Ada baiknya didefinisikan terlebih dahulu, apa itu hukuman. Menurut Wikipedia :
Hukuman (bahasa Inggris: punishment) adalah sebuah cara untuk mengarahkan sebuah tingkah laku agar sesuai dengan tingkah laku yang berlaku secara umum. …
Secara umum hukuman dalam hukum adalah sanksi fisik maupun psikis untuk kesalahan atau pelanggaran yang dilakukan. Hukuman mengajarkan tentang apa yang tidak boleh dilakukan.
Jika definisinya seperti itu, maka hukuman adalah sesuatu hal yang wajar juga terjadi di dunia pendidikan, agar yang bersangkutan (terhukum) dapat diarahkan kembali ke jalan yang diterima umum. Kalaupun ternyata hukumannya adalah dikeluarkan dari sekolah, maka tentu saja itu bukan untuk yang bersangkutan, tetapi untuk menyelamatkan anak didik lainnya yang masih tinggal. Tentang yang terakhir ini, tentu ada yang memberi komentar “koq tega sih pak”.
Tentang komentar seperti itu, memang tidak mudah menjawabnya, apalagi kalau yang tidak tahu duduk perkaranya. Yang jelas, bahwa kalaupun harus menjatuhkan hukuman, maka itu maksudnya adalah bagi kebaikan bersama, dan itu harus diyakini benar sesuati hati nurani kita. Itu kata kuncinya.
Tumben, pak Wir koq ngomong tentang hukuman. Bukankah topik yang lagi ramai adalah persiapan bapak untuk launching buku terbarunya khan. Katanya mau dilaunching di Hotel Borobudur, saat seminar HAKI tanggal 23-25 Agustus ini. Betul ya pak ?
Untuk launching buku, memang begitu rencananya. Pihak LUMINA Press katanya telah mempersiapkan hal itu, juga telah kulonuwun dan ijin ke panitia seminar. M0ga-moga sesuai rencana. Adapun tentang hukuman, ini juga sesuatu yang sebenarnya tidak ingin aku bahas, tetapi terpaksa harus dilakukan karena menemukan hal-hal yang secara etika pendidikan adalah tidak baik.
Apa itu pak Wir yang dimaksud tidak baik ?
Etika pendidikan yang dimaksud memang tidak ada hubungannya dengan etika susila. Kalau itu sampai terjadi di kampus, wah sudah sangat kebangetan. Aku sebenarnya tidak membayangkan hal itu terjadi pada mata kuliah yang aku pegang. Maklum, selama ini aku selalu berperasangka baik. Aku terkesan lugu, bahwa mereka mau belajar dariku agar mereka pintar. Itu saja, padahal ternyata bagi mereka yang penting lulus saja, dapat nilai. Pada tahap seperti ini kadang aku jadi berpikir, siapa sih Wiryanto ini, koq ge er. Jadi kasusnya adalah antara sedih, prihatin dan kecewa berat.
Apa sih pak, di mata kuliah apa ?
Itu, saya ini khan dosen penanggung-jawab untuk mata kuliah Kerja Praktek. Dimana dalam hal itu, untuk evaluasi akhir, mahasiswa diminta untuk membuat Laporan Kerja Praktek dan dilakukan presentasi. Pada proses menjalankan mata kuliah tersebut, tidak ada proses tatap muka di kelas secara bersama-sama. Adanya adalah tatap muka, konsultasi khusus antara grup peserta kerja praktek (maks dua orang) dan dosen pembimbing. Nah dengan mengandalkan ilmu menulisku, dan juga pengalamanku di bidang konstruksi, maka disitulah aku berperan, membimbing mereka memaknai pengalaman yang didapat selama Kerja Praktek dan mengakaitkannya dengan ilmu yang mereka pelajari di kelas.
Bagi saya, kemampuan memaknai itu sangat penting, bahkan lebih penting dari ilmu yang didapat di kelas. Dengan kemampuan memaknai tersebut, maka mahasiswa diajar untuk secara aktif “melihat” apa-apa yang mereka dapat dan mengkaitkan dengan pengetahuan yang sudah diterima. Bahkan juga dapat menggali potensi-potensi yang dahulu belum diketahui berdasarkan “apa-apa” tersebut. Jadi apa yang dilihat dapat dijadikan pemicu untuk mempelajari hal yang lebih luas lagi. Cara itulah yang aku gunakan untuk menggali materi-materi tulisan yang aku buat. Itu berarti masuk tahap kreatifitas dan ide. Itu yang membuat sesuatu tidak monoton.
O di mata kuliah Kerja Praktek, tetapi masalahnya apa pak, koq sedih, prihatin dan kecewa begitu ?
Nah itu, aku di atas khan membicarakan tentang kreatifitas, ide dan lain sebagainya sebagai sesuatu yang membuat mahasiswa tidak monoton, khususnya dalam penulisan Laporan Kerja Praktek. Jadi jika ternyata dalam kenyataannya dalam penulisan Laporan Kerja Praktek ditemukan, bahwa mereka sekedar plagiat dari tulisan orang, sekedar copy & paste. Apakah tujuan diadakan Kerja Praktek itu bisa tercapai. Jelas tidak khan, bahkan dari satu sisi, aku sebagai dosen senior di situ merasa tidak dihargai oleh murid. Untunglah aku masih bisa berpikir jernih.
Nah dari pada emosi dan berpengaruh pada kesehatan diri, maka kasus itu aku sampaikan ke pimpinan jurusan. Ini tidak bisa dibiarkan, pelaku plagiat harus dihukum !
Nah bentuk hukuman apa yang dilakukan, itu yang sedang kita pikirkan bersama, yang jelas yang pasti, pelakunya tidak lulus untuk mata kuliah KP yang diambil. Tapi tentu tidak berhenti disitu saja. Betul khan.
Wah ketahuan deh laporan nya copy paste. Lain kali kalau mau nyontek jangan di mata kuliah nya pak Wir kalau begitu
SukaSuka
Sebaiknya ATM = Amati, Tiru, Modifikasi
Bukan ATP = Amati, Tiru, Plek
Begitu boleh pak? ^_^
SukaSuka
Betul, “plek” itu masalahnya. Kebetulan yang menemukan adalah penulisnya sendiri. Itu namanya sial. Maklum untuk mengecek satu persatu, dan menemukan bahwa tulisan tersebut plagiat adalah suatu pekerjaan yang melelahkan, perlu ketelitian dan waktu khusus.
SukaSuka
Setuju dengan hukumannya, Pak biar bisa dijadikan pelajaran oleh yang lain. Saya kira itu cukup adil… asalkan yang dicontek bukan hasil contekan….hihi
SukaSuka
contek mencontek bagus juga sih , misalnya mencontek orang orang sukses………hi…hi…hi
SukaSuka