Keterlaluan sekali ya, dosen rekayasa koq membahasnya topik seperti judul di atas. Kalau menjadi dosen di bidang psikologi, maka mungkin masih bisa dimaklumi. 🙂
Pak Wir kurang kerjaan ya.
Nggak juga sih. Sebenarnya maksudku menulis ini adalah untuk menanggapi tulisan saudara Lex yang judulnya sama juga, artikelnya ada di sini. Maklum saudara Lex telah berkunjung ke blog ini dan berpesan agar menanggapi juga tulisannya. Sayang, ketika berkunjung ke sana, avatar-ku tidak secara otomatis dikenali. Jadi daripada tulisanku di sana nanti tidak dikenali, maka lebih baik menulis saja tanggapannya di blogku ini saja. Toh link-nya pasti akan terdeteksi, bahwa saya sudah menanggapinya. Jadi ini tulisan silaturahmi begitulah.
Itu tadi motivasi pertama aku menulis, yaitu sebagai respond terhadap tulisannya sdr. Lex. Selanjutnya mungkin saja ada yang bertanya iseng, apakah tulisanku ini cukup bermutu sebagaimana tulisan-tulisanku yang lain, khususnya yang berkaitan dengan bidang engineering. Bagaimanapun juga pendidikan formalku khan jelas tidak mendukung topik tulisan ini.
Tentang hal itu, jangan kuatir. Selain menggeluti bidang rekayasa selama puluhan tahun dan mendalaminya, maka aku juga menggeluti bidang pendidikan juga. Pendidikan dalam arti luas, yaitu dalam rangka mengantarkan anak-anak muda menemukan jati dirinya. Anak-anak muda dengan berbagai latar belakang kehidupan dan masalah, membantu mereka untuk lebih mengenal diri sendiri, melihat kelebihan dan kelemahan yang dimiliki, selanjutnya mengatur strategi sehingga kelemahan yang ada dicoba diatasinya, sedangkan jika ada kelebihannya maka itu dicoba pertahankan dan kalau bisa ditingkatkan, karena dari situlah kepercayaan diri seseorang akan dapat mulai dibangun.
Jadi kalau hanya sekedar menanggapi pertanyaan :”Wanita Cantik Otomatis Bahagia ?” , maka rasa-rasanya cukup mudah untuk membuat argumentasinya jawabannya. Bagaimanapun untuk menjawab hal tersebut maka tidak sekedar dapat dijawab dengna nalar atau logika saja tetapi perlu juga dengan pengetahuan rasa dan spritulitas untuk menjawabnya secara tuntas.
Sebenarnya pertanyaan di atas dapat diganti dengan pertanyaan-pertanyaan serupa yang lain, seperti misalnya :”Orang kaya otomatis bahagia ?“, bahkan juga bisa :”Orang terkenal otomatis bahagia ?“.
Jawaban singkatnya adalah “tidak otomatis”.
Konsekuensi dari jawaban tersebut tentunya dapat dijumpai juga orang terkenal atau orang kaya atau orang cantik yang tidak bahagia.
Itu terjadi karena kebahagiaan bukanlah berasal dari pendapat orang lain, tetapi tergantung dari pikiran seseorang itu sendiri. Kebahagiaan dalam hal ini adalah suatu bentuk kepuasan hati yang sangat pribadi sifatnya. Sesuatu yang bersifat olah rasa dan mengandung nilai-nilai spritualitas. Jadi kalau misalnya manusia dapat dibagi menjadi tubuh (daging) dan roh (jiwa) maka kebahagiaan itu letaknya adalah pada roh (jiwa) itu sendiri. Sedangkan cantik yang aku gunakan sebagai judul di atas, karena dapat dilihat oleh orang lain, dan menimbulkan nafsu maka letaknya pada tubuh (daging) yang sifatnya sementara.
Meskipun kebahagiaan itu abstrak, dan personal sifatnya, tetapi unsur-unsur penyebabnya dapat terlihat secara jelas oleh orang-orang di sekitarnya. Biasanya orang-orang tersebut mempunyai ciri-ciri selalu mensyukuri kehidupannya. Padahal orang yang bisa menyukuri kehidupannya, akan merasa bahwa dia lebih baik dibanding orang lainnya, Tuhan memberinya sesuatu yang lebih. Namanya saja merasa, maka itu belum tentu akan terlihat secara fisik.
Selanjutnya orang-orang yang mempunyai perasaan yang seperti itu, yang mengangap bahwa Tuhan begitu baik karena banyak memberi, maka biasanya akan mempunyai kepercayaan diri yang tinggi, tidak minder. Dan biasanya orang yang melakukan sesuatu dengan kepercayaan diri yang tinggi, umumnya pekerjaannya akan diselesaikan dengan baik, sukses. Karena sering sukses, maka dia bisa sering menyukuri dirinya sendiri. Akhirnya berputar lagi, dengan demikian ada pepatah orang kaya tambah kaya, orang miskin tambah miskin, maka itu juga berlaku juga bahwa orang bahagia tambah bahagia, dan juga sebaliknya.
Kembali kita kaitkan penjelasan di atas dengan kecantikan. Jelas kecantikan adalah nilai tambah, merupakan tambahan modal dalam usahanya meraih kebahagiaan. Tapi yang namanya modal maka tidak mesti hasilnya pasti untung lho. Bahkan kadang-kadang jika tidak diiringi dengan pikiran yang baik, bisa-bisa itu menjadi beban yang menjatuhkan. Ingat menjadi wanita cantik, juga lebih beresiko menjadi ‘objek’ atau mainan belaka. Apalagi jika tidak dibekali hikmat dan pengetahuan.
Jadi jangan terkecoh atau iri dengan melihat penampilan luar seseorang, bisa saja kesannya glamour, kemana-mana disambut dengan histeria pendukungnya, bahkan bisa saja disebut diva, padahal hatinya menjerit dan menangis.







Tinggalkan Balasan ke Tweets that mention Wanita Cantik Otomatis Bahagia ? | The works of Wiryanto Dewobroto — Topsy.com Batalkan balasan