Catatan penting tentang artikel ini.
Ini jejak ke-3 saya terkait dengan keilmuan “Strut-and-Tie Model”. Jejak pertama adalah saat studi S2 dahulu di UI, sekitar 1995-1996. Itu kali pertama Dr.-Ing Harianto (belum Prof saat itu) memberi kuliah beton lanjut tentang S.T.M. Jelas saja. waktu itu belum ada berita tentang ilmu tersebut sebelumnya, padahal saat itu saya sudah pengalaman 5-6 tahun di konsultan struktur terbesar saat itu, PT.WA. Jejak ke-2 adalah saat melakukan riset di Uni Stuttgart , bersama dengan Prof KH Reineck (2002). Jejak ke-3 yang sekarang saya tulis ini, riset membantu Prof Harianto (2005). O ya, sekitar setahun setelah itu juga menangani salah satu kasus proyek membantu PT. Gistama Intisemesta. Dari semuanya itu, maka threat yang dilaporkan ini adalah yang eksperimetal.
Ternyata setelah lima belas tahun berikutnya di tahun 2020, saya dipertemukan dengan suatu kondisi yang menghubungkan struktur beton dan struktur baja, yaitu angkur baja. Dari semua ilmu saya, ternyata S.T.M ini bermanfaat sekali. Ilmu ini terbukti bisa untuk memprediksi perilaku angkur baja raksasa (diameter 60 mm panjang 2 m) yang digunakan untuk menyambung menara baja setinggi 300 m dengan pondasinya di Surabaya. Prediksi yang dibuat bahkan dapat dibuktikan ketika dilakukan uji beban real sampai 500 ton. Mungkin ini satu-satunya di Indonesia saat itu (yang saya ketahui). Pengalaman tersebut bahkan sempat saya presentasikan di webinar HAKI Komda Yogyakarta medio November 2020.
Pengalaman menggeluti ilmu S.T.M ini sejak 1995 atau hampir 25 tahun yang lalu menemukan bahwa ilmu ini relatif sederhana tetapi manfaatnya luar biasa. Oleh sebab itu meskipun threat ini sudah lama dibuat, dan sempat rusak (gambar-gambar tidak keluar) maka karena dirasa sangat bermanfaat , threat ini saya hidupkan lagi.
Para ahli struktur beton di Indonesia sebaiknya menguasai ilmu STM, bahkan wajib hukumnya. Itu perlu agar bisa mendesain struktur yang tidak biasa, menjadi reliable (handal) dan ekonomis.
(ditulis ulang lagi Minggu 10 Januari 2021)
Selama tiga hari (Kamis – Sabtu) tanggal 6 – 8 Oktober 2005 , Team Peneliti UPH telah berhasil dengan sukses melaksanakan penelitian eksperimen struktur beton, berupa penelitian perilaku keruntuhan tiga (3) “balok tinggi” beton bertulang biasa, yang dilaksanakan di Pusat Penelitian dan Pengembangan Pemukiman, Badan Penelitian dan Pengembangan, Departemen PU, Jl. Panyaungan Cileunyi Wetan, Kab. Bandung, Bandung 40393.
Informasi perilaku keruntuhan balok tinggi seperti di atas sangat berguna untuk pengembangan teori Strut-and-Tie Model (stm) yang mula-mula dikembangkan oleh Jörg Schlaich, profesor Institut für Tragwerksentwurf und Konstruktion ( Institute of Conceptual and Structural Design), Uni-Stuttgart, Jerman ( Schlaich et al. 1987). Murid beliau di Indonesia, Prof. Harianto H bersama team-nya juga aktif dalam penelitian tersebut :
- Dewobroto, W.; Reineck, K.-H. (2002). “Beam with indirect support and loading“, in: Reineck, K.-H. (2002): (Editor): Examples for the Design of Structural Concrete with Strut-and-Tie Models, ACI SP-208 (2002), ACI, Farmington Hills, MI, 145-161.
- Hardjasaputra, H., Tumilar, S. (2002). “Model Penunjang dan Pengikat (Strut-and-Tie Model) pada Perancangan Struktur Beton”, UPH Press
- Hardjasaputra, H. (2004). “Perancangan Struktur Beton dengan Strut-and-Tie Model”, Prosiding Seminar dan Pameran HAKI – Excellence in Construction, Jakarta
- Hardjasaputra, H. (2005). “Perancangan dan Detailing Struktur Beton dengan Strut-and-Tie Model, sesuai ACI 318 – 2002”, Prosiding Seminar Nasional Beton 2005, Jurusan Teknik Sipil Itenas, Bandung
Karena peraturan beton di Indonesia yaitu SNI 03-2847-2002 juga mengacu pada peraturan di Amerika tersebut maka nantinya metoda tersebut juga akan diadopsi.
Informasi ini ada juga termuat di Laporan di web-site Tripod lamaku.
<< Ini report lengkap dari penelitian di atas >>
Laporan Pelaksanaan Penelitian
No: 40/UPH-LPPM02/VII/2004
Program Magister Teknik Sipil
FDTP – UPH
Eksperimen Struktur Beton Balok Tinggi untuk Pengembangan Strut-and-Tie Model

