Sebagai orang awam, atau tepatnya sebagai anggota masyarakat sipil biasa, tentu pertanyaan pada judul di atas bisa-bisa dianggap tidak relevan. Karena bisa saja kemudian ada yang berkomentar menanggapinya, misalnya : “Memangnya ada apa pak, dan kalaupun ada apa-apa, emangnya bisa apa bapak ?”
Bukan wilayahnya begitu lho.
Bisa dimaklumi ! Itu benar, angkatan perang atau tepatnya angkatan bersenjata adalah memang di luar kompetensi saya. Titik !
Meskipun demikian, ketika ada musibah silih berganti, mula-mula ada pesawat Hercules milik Angkatan Udara tempo hari yang jatuh di daerah timur, kemudian baru saja kemarin terdengar kabar, kali ini adalah helicopter jenis Bolkow milik Angkatan Darat yang juga menyusul jatuh di Cianjur Jawa Barat.
Apakah kita, sebagai masyarakat rasional logis masih saja menganggapnya sebagai suatu MUSIBAH belaka ?
Maklum pak Wir, pesawatnya sudah tua-tua, selain itu juga anggaran untuk merawat atau membeli peralatan baru juga terbatas. Bagaimana lagi, negara kita khan sedang krisis ekonomi. Kita akan usahakan nanti !
Seperti itulah ! Pernyataan di atas menjadi tipikal, karena kalimat yang sejenis seperti itulah yang selalu digembar-gemborkan bilamana ada musibah baru saja terjadi. Selanjutnya masyarakat awam puas, tetapi karena tidak transparan, ya tetap tidak tahu, apa benar memang kemudian sudah ditindak-lanjuti oleh yang berwenang atau belum. Tetapi yang jelas beberapa waktu kemudian, masih saja terdengar adanya musibah lagi.
Jadi apa sebenarnya yang terjadi.
Bisa juga yang terjadi adalah seperti ini.
- Pertama-tama adalah menyampaikan rasa duka mendalam atas MUSIBAH yang terjadi. Jelas ini merupakan suatu tindakan yang tepat dari sisi non-materiil, yaitu memberi penghiburan kepada keluarga, bahwa itu adalah kehendak yang di ATAS.
- Tindakan pertama tadi jelas tidak salah, tetapi masalahnya adalah kelanjutannya, dimana kata MUSIBAH menjadi penekanan utama. Agar tidak terjadi musibah lagi, maka harus diperbanyak doa-doa nya. Selain itu juga memberi kesadaran kepada yang lain bahwa hidup itu tidak dapat diduga, kita bisa saja dipanggil oleh-Nya, kapan saja. Tidak ada yang tahu, sehingga kita perlu menyiapkan diri sebaik-baiknya. Ini biasanya tindakan (nasehat) yang berkaitan dengan musibah. Tidak salah juga.
- Jika anggota angkatan yang terkena musibah tersebut ternyata sedang menjalankan tugas, maka tentu mereka akan dimakamkan di taman makam pahlawan, atau sesuai permintaan keluarga. Sampai tuntas.
- Tindakan kedua adalah negara memberi santunan kepada keluarga korban, bahkan jika perlu anak-anak menjadi tanggungan negara sampai bisa mandiri.
- Selanjutnya pejabat negara mengumumkan akan dibentuk team ahli untuk menyelidiki sebab musabab terjadinya musibah tersebut. Team ahli tersebut biasanya terdiri dari pakar-pakar yang sering terdengar jika ada musibah yang terjadi. Maksudnya itu-itu saja.
- Setelah itu SELESAI, karena setelah itu jarang ada terdengar berita lagi.
Jadi masalah tentang musibah dapat dianggap selesai di sini. Hal tersebut dapat terjadi karena fokus pemberitaan bergeser, masyarakat disuguhi berita lain yang lebih menarik dibanding terjadinya musibah akibat peralatan angkatan perang tersebut. Berita lain yang dimaksud, bisa saja tentang IDOL, atau kasus seperti PRITA atau MANOHARA.
Masyarakat lupa akan adanya kejadian tersebut. Kebetulan masyarakat kita adalah termasuk sebagai bangsa pelupa.
Kondisi penangananya seperti itu. Secara lokal, keluarga korban memang sudah terobati, juga masyarakat telah diberi harapan-harapan tentang solusi yang diberikan, meskipun keberadaan solusi tersebut apakah dipakai atau tidak juga susah diketahui oleh masyarakat biasanya dengan alasan itu adalah untuk kepentingan intelejen.
Jadi yang terjadi bisa-bisa adalah musibah – tenang – musibah – tenang dst, hanya saja intensitasnya semakin sering.
Kondisi itu bisa terjadi karena alasan utamanya adalah keterbatasan dana. Kalaupun ada dana, mereka lebih suka dihabiskan untuk urusan ‘mencari kekuasaan’ !
Hal tersebut tentu lain jika pejabat yang berwenang menganggap bahwa kecelakaan yang terjadi di atas adalah bukan sekedar musibah, tetapi telah menjadi TANDA.
Jika demikian adanya, maka karena keterbatasan dana, mestinya bisa saja dilakukan suatu tindakan berdasarkan skala prioritas. Jika keselamatan jiwa para anggota menjadi skala prioritas utama maka inspeksilah semua peralatan yang ada oleh para ahli, akan lebih baik jika independen yang berpengalaman. Jika bangsa kita tidak mampu, panggil ekspert-nya. Pastikan bahwa peralatan perang yang sudah beresiko pemakaiannya sebaiknya dihindari saja , alias grounded bila itu pesawat terbang.
Membuat keputusan bahwa ini peralatan harus di grounded dengan tegas adalah tidak mudah. Jika orang kita aja yang ngomong saya yakin yang mereka tidak dipercaya. Jika demikian, ya sudah panggil yang dari luar saja. Biasanya kalau yang ngomong orang bule, baru kita mengangguk-angguk bukan. Meskipun demikian, kalau yang datang dari luar, saya yakin banyak juga yang mempermasalahkan, misalnya dengan alasan intelejen-lah, harga diri bangsa-lah atau menghemat devisa. Proses ini saya kira juga tidak gampang, bahkan bisa-bisa kembali ke pola lama di atas. 😦
Jika tindakan itu berhasil. Lalu ungkapkan saja secara transparan ke rakyat. Saya yakin, itu bisa jadi agenda yang menarik bagi para calon pemimpin yang sedang kampanye sekarang ini.
<< up-dated 12 Juni 2009 >>
Ada berita heli jatuh lagi hari ini yaitu di lapangan udara Atang Sanjaya, Bogor. Ini sih bukan rasa solidaritas yang patut ditiru. 😦
Berita lengkapnya adalah:
- Jumat, 12/06/2009 18:45 WIB
Heli TNI AU Jatuh di Bogor – Pilot dan Kopilot Ikut Tewas
Amanda Ferdina – detikNews







Tinggalkan komentar