hanggar roboh, ada apa ?


Nggak tahu kenapa, yang namanya musibah adanya bangunan yang runtuh sebenarnya banyak terjadi di Indonesia. Meskipun demikian, apa yang menjadi penyebabnya jarang ada yang membahasnya. Jika musibah itu terjadi, biasanya dijadikan kasus tertutup, kalaupun ada yang dituntut maka yang dijadikan kambing hitam adalah adanya dugaan korupsi. Kesannya kalau korupsi maka mutunya pasti jatuh. Karena nggak bermutu maka wajar saja kalau runtuh.

Apakah seperti itu kejadiannya. Bisa iya tetapi bisa juga tidak. Kalaupun mutunya jatuh, mestinya tidak pada saat konstruksi. Sejelek-jeleknya mutu, yang merencanakan pasti akan berharap bahwa musibah tidak akan terjadi pada saat konstruksi. Minimal sampai saat serah terima maka bangunannya harus ok. Kalau tidak, maka tentu tanggung-jawab masih pada kontraktor, bisa-bisa tidak mendapatkan bayaran sesenpun. Oleh sebab itu, jika ada keruntuhan yang terjadi pada saat konstruksi, maka pasti ada yang tidak beres pada konstruksinya.

Terkait hal itu, kebetulan ketika sedang menjelajah internet, menemukan foto yang menarik dari news-okezone, sebagai berikut.

Hanggar pesawat yang yang masih dalam pengerjaan roboh di Bandara Internasional Sultan Hasanuddin, Makassar, Sulawesi Selatan, Senin (9/3). Hanggar pesawat yang masih dalam pengerjaan roboh, sedikitnya lima pekerja tewas dan 17 pekerja mengalami luka serius. ANTARA FOTO/Sahrul Manda Tikupadang/Rei/pd/15.
Hanggar pesawat yang yang masih dalam pengerjaan roboh di Bandara Internasional Sultan Hasanuddin, Makassar, Sulawesi Selatan, Senin (9/3). Hanggar pesawat yang masih dalam pengerjaan roboh, sedikitnya lima pekerja tewas dan 17 pekerja mengalami luka serius. ANTARA FOTO/Sahrul Manda Tikupadang/Rei/pd/15.

Sebelumnya saya pikir, foto keruntuhan tersebut terjadinya di luar negeri, dan sudah lama. Eh ternyata tidak, itu baru saja terjadi kemarin di bulan Maret 2015 di Indonesia. Tepatnya di hanggar udara Sultan Hasanuddin, Makasar. Sepintas sih memang pernah dengar, tapi sejak itu koq adem ayem. Nggak ada kabar berita apa yang menjadi penyebabnya.

Kecuali foto di atas, saya nggak punya data yang lain. Jadi bagi pembaca yang mempunyainya, dan bisa disharing tentu akan lebih menarik lagi untuk dievaluasi. Kalau melihat keruntuhannya, maka kelihatannya sistem rangka di atas sudah saling terangkai. Jadi ketika ada satu yang gagal, akan menyebabkan pengaruh ke bagian lain. Kesannya seperti kartu domino.

Terlepas dari hal itu, saya tertarik sekali melihat sistem kolom yang digunakan. Kalau melihat kolomnya berwarna putih dan penampangnya kotak, serta tidak ada bracing yang mengikatnya maka ada kesan bahwa kolomnya dari beton bertulang. Tidak terlihat kolomnya mengalami bengkok, tetapi bahkan miring secara keseluruhan. Itu berarti kegagalan dimulai dari sistem pondasinya.

Dugaan saya, ketika terjadi hentakan yang mungkin terjadi pada saat erection, maka hal itu menjadi gaya lateral pada rangka yang diteruskan ke kolom pendukung rangka tersebut. Tahu sendiri, gaya lateral pada kolom setinggi itu, maka kejadiannya seperti kantilever, momen di kolom bagian bawah akan sangat besar. Saya nggak tahu sistem pondasi yang digunakan. Karena kalau hanya digunakan sistem pondasi telapak, maka momen kantilever tentu akan susah ditahan karena akan sangat besar. Nah karena sistem pondasi nggak kuat, maka rangka akan jatuh, pada saat jatuh tersebut akan narik ke rangka lain, yang tentu saja kelihatannya tidak kuat menahan gaya lateral pemicu tersebut. Jadi begitu deh, roboh semua.

Jika benar, kolomnya dari beton bertulang, maka aku yang nggak habis pikir adalah mengapa dipilih sistem kolom tunggal. Kalau dari beton bertulang, maka tentu akan lebih baik jika pada arah memanjangnya dapat dijadikan sistem portal sehingga pada satu sisi kekakuannya akan meningkat drastis, adapun pada sisi lain tentu dapat diberikan pondasi yang mampu menahan momen tak terduga. Jika itu terjadi maka tentu kolomnya tidak akan miring seperti di atas. Itu kesannya sistem pondasinya tidak memadai. Tapi ini hipotesis saja lho, maklum datanya hanya gambar foto di atas.