- Pendahuluan
- Pentingnya eksperimen ini
- Detail balok tinggi eksperimen
- Campuran Rencana Beton
- Sifat fisis agregat
- Rancangan campuran beton
- Bahan beton per M 3
- Pekerjaan pembuatan balok Uji
- Bekisting / penulangan dana pemasangan strai-gage
- Pengecoran balok
- Hasil uji tekan beton silinder
- Kuat tekan
- Modulus Elastisitas
- Hasil Uji Kuat Tarik Besi Beton
- Kegiatan pengujian balok
- Skedule pembebanan
- Balok Type-1
- Balok Type-2
- Balok Type-3
- Pola Retak Balok
- Hasil pembacaan Instrumen saat Pembebanan
- Hasil Balok Type-1
- Hasil Balok Type-2
- Hasil Balok Type-3
- Kondisi Balok setelah pengujian
- Personil Pengujian di Lapangan
- Daftar Pustaka
Pendahuluan
Selama tiga hari (Kamis – Sabtu) tanggal 6 – 8 Oktober 2005 telah berhasil dengan sukses pelaksanaan penelitian eksperimen struktur beton. Penelitian yang dimaksud adalah pembebanan sampai runtuh tiga balok beton bertulang yang dilaksanakan di Pusat Penelitian dan Pengembangan Pemukiman, Badan Penelitian dan Pengembangan, Departemen Pekerjaan Umum, Jl. Panyaungan Cileunyi Wetan, Kab. Bandung, Bandung 40393. Balok beton bertulang yang diuji mempunyai perbandingan bentang dan tinggi sebesar 2.25 ¸ 0.8 = 2.8125 , lebih besar dari 2.5 sehingga menurut kriteria ACI 318 – 99 sebenarnya belum termasuk kategori balok tinggi. Meskipun demikian dari perilaku keruntuhan yang diperlihatkan yaitu keruntuhan geser (diagonal splitting) maka dapat dikategorikan sebagai balok tinggi (deep-beam), yang mana perilakunya sangat berbeda dengan tipe balok biasa karena bukan keruntuhan lentur.
Pelaksanaan pengujian dapat dianggap relatif cukup lama jika dihitung dari waktu dimulainya pembuatan bekisting (medio Juni 2005), maupun waktu pengecoran balok (7 Juli 2005). Hal tersebut akibat adanya keraguan dalam sistem pembebanan yang akan diterapkan yaitu adanya kekuatiran terjadinya ketidak-stabilan selama pembebanan akibat penampang balok yang relatif cukup tinggi dibanding bentang. Setelah dilakukan berbagai brain-storming dari pihak peneliti UPH maupun tenaga ahli dari PUSKIM akhirnya dapat diperoleh pemahaman bahwa kekuatiran tersebut sebenarnya tidak terjadi dan memang pada akhirnya memang tidak terbukti. Meskipun demikian akibatnya umur beton benda uji pada saat pengujian adalah 90 hari (> 28 hari sebagai persyaratan minimum).
Tiga balok tinggi tersebut masing-masing mempunyai bentuk yang berbeda-beda, satu adalah bentuk balok biasa persegi, satu lagi ada bagian balok yang dipotong pada kedua tepinya dan yang terakhir berbentuk segitiga dimana pada bagian tengahnya diberi lobang. Balok-balok tersebut sebelum diuji ditanamkan beberapa strain gage dan selanjutnya dilakukan uji beban sampai mencapai kondisi runtuh. Selama pembebanan, selain regangan dan lendutan yang dicatat secara otomatis dalam alat ukur elektronik pada laboratorium tersebut maka pola retak pada balok juga digambarkan secara manual. Dengan demikian dari eksperimen tersebut dapat diperoleh informasi lengkap tentang perilaku keruntuhan balok tinggi dari ke-3 konfigurasi tersebut.
Pentingnya Eksperimen Ini
Strut-and-Tie Model merupakan salah satu fokus penelitian dari peneliti UPH selama ini ( Hardjasaputra dan Tumilar 2002 , Dewobroto dan Reineck 2002, Hardjasaputra 2004 dan 2005), khususnya setelah teori tersebut dimuat secara resmi dalam peraturan beton Amerika yaitu ACI 318M-2002. Karena peraturan beton di Indonesia yaitu SNI 03-2847-2002 juga mengacu pada peraturan di Amerika tersebut maka nantinya metoda tersebut juga akan diadopsi.
Bilamana sebelumnya, sebagian besar penelitian dari UPH tersebut didasarkan oleh data-data teoritis dan eksperimen tidak langsung maka dengan diadakannya eksperimen ini maka pengalaman praktis dan data-data hasil yang dapat diperoleh selama penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas penelitian-penelitian dimasa mendatang.
Kecuali hal tersebut, sebenarnya eksperimen balok tinggi dengan konfigurasi yang di uji ini sepengetahuan penulis belum pernah dilakukan eksperimen serupa sebelumnya sehingga dapat dikategorikan orisinil. Meskipun dalam praktek, bentuk yang diuji ada yang tidak umum (jarang dijumpai) tetapi diharapkan dari bentuk tersebut dapat memberikan data-data tambahan untuk mendukung teori s.t.m.
Detail Balok Tinggi Eksperimen
Semuanya ada tiga benda uji berupa balok dengan tumpuan sederhana (lihat Gambar 1) yang akan di test di laboratorium PUSKIM sampai runtuh. Ratio bentang dan tinggi balok tersebut adalah 2.25 : 0.8 = 2.8125.



