Melihat berita televisi, juga membaca berita online, pada saat-saat menjelang pemilihan presiden ini koq rasa-rasanya membikin jenuh saja. Maklum, komentar teman-teman yang dulu terlihat terpelajar, dan dapat memberikan komentar yang logis sesuai nalar yang juga aku yakini, koq sekarang jadi berbeda. Nalarku menyatakan kiri, eh koq teman itu ngotot kanan. Padahal rasa-rasa data yang menyatakan memang kiri, jelas terbaca.
Kalau kondisinya seperti itu, khan lebih baik kita hindari. Bisa-bisa ikut berbeda nantinya. Kondisi pilihan siapa presidennya, rasa-rasanya sudah mulai tampak. Nggak perlu dipikirkanlah. No.1 itu kita harus mikiran diri sendiri, sebagai seorang yang berlatar belakang insinyur maka mendalami bidang yang kita geluti adalah paling penting. Mari kita berbincang-bincang tentang struktur baja, materi yang nanti tanggal 4 Juli 2014 besok aku sampaikan di seminar nasional di UK Petra Surabaya.
Saya nggak bicara materi yang tanggal 4 itu. Maklum, materinya sudah aku kirim ke panitia awal bulan lalu. Untuk bicara dua sesi itu maka aku siapkan total sekitar 90 halaman. Asli, bukan mengcopy dari materinya Segui atau Geschwinder, tapi materinya Wiryanto. Nggak percaya, datang saja besok di UK Petra, Surabaya, buktikan. 😀
Sekarang saya akan membahas pertanyaan seorang client, sebagai berikut:
Pak Wir,
Saya mau tanya tentang hasil ASD dan LRFD pak. Kebetulan pada suatu proyek dengan struktur baja yang sedang saya kerjakan, pihak owner minta chek kondisi tegangan yang terjadi. Untuk itu saya mencoba melakukan chek berdasarkan PPPBI (84), ternyata hasilnya ketika dichek dengan ASD tegangan yang terjadi melebihi nilai batas ijin.Berdasarkan hal itu, saya berkesimpulan bahwa hasil desain ASD butuh profil yang lebih besar (boros) dibandingkan dengan LRFD, dan hal ini dimungkinkan karena LRFD memungkinkan agar struktur dapat mengalami kondisi plastis. Apa alasan saya ini benar pak Wir?
Apakah untuk mengechek tegangan (real) yang terjadi pada tiang baja terhadap tekan, apakah cukup dengan faktor tekuk dikali gaya tekan bagi penampang bruto yang ada pada PPPBI itu ?
Terima kasih atas perhatian Pak Wir,
Salam Hormat,
Nah, saya kira ada juga di antara pembaca yang mengalami kasus sama. Mari kita bahas itu. Tanggapan yang aku berikan adalah sebagai berikut :
Tentang ASD dan LRFD maka sebelum dilakukan perbandingan, tentunya perlu dipahami antara ke duanya.
Istilah ASD pada umumnya mengacu pada Specification for Structural Steel Building – Allowable Stress Design and Plastic Design (AISC 1989), yaitu suatu perencanaan yang menggunakan beban kerja. Itulah mengapa sering disebut juga sebagai Working Stress Design. Dalam hal ini, kombinasi beban yang digunakan adalah tanpa beban terfaktor. Adapun safety factor (S.F) yang digunakan adalah tunggal, yaitu pada tegangan izin atau allowable stress, yaitu tegangan leleh dibagi dengan S.F.
Istilah LRFD pada umumnya mengacu pada Manual of Steel Construction – Load & Resistance Factor Design (AISC 1993) atau yang lebih baru, yaitu suatu perencanaan yang mengacu pada kondisi batas, atau limit state design. Kondisi batas yang ditinjau adalah kekuatan, yang disebut juga kekuatan batas (ultimate strength) dan juga kekakuan yang ditinjau untuk memenuhi syarat fungsi, yaitu menghitung lendutan yang terjadi.
