
Apakah kita boleh melakukan perhitungan dengan pendekatan yang sesuai teori, tetapi faktor aman tetap kita pegang.

Pertanyaan di atas menurut saya adalah pertanyaan typical engineer-engineer muda, khususnya yang masih belum mantap dengan ilmu yang dimilikinya.

Untuk membahasnya , maka pertama-tama seorang engineer (structural engineer) harus tahu apa hak dan kewajiban yang harus diberikan oleh seorang engineer, khususnya dalam bidang perencanaan struktur tentunya. Dengan mengetahuinya maka tentunya akan diketahui dimana posisi standart dan metode design dalam membantu mewujudkan hak dan kewajiban engineer tersebut.

Kewajiban engineer adalah dapat menghasilkan desain struktur sesuai keperluannya (untuk arsitek, atau M & E atau untuk keperluan masyarakat umum, seperti misalnya jembatan dsb.) yang (1) aman , ini dikaitkankan dengan strength dan ductility; (2) dapat berfungsi, ini dikaitkan dengan stiffness atau persyaratan deformasi ; dan (3) sesuai anggaran yang umum berlaku, atau tepatnya faktor ekonomis.

Itu adalah tiga hal yang utama, kadang-kadang ada juga persyaratan lain yang diminta seperti misalnya (4) dapat dikerjakan; (5) ramah lingkungan dsb-nya. Persyaratan “dapat dikerjakan” kadang-kadang sifatnya relatif. Mungkin bagi engineer dalam negeri, struktur yang direncanakan belum dapat dikerjakan, susah karena ada keterbatasan kompetensi maupun teknologi yang dikuasai, tetapi jika anggarannya masuk, maka bisa saja pekerjaan tersebut dikerjakan oleh engineer dari luar negeri, yang ternyata mempunyai kompetensi, teknologi dan pengalaman yang lebih baik sehingga ternyata hal itu (yang dianggap tidak dapat dikerjakan) ternyata dapat dikerjakan dengan baik.

Oleh karena itu, tiga hal yang saya ungkapkan di depan tersebut yang akan kita gunakan sebagai patokan utama kewajiban seorang engineer. Untuk mewujudkan hal tersebut, maka engineer juga mempunyai hak yaitu hak menetapkan spesifikasi atau batasan-batasan atau persyaratan-persyaratan khusus agar strukturnya mencapai kondisi yang diwajibkan tersebut (strength, ductility, stiffness dan ekonomis).

Persyaratan-persyaratan yang ditetapkan oleh engineer tersebut menjadi sesuatu yang sangat penting, karena hal tersebut menyangkut kerja atau hasil kerja banyak pihak yang lain. Seperti misalnya saja, tentang material yang digunakan dalam perencanaan, itu harus sama persepsinya, apa yang dimaksud oleh dengan fc’ 30 MPa, itu harus sama antara supplier material, engineer perencana, engineer pengawas dan sebagainya. Itu tidak hanya persepsi, tetapi juga harus mengikat. Dengan apa itu semua dapat tercapai, yaitu dengan STANDARD tadi.

Jadi STANDARD adalah suatu kesepakatan bersama tentang sesuatu hal dan yang mengikat para peserta proyek . Mengikat dalam arti kata, bahwa jika ada pihak yang menginterprestasi lain di luar standar (tentunya yang kualitasnya lebih buruk dari standard) maka bila ada apa-apa dengan struktur yang dimaksud (tidak kuat dll) maka pihak itulah yang secara hukum dapat disalahkan atau yang bertanggung jawab terhadap kondisi yang jelek tersebut.

Bahkan tidak hanya bagi peserta proyek, tetapi juga masyarakat pemakai. Seperti misalnya standard untuk jembatan, di sana sudah ditetapkan suatu beban rencana untuk jembatan tersebut. Jadi jika kemudian suatu saat jembatan tersebut dipakai berlebihan dan roboh, dan ternyata beban yang melewatinya jauh melewati beban rencana yang ditetapkan awal maka kesalahan bukan pada perencana tetapi pemakai. Jadi pemakaian STANDAR secara tepat juga dapat dijadikan pembenaran hukum bahwa apa-apa yang direncanakan sudah disepakati benar oleh para ahli. Memakai suatu beban rencana yang berlebihan dibanding yang ditetapkan dalam standar oleh seorang enginer juga dapat menjadi suatu pertanyaan, kenapa ? Kecuali dengan argumentasi yang benar, maka sekedar menambah faktor aman dengan melebihkan beban rencana juga tidak bisa diterima.