Campuran Rencana Beton
Sifat fisis agregat
Mutu beton yang disyaratkan dalam pembuatan balok adalah fc 35 MPa, untuk itu dilakukan trial mix-design beton berdasarkan sifat fisik agregat batuan sebagai berikut :

Rancangan campuran beton
- Mutu beton ………………………………… : f c 35 (?)
- Bagian yang gagal …………………….. : 5%
- Standar deviasi …………………………. : 60 kg/cm 2
- Kuat tekan yang diharapkan ……. : 448 kg/cm 2
- Slump direncanakan ………………… : 60 – 180 mm
- Faktor air semen ………………………. : 0.44
- Diameter agregat maksimum ….. : 20 mm
- Berat jenis beton ………………………. : 2306 kg/m 3
Berdasarkan sifat fisik agregat dan rencana rancangan campuran beton di atas maka dapat dihitung perbandingan volume material yang diperlukan sebagai berikut :
Bahan beton per M 3
- Semen ……………………………………… : 489 kg
- Pasir ………………………………………… : 641 kg
- Kerikil pecah ………………………….. : 961 kg
- Air …………………………………………… : 215 kg
Hasil Uji Beton Hasil Campuran Rencana
Dari perolehan volume material yang diperlukan, maka selanjutnya dilakukan uji sampel beton dan hasilnya adalah :
Beton Segar

Beton keras

Maka mix-design tersebut selanjutnya akan digunakan dalam pembuatan balok uji.
Catatan : Data di atas di salin dari laporan Hasil Pengujian yang ditanda-tangani oleh Kepala Balai Bahan Bangunan bapak Ir. Lutfi Faizal (NIP.110 040 871).
Pekerjaan Pembuatan Balok Uji
Bekisting / Penulangan dan Pemasangan Strain Gage
Bekisting atau papan cetak merupakan komponen penting dalam pembuatan strukur beton bertulang. Agar diperoleh benda hasil akhir (finishing) yang ukurannya presisi maka pembuatan bekisting merupakan sesuatu yang perlu diperhatikan. Kecuali itu, bekisting harus cukup kuat menahan beban akibat menampung beton basah yang relatif berat, termasuk bila ada getaran yang diberikan sebagai bagian tahapan pengecoran.
Pekerjaan pembuatan bekisiting sepenuhnya diborongkan kepada petugas di PUSKIM dengan alasan pihak sana sudah cukup berpengalaman dalam pembuatan benda uji dengan beton. Selain itu juga dipertimbangkan jika membawa sendiri tukang dari Jakarta dan di bawa ke Bandung (Puskim) akan lebih mahal.
Karena hasil akhir tetap merupakan tanggung jawab peneliti maka setelah pembuatan bekisting selesai, diperlukan inspeksi khususnya mengenai ketepatan ukuran, kerapian maupun kekuatan bekisiting tersebut. Inspeksi dilakukan oleh penulis kedua pada tanggal 16 Juni 2005.