Catatan : Jika kolomnya dari baja, maka hubungan pondasi dan kolom baja di bagian bawah bisa seperti sendi. Sistem pondasi hanya menerima gaya aksial saja. Itu mengapa sistem pondasi telapak kadang-kadang bisa dipakai. Sistem strukturnya kayak meja, kolom dan atap menjadi satu kesatuan. Pada kondisi ini, maka biasanya pada saat erection (perakitan) diperlukan penahan kolom sementara untuk mencegah instabilitas.

Kondisi berbeda jika digunakan kolom beton. Sistem yang sama seperti di atas, tidak bisa dipakai. Mungkin karena kolom betonnya besar maka akan memberi kesan lebih kuat. Ini sangat mengecoh sehingga sokongan sementara saat erection bisa-bisa tidak diberikan. Hubungan kolom bagian bawah ke pondasi seperti kondisi jepit. Itu berarti sistem pondasi akan menerima momen.

Jadi jika tidak ada sokongan sementara pada saat erection maka perilakunya adalah seperti kolom kantilever. Jika ada gaya lateral pada saat erection maka akan menimbulkan momen yang besar di bagian bawah (pondasi). Kalau digunakan sistem pondasi telapak maka perlu luasan dasar yang besar. Jadi biasanya, untuk mengatasinya perlu disediakan tiang pancang. Kalau kolomnya tegak sendirian, maka minimal perlu tiga atau bahkan empat tiang agar stabil.

Terus terang ini baru dugaan (hipotesis), perlu detail pondasi untuk evaluasi yang tepat. Jadi kalau pondasinya hanya berupa pondasi telapak, dan tanpa shoring (penyokong) pada saat erection, maka itulah penyebabnya.

9 pemikiran pada “hanggar roboh, ada apa ?

  1. Zulfikar

    Bapak Wiryanto yang saya hormati.

    Kegagalan struktur ini lebih banyak terjadi dibangunan sederhana malahan pak, untuk bangunan tinggi sangat minim. Terjadi hal ini mungkin disebabkan karena bangunan sederhana desainnya sangat jarang diperhatikan dari pada bangunan tinggi. Ketika kita mendesain bangunan tinggi begitu banyak aspek yang diperhatikan daripada bangunan sederhana.

    Pada saat basic desain dengan software analisis struktur (SAP 2000) banyak orang yang saya lihat mengabaikan fitur mass source untuk bangunan sederhana. Karena bisa lebih boros sedikit apabila fitur ini digunakan. Dan terkadang untuk bangunan sederhana orang banyak lupa memasukkan beban pasca konstruksi. Mohon pencerahannya pak Wir.

    Salam hormat dari saya…

    Suka

    1. wir

      @Zulfikar : Betul mas, orang itu terpeleset karena menginjak kerikil (batu kecil), nggak ada orang yang terpeleset karen batu gunung yang besar. Itu terjadi karena mereka menyepelekan masalah. Kalau disetiap daerah bisa dibuat semacam TPKB seperti yang terjadi di DKI mungkin akan lebih baik. Tapi kalau itu dilakukan nanti kata orang dikatakan nambah birokrasi, bisa bikin mahal. Maklum, karena bangunannya kecil maka masalah desain dianggap termasuk pada bagian pekerjaan kontraktor. Artinya para pemilik keberatan untuk memasukkan fee design atau kalau mau dihargai sangat kecil. Tentu saja kondisi itu mengakibatkan, yang memang profesional di bidangnya nggak mau ambil. 😀

      Desain kadang hanya dianggap atau dihargai sebanyak kertas yang dihasilkan. Maklum, sebagian besar sarjana teknik sipil kita bekerja sebagai tukang hitung. Dari dulu sampai sekarang fee desain hanya dihargai kecil. Ejekan orang terhada ahli struktur, pekerjaannya hanya diharagai sebesar berapa ribu per meter persegi. Ini tentu berbeda dengan arsitek yang dihargai sesuai dengan nama besarnya.

      O ya, tentang fitur source mass pada SAP2000. Apa maksudnya. Itu nggak ada hubungannya sama sekali, kecuali ingin dianalisis dinamik. Kalau untuk analisis statik, maka fitur source mass nggak berguna. Jadi jangan dibayangkan kalau fitur mass itu diisi maka akan dapat mengantisipasi adanya gaya lateral pada saat erection. Memang sih, analisis pada saat konstruksi diperlukan, untuk mengetahui perlu tidaknya shoring atau penyokong sementara diberikan atau tidak.

      Suka

      1. Zulfikar

        Betul pak Wir, Begitu banyak yang tidak menghargai dan menyepelekan pada tahapan desain struktur ini apalagi kalau efeknya ke biaya, banyak yang merasa rugi apabila Struktur Bangunannya di analisis dulu sebelum dilaksanakan pekerjaannya. Bayangkan saja hanya demi sedikit biaya desain malah bangunan jadi amblas.

        Oh iya, buku Struktur Baja nya sangat bagus dan sudah saya terima. untuk selanjutnya bikin saya ketagihan dan penasaran dengan buku Komputer Rekayasa Struktur dengan SAP 2000. hal itupun sudah saya pesan barusan ke lumina.