Jadi bila tidak ada hal-hal yang khusus, maka tentunya dalam suatu proyek, standard yang dipakai adalah standard yang diakui dalam negeri tersebut, misal untuk Indonesia tentunya adalah SNI.

Tetapi ingat, itu tidak mutlak, mungkin untuk bangunan gedung, karena dalam perencanaannya harus lolos TPKB, dimana tim evaluasinya selalu mengacu pada standard yang berlaku di negeri ini, maka tentunya perencananya harus memakai standar yang sama. Atau bisa juga dijumpai, bahwa meskipun itu terjadi di Indonesia, tetapi karena proyek industrinya modalnya dari asing, termasuk juga pemasok bahan-bahan baku pembuatan strukturnya, maka bisa saja dia menetapkan standar yang berlaku dinegerinya, atau standar yang bersifat internasional.

Tentang hal itu, bagi engineer, berlaku pepatah “dimana bumi di pijak, disitu langit di junjung“. Jadi jika engineer tersebut bekerja pada perusahaan international misalnya, maka tentunya dia harus mengacu pada standar perusahaannya. Jadi bagi seorang engineer akan menguntungkan jika tahu standar-standar yang ada.

Perlu juga ditambahkan bahwa standar adalah ketentuan minimum agar suatu struktur kuat, kaku dan juga ekonomis (yang terakhir ini bukan persyaratan mutlak dari suatu standar). Jadi jika dalam hal ini, engineer melihat bahwa standar yang ada tidak mencukupi, maka bisa saja engineer membuat ketentuan baru sedemikian sehingga engineer mempunyai keyakinan yang kuat bahwa struktur yang dihasilkan memenuhi kewajiban yang dimaksud.

Kondisi di atas, saya kira cocok jika dikaitkan dengan engineer yang merasa bahwa standar yang ada dianggap kurang lengkap. Saya kira ini wajar, karena proyek atau kasus dalam proyek memang sangat bervariasi. Intinya jika engineer yakin bahwa standar yang ada tidak lengkap maka jelas hal tersebut tidak boleh dipaksakan. Engineer wajib harus mencari tahu atau menetapkan sesuatu sedemikian sehingga hasil struktur tetap memenuhi persyaratan utama struktur, yaitu kuat, daktail, kaku, ekonomis. Ke tiga hal pertama jelas tidak boleh ditawar-tawar.

Jadi jika si engineer, merasa bahwa ada suatu masalah di luar ilmunya. Ini maksud dengan pernyataan bahwa engineer melihat bahwa masalahnya dianggap belum ada teorinya dsb-nya. Maka jika si engineer adalah profesional maka lebih baik struktur yang ditanganinya diserahkan saja ke engineer lain (yang merasa bisa menanganinya).

Jadi kembali ke kata profesional, yaitu tahu apa yang dia tahu dan tahu apa yang dia tidak tahu, sehingga kalau sampai seorang engineer sampai menyatakan sbb:

Apabila ada design yang cukup rumit sehingga tidak dapat dihitung dengan teori biasa pelajari di dunia akademik teknik sipil tidak dapat menghitungnya dan fasilitas dari program (program standart design struktur) tidak dapat mendesign-nya.

dan tetap melanjutkan menangani proyeknya, maka jelas si engineer tersebut tidak profesional, kondisi ini akan berbahaya.

Jadi intinya, seorang engineer ketika menangani suatu proyek harus ada suatu keyakinan kuat bahwa apa-apa yang diputuskan adalah diyakini kebenarannya. Karena jika si engineer sendiri tidak yakin dengan apa-apa yang dikerjakan, maka bagaimana dengan orang lain.

Jika berkaitan dengan keyakinan, maka metode design yang digunakan menjadi tidak terlalu signifikan, tergantung bagaimana engineer meyakini sekali terhadap metode atau ilmu yang digunakan. Artinya, bisa-bisa seorang mungkin dengan ilmu yang tidak terlalu canggih (kelihatan sederhana) tetapi yang bersangkutan menyakini sekali (didasarkan oleh pengalamannya) maka bisa-bisa hasil design strukturnya akan lebih baik, dibanding yang mungkin kelihatan canggih tetapi yang memakainya belum terlalu banyak jam terbangnya. Ingat, engineer itu unik, tidak sekedar saintis, ada unsur art yang biasanya diperoleh dari jam terbang yang tinggi.

Tentang hal-hal yang rumit dan semacamnya, saya kira itu tantangan menarik seorang engineer. Tantangan-tantangan seperti itulah yang memotivasi seorang engineer untuk belajar, belajar dan belajar lagi. Karena jika hanya mengandalkan hal-hal yang sudah pernah ada, atau pengalaman, maka kerja seorang engineer tersebut tidak lebih dari seorang tukang. Kepuasan seorang engineer adalah dapat menangani hal-hal yang orang lain dianggap rumit, susah dan lainnya, dan ternyata bisa menanganinya, apalagi jika hal tersebut belum ada sebelumnya. Wah mantap rasanya.