Dari dokumentasi dapat terlihat bahwa pengerjaan bekisting relatif rapi dan bersih.
Umumnya pekerjaan penulangan terpisah dengan bekisting, kecuali balok Type-3 dimana pemasangan tulangan sekaligus dengan dirakitnya bekisting tersebut.
Strain-gage semuanya dilekatkan dengan lem-khusus pada tulangan baja dan dibungkus dengan tape, sehingga pada saat pengecoran relatif lebih mudah dan tidak dikhawatirkan terjadinya kerusakan bilaman nantinya beton mengalami retak.


Pada Gambar 7 , terlihat kabel yang menghubungkan strain-gage dengan alat ukur digulung di bagian atas. Selanjutnya pada saat pengecoran maka keberadaan strain-gage dan kabel-kabel tersebut harus dijaga dengan baik dan tidak rusak akibat proses pengecoran. Kerusakan strain-gage akibat pengecoran hanya dapat dideteksi pada saat pengujian berlangsung dan selanjutnya tidak dapat dilakukan perbaikan, sehingga resikonya tidak diperoleh pembacaan regangan pada strain-gage yang rusak tersebut.
Perlu ditambahkan bahwa pada saat inspeksi dilakukan, strain-gage tersebut telah dipasasangkan pada tulangan baja sesuai dengan gambar yang telah ditetapkan. Metode dan prosedur pemasangannya dilakukan sepenuhnya oleh pihak PUSKIM. Berkaitan dengan hal tersebut dikarenakan peneliti UPH belum berpengalaman, sedangkan berdasarkan informasi yang diperoleh bahwa pihak PUSKIM sudah berpengalaman banyak dengan pemasangan strain-gage (karena pekerjaan sehari-harinya) maka hal tersebut sepenuhnya diberikan kepada PUSKIM.
Berdasarkan informasi yang diterima setelah percobaan dilakukan ternyata diketahui bahwa pemasangan strain-gage sangat peka dan pelik, oleh karena itu setelah semuanya terpasang sebaiknya dilakukan test pengukuran sebelum dilakukan pengecoran , yaitu untuk memastikan bahwa strain-gage bekerja dengan baik. Dalam hal ini, tidak dilakukan prosedur seperti itu. Jadi adanya pembacaan strain gage yang meragukan atau mati (tidak menghasilkan data) tidak diketahui penyebabnya, apakah akibat tahapan pembebanan atau tahapan pengecoran atau tahapan pemasagannya. Prosedur pengecekan strain-gage sebaiknya dilakukan terlebih dahulu untuk penelitian-penelitian di masa mendatang.
Pada Gambar 8 juga diperlihatkan plastik spacer yang akan digunakan sebagai pemisah tulangan dengan pinggir bekisting.

Catatan : dalam praktek jarang digunakan plastik spacer khusus seperti itu karena relatif mahal dan umumnya hanya digunakan beton tahu.
Dalam inspeksi juga dapat diketahui bahwa diameter tulangan baja seperti yang direncanakan ternyata tidak dapat dipenuhi akibat keterbatasan ketersedian bahan di pasar yang ada. Adapun tulangan yang dipasang dapat dilihat pada Gambar 1
Pengecoran Balok
Kesiapan dari bekisting, tulangan baja dan pemasangan strain-gage selesai, maka dapat dilanjutkan ke pengecoran balok. Pengecoran dilakukan pada tanggal 7 Juli 2005 dan dilaksanakan di PUSKIM Bandung.



Pada gambar 11 terlihat banyak kantong-kantong plastik yang merupakan tempat penyimpanan agregat campuran yang telah diukur berdasarkan volume dari mix-design.





Hasil Uji Tekan Beton Silinder
Data Benda Uji:
Tanggal Uji : 13-10-05
Tanggal Cor : 07-07-05
Diameter : 150 mm
Tinggi : 300 mm
Luas : 17671.459 mm2

Setelah pengujian beban balok selesai, maka mesin yang sama tersebut digunakan untuk membebani benda uji silinder beton. Pada setiap keruntuhan benda uji tersebut menghasilkan suara seperti ledakan yang relatif cukup keras. Bentuk keruntuhan yang dapat didokumentasikan terlihat pada gambar berikut.

Hasil Uji Tekan Modulus Elastisitas Beton Silinder
| Tanggal Uji : 13-10-05 Tanggal Cor : 07-07-05 Diameter : 150 mm | Tinggi : 300 mm Luas : 17671.459 mm2 D 0 : 150 mm |






Hasil Uji Kuat Tarik Besi Beton
Data Benda Uji:
Jenis / banyaknya contoh : Besi beton polos diameter 7 mm (3 buah)
Besi beton ulir dia: 21mm (3 buah)
Besi beton ulir dia. 9 mm (3 buah)
Diterima Tanggal : 12 juli 2005

Data di atas di salin dari Laporan Hasil Uji Kuat Tarik Besi Beton (Nomor : UM.01.11-Lm/244) yang ditanda-tangani oleh Kepala Balai Bahan Bangunan bapak Ir. Lutfi Faizal (NIP.110 040 871).