        Untuk aplikasi SAP 2000 saya masih penasaran dengan fitur mass source ini pak, kalau saya lakukan desain bangunan sederhana katakanlahn bangunan dua lantai antara desain statis dan dinamisnya berbeda sekali pak. ketika saya menggunakan desain secara dinamis, struktur saya sedikit lebih boros rasanya akibat periode struktur bertambah.

        Berbeda dengan bangunan enam lantai yang saya desain dengan analisa dinamis lebih logis rasanya daripada desain statis.

        Apakah ada persyaratan tambahan untuk desain statis digunakan untuk bangunan sederhana dan desain dinamis digunakan pada bangunan tinggi??

        Kalau ada literatur mengenai perbedaan analisa dinamis dan statis boleh di sharing pak wir.

        Terimakasih pak.

        Suka

  2. usman hasan

    Dear Pak WIr
    menurut saya seblum terjadi keruntuhan bukankah dengan kecanggihan software kita dapat menganalisa tahapan pembangunan yang akan dilaksanakan oleh kontraktor, dengan kata lain kontraktor harus mengajukan erection plan kepada owner dan konsultan untuk di bahas apakah tahapan tersebut cukup safe, berdasarkan usulan tersebut konsultan dapat melakukan analisa stage of construction, cara analisa tersebut terdapat pada program sap 2000, etabs maupun staadpro, dari hasil analisa tersebut dapat diambil kesimpulan apakah erection plan yang dia jukan kontraktor safe atu tidak, sehingga keruntuhan bangunan saat construction dapat di hindari,

    Suka

    1. wir

      Mestinya begitu pak. Tapi faktanya koq ya bisa saja tetap terjadi. Ini masalahnya s.d.m-nya mungkin yang nggak kompeten. Bisa juga sekedar sok pinter, hanya mengandalkan pengalaman. Padahal meskipun sepintas sama (bentang besar) tetapi perilaku strukturnya bisa berbeda.

      Suka

  3. jimmo jimmo

    Dear pak Wiryanto Hallo pak wir, perkenalkan nama saya susanto, saya bekerjaan sebagai staff teknik pada salah satu kontraktor. Pada kali ini saya mendapatkan item yang kurang begitu saya mengerti, maklum basic saya adalah arsitek. Pada kasus ini saya mendapatkan ada satu lantai yang menggunakan konstruksi Outrigger. Sekedar tinggi lantai bangunan adalah 49 Lantai. untuk struktur outrigger tersebut ada pada lantai 21 dan untuk lantai tersebut berfungsi untuk ruang ME pada gedung. mungkin bisa diberikan detail penjelesan tentang outrigger tersebut. terima kasih. terima kasih.

    Suka

    1. wir

      Struktur outriger adalah struktur khusus, bisa balok tinggi atau siste truss yang dapat menyatukan kolom-kolom pinggir ketika bekerja terhadap gaya lateral.

      Tentang hal itu, saya pernah bercerita dan membuat makalah yaitu

      Wiryanto Dewobroto .(2012).“Menyongsong Era Bangunan Tinggi dan Bentang Panjang – Bagian I : Tinggi, Super-tinggi dan Mega-tinggi”, Invited Speaker pada di Civil Engineering’s Day 2012, UAJY, Yogyakarta, Rabu, 9 Mei 2012

      Suka

  4. selamat siang pak wir, salam hormat untuk guru baja Indonesia.

    Sedikit sharing pak, di Indonesia memang belum ada yang mengatur tentang standarisasi untuk bangunan Hanggar ini. mungkin teman2 perencana banyak yang mengadop ke FAA, namun disana tidak ada spesifikasi khusus untuk mengatur bangunan hanggar.

    hanggar di kategorikan dengan bangunan bentang lebar, jadi rata – rata yang mendesain hanggar di indonesia mengacu pada SNI yang mengatur tentang bangunan bentang lebar. namun untuk standarisasi bangunan ini belum ada.
    mungkin mereka sedikit lupa bahwa dibawahnya hanggar ada pesawat yang disimpan dan harganya bisa jadi lebih mahal dari pada hanggar itu sendiri. banyak kegiatan di dalam hanggar mengenai perlakuan terhadap pesawat yang juga harus dipertimbangkan dalam mendesain struktur sebuah hanggar.

    padahal hanggar adalah struktur kompleks yang dimana hanggar ini di fungsikan untuk menyimpan pesawat dibawahnya. entah sekedar untuk parkir atau maintenance.

    mohon ijin pak wir, itu pengetahuan saya. jika ada yang salah mohon dikoreksi.

    Suka

    1. Betul pak Zully, memang belum ada spesifikasi khusus tentang hanggar. Hanya saja SNI kita tentang pembebebanan adalah mengadopsi ASCE 7-2010. Meskipun tidak semua diadopsi, tetapi jika diperlukan langsung saja mengacu code aslinya. Code tersebut telah mencakup bangunan yang dimaksud. O ya, code itupun hanya merujuk pada pembebanan minimum, jadi jika dirasa kurang mantap, maka tentu bisa didiskusikan bersama dengan owner, perlu engineering judgement.

      salam dari Karawaci

      Suka

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s