O ya, pengalaman menunjukkan bahwa yang disebut rumit, susah dan sebangsanya pada umumnya sifatnya relatif, bagi seseorang tertentu mungkin rumit, tapi bagi orang lain gampang. Bahkan untuk orang yang samapun, kadang dengan perbedaan waktu, ketika dulu merasa sulit, tetapi setelah belajar-sana-sini maka jadi gampang. Dalam penyelesaian struktur, disitulah gunanya strategi pemodelan, bagaimana suatu permasalahan real yang sulit dapat disederhanakan menjadi suatu model yang relatif mudah dianalisis dengan metode atau cara yang ada. Tahap pemodelan adalah tahapan yang bersifat advance, biasanya di konsultan, senior engineer akan turun tangan untuk mengevaluasi model yang dipilih. Biasanya model dipilih didasarkan metode penyelesaian (atau program komputer) yang dikuasai. Saya kira, di sinilah seninya jadi structural engineer.

Pak, adakah petunjuk jadi engineer ?

Rasanya saya sudah pernah mengungkap dalam artikel tersendiri

9 pemikiran pada “tentang Standar dan Metode Design

  1. Sani Adipura Winata

    Mau ikut share P Wir.

    Bagi saya standard dan metoda design di bagi menjadi 3 bagian:

    1. Design berdasarkan intuisi dimana dibutuhkan pengalaman dan pengetahuan yang memadai untuk mempunyai intuisi yang benar benar teruji. masing masing engineer mempunyai intuisi yang berbeda beda atau lebih dikenal dengan engineering judgment.

    2.Design berdasarkan rule and regulation disini design berdasarkan standar dan peraturan yang ada sebagai kebutuhan minimum yang dibutuhkan.

    3.Design berdasarkan performance …wah kalo yang ini mungkin engineer sekelas P Wir baru bisa menentukan.

    ok itu aja dari saya mohon maaf bila ada kata tersilap.

    Salam.

    Suka

  2. wir

    Hallo Sani, masih di jasirah Arab ?

    Item no.1 yang kamu sampaikan bisa menimbulkan kesalah-pahaman lho. Ruang gerak untuk menempatkan engineering judgment pada proses “design” rasanya lebih sempit. Itu dengan asumsi bahwa design adalah check penampang terhadap gaya-gaya yang bekerja.

    Seperti kita ketahui, standar atau code dibuat dalam rangka menyamakan “engineering judgement” pada pakar, suatu kesepakatan bersama untuk menghasilkan suatu design yang aman (kuat dan daktail), berfungsi (stiffness). Karena itu suatu keputusan bersama yg sifatnya minimum, maka suatu engineering judgement individu yang sifat “lebih berani” tentu tidak dapat dibenarkan. Kecuali jika engineering judgement yang diberikan menyatakan bahwa standar atau code yang ada tidak mencukupi. Ini bisa diterima.

    Bagian perencanaan yang belum banyak diatur dalam Code adalah dalam proses pemodelan, yaitu interprestasi struktur real ke model numeriknya. Di sinilah peran “engineering judgement” yang bisa berbeda dari satu engineer ke engineer lain. Mungkin seorang engineer melihat suatu kasus real begitu komplek untuk diterjemahkan ke model numerik, tetapi bagi engineer lain dengan santai menganggapnya sesuatu yang gampang. Seperti misalnya pelat di atas perletakan sederhana, bagi orang tertentu bingung mau dimodelkan apa, sendi tidak ada, rol juga tidak ada, padahal dalam analisis tahunya sendi, rol dan jepit. Sedang bagi engineer lain dengan santai menganggapnya sebagai simple-beam (sendi-rol).

    Pemahaman tentang pemodelan struktur selalu terkait dengan pemahaman engineer terhadap perilaku struktur realnya. Biasanya hanya engineer yang selalu pro-aktif, melihat dan membandingkan antara proses yang direncanakan dan hasilnya (performance) sebenarnya maka dapat dengan mantap memilih model yang benar.

    Proses di atas mungkin kelihatan rumit, tetapi dalam kenyataan adalah biasa-biasa saja, kenapa . Karena engineer biasa bekerja dengan cara meniru. Buku-buku engineer kebanyakan berisi problem-solver terhadap kasus-kasus yang berhasil. Jadi proses engineernya bisa dari belajar dari senior atau bisa juga belajar dari buku.