Saya sebut itu kondisi batas, karena memang syarat-syarat keduanya berbeda. Kekuatan yang dievaluasi adalah kondisi ultimate, atau kuat maksimum yang dapat dipikul sebelum runtuh. Untuk mendapatkan hal itu memang tidak secara langsung, yaitu hasil analisa elastis linier dikalikan dengan beban terfaktor, yang ditentukan berdasarkan studi probabilitas akan risiko yang terjadi. Jadi faktor statistik digunakan sehingga diperoleh suatu reliability atau keandalaan yang sama untuk setiap kondisi beban. Adapun kalau ASD karena memakai faktor beban yang sama, maka kondisi beban hidup dan beban mati mempunyai S.F yang sama. Cara LRFD maka perencanaan akan memenuhi kaidah sbb :
Ru <= phi Rn.
dimana Ru adalah kondisi beban yang maksimum, yang dihitung dengan memperhitungkan berbagai kondisi kombinasi beban dengan load faktor, yang sesuai (ditentukan oleh peraturan).
Itu tadi syarat kekuatan, dan setelah memenuhi persyaratan maka perlu juga diperhitungkan deformasi yang terjadi, dalam hal ini adalah tanpa beban terfaktor. Ini persis seperti persyaratan perencanaan dengan ASD.
Itu kira-kira prinsip dasar dari perencanaan ASD dan LRFD, yang artinya hasil LRFD tidak bisa secara otomatis dievaluasi berdasarkan tegangan izin. Ya jelas, pasti tidak akan masuk karena beban yang LRFD ada beban terfaktornya. Kalau mau dievaluasi tegangannya, maka perlu dihitung secara terpisah, tanpa beban terfaktor.
Secara umum, perencanaan ASD dan LRFD akan memberikan hasil yang mirip, atau tidak terjadi perbedaan yang signifikan. Adapun alasannya bahwa LRFD memperhitungkan kondisi plastis sedang ASD tidak, tentu perlu diperjelas juga. Karena untuk ASD-pun memperhitungkan kondisi tekuk elastis maupun kondisi tekuk inelastis. Bahkan judulnya saja juga memasukkan unsur plastis. Memang sih, yang namanya tegangan izin, adalah tegangan leleh dibagi s.f (antara 1.5 sampai 2 tergantung kasus yang ditinjau).
Untuk check ASD yang bagus, saya sarankan mengikuti ketentuan ASD. Memang sih, cara lama memang lebih mudah (elastis, misal tegangan = gaya / luas << tegangan ijin), tapi kalau untuk proyek besar rasanya pakai saja ASD. Itu proyek-proyek Jepang, th 90-an semuanya pakai AISC-ASD. Jika pakai itu, maka rasanya tidak ada pertanyaan yang meragukannya.
Client saya memberi tanggapan akan masukan yang saya berikan, sebagai berikut
Pak Wir,
Dalam analisa ASD yang saya lakukan bebannya pun sudah saya sesuaikan, tidak ada faktor pembesaran (faktor beban = 1), ketika saya lakukan pengecekan dengan metode ASD jepang (peraturan OCDI) rasio tegangan terjadi terhadap tegangan ijin menjadi lebih besar dari 1 (1.062).
Kemudian untuk mengecek tegangan tekan dalam PPBI apakah kita tinjau terhadap beban tekan maksimum saja pak?
Terima kasih,
O berarti sudah dipahami, apa itu ASD dan apa itu LRFD. Untuk itu saya menjawabnya sebagai berikut.
Kalau begitu maka penyebabnya adalah perbedaan ratio antara besarnya beban hidup terhadap beban mati. Jika ratio beban hidup dibagi beban mati sekitar 3, maka hasil cara ASD dan LRFD adalah sama. (Geschwinder 2012, page 22)
Tetapi jika ratio beban hidup dibagi beban mati adalah satu, atau sama besar, maka hasil perencanaan berdasarkan ASD adalah konservatif (lebih boros). Maklum perbedaan safety faktor, yang konstan. Jika ratio beban hidup dibagi beban mati sekitar 5 maka hasil LFRD yang boros.
Kira-kira begitu, dengan catatan prosedur perencanaan ASD dan LRFD yang dilakukan sudah benar semua.
Intinya bahwa hasil perencanaan cara ASD dan cara LRFD, pada suatu kondisi tertentu dapat memberikan hasil sama, tetapi pada suatu kondisi tertentu juga bisa berbeda, konservatif atau bahkan dianggap tidak aman. Kenapa, karena cara ASD faktor keamanan bersifat konstan untuk semua kondisi beban, sedang LRFD bisa berbeda-beda tergantung dari probabilitas kejadiannya. Itu masalahnya.
Yah intermezo sedikit ngomongin baja ya, biar sehat.
Tinggalkan komentar