Kita akan menjadi seperti apa yang kita pikirkan.
Percaya atau tidak, tetapi itulah sebenarnya yang akan terjadi. Oleh karena saya mengamini kalimat tersebut, maka tentunya akan senang pada anak-anak muda yang mulai memikirkan atau tepatnya membayangkan apa jadinya dia nanti. Kalau sesuatu itu sudah mulai dapat dibayangkan, dan kemudian dipikirkan secara serius bagaimana caranya, maka itu akan menjadi magnet untuk pikiran-pikiran lain yang mendukung. Akibatnya apa yang dahulu hanya dapat dibayangkan saja maka lama-lama mulai menjadi nyata. Maklum, biasanya jika pikiran-pikiran tersebut dapat diungkapkan maka akibat akan banyaknya petunjuk yang berdatangan.
Salah satu pikiran yang diungkapkan adalah seperti komentar sdr Andi sbb:
Andi
Pak Wir, saya mau bertanya. Bisakah seorang insinyur sipil mendesain sendiri tampak luar sebuah bangunan – atau yang biasa disebut segi arsitektural – tanpa bantuan arsitek, selain tentunya mendesain dan menghitung komponen-komponen strukturalnya? Saya mahasiswa teknik sipil yang sebentar lagi lulus (semoga). Saya senang belajar struktur Pak, dan saya menyadari bahwa ilmu struktur adalah dasar dari berbagai ilmu/subjek yang dipelajari di bidang teknik sipil. Namun saya juga senang dengan keindahan/estetika suatu bangunan. Jika saya kelak menjadi insinyur sipil, saya ingin mendesain sendiri bentuk luar bangunan sekaligus mendesain sistem strukturnya. Apakah bisa seperti itu, Pak Wir? Terima kasih atas jawaban dan penjelasan Bapak.
Pertanyaan menarik dan relatif mudah menjawabnya. Bagaimana tidak, seorang awampun (bukan lulusan arsitektur) selama bisa menilai keindahan atau estetika suatu bangunan maka minimal tentunya bisa membangun bangunan yang indah tanpa bantuan arsitek. Membangun di sini tentunya bukan mengaduk bata sendiri, tetapi menyuruh tukang tentunya. Teknik tradisional yang digunakan untuk mewujudkan itu adalah “trial-and-error” dan keberanian untuk “meniru“.
Untuk mendapatkan gambaran bagaimana hal itu dilakukan, maka marilah kita perhatikan bagaimana masyarakat awam membangun rumah tinggal impiannya. Tentu saja yang saya contohkan di sini adalah yang punya kemampuan finansial sehingga punya kesempatan memilih. Pertama-tama tentunya dia akan memilih bentuk rumah yang dikagumi atau mendapatkan kesan baik sebelumnya. Kagum dan kesan baik itu biasanya ditentukan oleh unsur keindahan atau estetika. Memang sih itu juga tergantung selera orang dan bersifat subyektif.
Jadi kalau membangun (mendesain) rumah yang indah untuk diri sendiri maka tentunya akan lebih mudah, tetapi kalau mendesain rumah yang indah untuk orang lain maka tentu kemampuannya menilai keindahan perlu diuji, apakah cukup universal atau tidak. Kemampuan seperti itulah yang pertama-tama harus diasah jika anda ingin masuk dalam kancah profesional.
Jika sudah punya kemampuan untuk menilai keindahan dan estetika suatu bangunan secara universal, maka langkah selanjutnya adalah melengkapi dengan bank data berbagai data bangunan indah yang sudah ada, atau yang dibangun orang. Mencocokan antara suatu bangunan dan karakter orang yang memakainya. Tahapan ini tentu akan lebih mudah jika anda terjun terlebih dahulu menjadi kontraktor bangunan. Toh anda khan lulusan teknik sipil, memang sih pada tahap ini anda belum bekerja sebagai arsitek. Tapi jika hal ini dapat anda lakukan, maka minimal anda dapat melihat bagaimana anda mewujudkan gambar arsitek, dapat merasakan bagaimana suatu data gambar menjadi bangunan sesungguhnya. Maklum, untuk merasakan bagaimana bedanya rumah dengan tinggi plafon 2.5 m dan tinggi plafon 4 m maka cara paling gampang adalah dengan merasakan langsung. Ini di dunia teknik sipil tidak diajarkan, tetapi arsitek telah dikenalkan.
Jadi dengan teknik meniru ditambah faktor pengalaman (jam terbang) maka ibarat bisa karena biasa, anda lama-lama juga akan mempunyai kemampuan mendesain bangunan yang indah tanpa bantuan arsitek. Meskipun tentu saja bangunan-bangunan yang didesain tersebut meniru yang sudah ada. Kalaupun yang belum ada, maka sifatnya trial-and-error. Bisa berhasil dan bisa saja gagal. Nah, orang belajar arsitektur agar sifat trial and error tidak perlu dilakukan. Itu saja bedanya.
Jadi intinya, apa yang anda harapkan di pertanyaan saudara, bahwa alumni teknik sipil bisa saja membangun tanpa peran serta arsitek, adalah bisa. Apalagi jika selama proses tersebut anda juga belajar ilmu arsitek itu sendiri. Ini banyak dilakukan oleh engineer alumni dari perguruan tinggi di Eropa, atau juga Jepang. Coba pelajari riwayat hidup Santiago Calatrava, seorang yang latar belakang pendidikannya structural engineer tetapi lebih dikenal karena karya-karya arsitekturnya.
Semoga bisa menjawab pertanyaannya.
Tinggalkan Balasan ke Tiang antrian Batalkan balasan