    Performance pada pekerjaan di proyek, tentu berbeda dengan di industri yang berulang. Karena proyek, variabelnya bisa banyak, misalnya tempat juga berpengaruh, kerjaan di jawa dan di maluku, tentunya berbeda, meskipun scope-nya sama. Jadi kriteria performance bisa bervariasi. Kesuksesan engineer adalah dapat memanfaatkan sumber daya yang ada dengan hasil yang maksimal (tujuan tercapai).

    Saya kira item no.2 adalah yang benar. Karena ini mempunyai kekuatan hukum yang pasti bila ada sengketa di kemudian hari. Karena kalau hanya mengandalkan engineer judgement (yang kualitasnya lebih kecil dari standar) meskipun engineernya sudah pengalaman puluhan tahun, tetapi akhirnya fail maka dia akan disalahkan.

    Ingat, meskipun engineer, tapi sebenarnya mereka tidak bisa “memastikan”, bisanya adalah berusaha agar resiko kegagalan yang terjadi sekecil mungkin.

    Suka

  3. parhyang

    maksudnya ngga ada atau kecil kemungkinan adanya judgment dalam design, ya sya pikir begitu. kalo di proses analisa atau modeling pasti ada.

    judgment di proses desain klo struktur beton bertulang misal ada di kolom biaksial (pake metode aproximate, plus koreksi atau exact kontur 3d) selain itu ada juga pada desain balok tinggi pake STM atau koreksi lengan momen Jd seperti yang saya temuin di IS codes, atau mungkin full FE. contoh lain pada desain pelat beton ya sederhana gitu, tapi kalo sudah analisa bakalan ditemui banyak metode.
    kalo judgment di proses analisa dan modeling wahh yang ini countless, kadang saya juga muter kesana kemari sebelum tetep mirip gangsing πŸ™‚ different models yield the same results kalo yg jadi pegangan worst condition and safety.

    tapi kadang ada juga yang kabur masuk judgment analisa atau masalah desain, seperti masalah momen sekunder kolom, analisa p-delta atau desain pembesaran momen. walau belakangan ini banyakan yang menuju pada judgment analisa bukan desain karena kondisi ideal kenyataan jarang ditemui (kata Galambos lho) check aja batasannya.

    itu menurut pandangan saya, thx.

    Suka

  4. wir

    @OB
    Saya setuju, pada prinsipnya menjadi Profesional, yaitu “menjual jasa” agar client (pembeli jasa) merasa puas. Engineer yang profesional rasanya juga harus begitu.

    Tetapi di sisi lain, seorang profesional akan menikmati pekerjaannya jika dia juga merasa puas.

    Intinya engineer dan client harus mendapatkan kepuasan terhadap pekerjaan yang dikerjakannya. Tetapi harus diingat, bedanya profesional dan bukan, bahwa kepuasan yang diperoleh adalah didasarkan pada nilai-nilai yang profesional tersebut telah ditetapkan terdahulu. Jadi kalau asal bapa senang, asal mengikuti permintaan client, meskipun permintaan tersebut dianggap ‘aneh’, maka itu sih bukan engineer profesional.

    Sebagai seorang engineer profesional, maka tentunya keinginan client harus selaras, jika hanya permintaan menggunakan standar yang tertentu, rasanya itu bukan sesuatu yang aneh. Ikuti saja, hanya tentu saja, si engineer harus selalu mengembangkan diri dengan menguasai perbagai standar yang mungkin diminta client.

    Suka

  5. mas8nur

    Sejauh yang saya alami selama ini sebagai engineer ya baru sebatas menjalankan 5 kewajiban diatas, sedangkan tingkat kepuasan dalam design belum pernah saya rasakan. Berat memang. BTW salam kenal Mas…………

    Suka

  6. Ve

    saya mau nyari kumpulan rumus-rumus pondasi tiang pancang untuk lapisan tanah pasir, alamat browsing nya dimana ya? tlong kasih tau saya ya, thanks

    Suka

  7. Ricko Mahulette

    salam hormat,
    begini pak, kebetulan saya masih mahasiswa teknik sipil yang mengambil sub jur. Struktur. di kampus masih menggunakan standar perencanaan yang diatur dalam SNI… yang saya mau tanyakan apakah rumus2 yang berlaku dalam SNI tersebut dapat berlaku apabila kemudian hari saya berkerja dengan org asing??? yang tentunya mereka punya standar tersendiri dalam merencanakan suatu gedung atau bangunan….dan mungkin hasil design yang saya buat tidak diterima oleh pihak asing tersebut?
    terima kasih atas perhatianya.

    Ricko,

    Suka

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s