Kegiatan Pengujian Balok Tinggi
Sebelum dilakukan pengujian dilakukan pekerjaan-pekerjaan persiapan. Adapun persiapan yang dilakukan adalah koordinasi bersama antara peneliti UPH dan PUSKIM berkaitan dengan :
- Alat bantu tambahan (LVDT) yang perlu dipasang dan lokasi pemasangannya.
- Metode pembebanan. Untuk itu ternyata diperlukan kompromi antara pihak PUSKIM dan Peneliti UPH karena kebiasaan di PUSKIM bahwa pembebanan dan pencatatan lendutan dilakukan secara cepat mengandalkan komputer pencatat otomatis yang tersedia bersama-sama dengan mesin hidrolik beban. Sedangkan pihak UPH bersikeras bahwa pembebanan harus ditunggu untuk waktu tertentu sehingga benda uji dapat ‘menyesuaikan’ terlebih dahulu. Karena adanya waktu dan sdm yang diperlukan maka akhirnya diperoleh jalan tengah yaitu penempatan beban ditunggu tetapi tidak selama seperti waktu yang diusulkan pertama kali oleh UPH sebagaimana terlihat pada Skedule Pembebanan yang diberikan pada bab selanjutnya.
Skedule Pembebanan
Untuk memperoleh pengamatan yang teliti maka pembebanan pada balok harus diberikan secara bertahap dalam siklus tertentu. Adapun siklus pembebanan yang digunakan adalah sesuai dengan skedule pembebanan berikut.

Catatan :
- Total waktu yang diperlukan direncanakan tiap tahapan adalah ± 3 jam, dalam pelaksanaan setelah dievalusi diperoleh bahwa tahapan 1 dan 2 masih dalam kondisi elastis oleh karena itu tahapan 1 dan 2 dipersingkat
- Setiap siklus harus diselesaikan tanpa jeda sesuai skedul.
- Jeda antar siklus dapat digunakan untuk istirahat
- Pada setiap tahapan beban harus dilakukan pencatatan deformasi dan beban.
- Beban aksi dan reaksi pada balok Uji harus dapat diukur untuk itu perlu dipasang alat ukur yang tepat.
Balok Type 1 (Kamis – 6 Oktober 2005)




Balok Type 2 (Jumat – 7 Oktober 2005)




Balok Type 3 (Sabtu – 8 Oktober 2005)

Pola Retak
Pola retak digambarkan secara manual, adapun angka yang terdapat pada pola tersebut menunjukkan urutan beban dimana retak tersebut terjadi. Dengan demikian angka paling kecil menunjukkan retak yang pertama kali terjadi dan angka terbesar menunjukkan retak pada kondisi sesaat sebelum runtuh.



Catatan : Grid pada balok memang telah dipersiapkan terlebih dahulu untuk setiap benda uji. Sebelum grid dibuat maka benda uji di cat terlebih dahulu dengan cat-tembok putih dan baru diatasnya digariskan grid-grid tersebut. Adanya grid tersebut memudahkan memindahkan pola retak pada benda uji ke kertas gambar.
Hasil Pembacaan Instrumen saat Pembebanan
Balok Type-1


Pada Gambar 34 kiri, alat ukur tambahan LVDT yang menempel pada balok adalah TR.3 – TR.6 , sedangkan alat ukur di bagian atas yang pemasangannya memerlukan besi tambahan adalah TR.10 (atau TR.11). Sedangkan pada gambar kanan LVDT yang terlihat adalah WG.2 dan TR.8.



Evaluasi beban batas : Keruntuhan terjadi pada tahapan beban ke-4 dengan beban sebesar 119.48 kN



Balok Type-2




Evaluasi beban batas : Keruntuhan terjadi pada tahapan beban ke-4 dengan beban sebesar 122.6 kN





Balok Type-3


Evaluasi beban batas : Keruntuhan terjadi akibat beton pecah pada bagian atas (desak) pada tahapan beban ke-3 dengan beban sebesar 105.61 kN. Sifat keruntuhan adalah non-daktail (tiba-tiba).

Tabel 9. Data Hasil Pembacaan LVDT pada Balok Uji Saat Pembebanan



Kondisi Balok Tinggi Setelah Pengujian

Tim Uji Beban di PUSKIM

Tim Peneliti UPH terdiri dari Prof. Dr.-Ing. Harianto Hardjasaputra (belakang No.2 dari sebelah kiri) dan
Ir. Wiryanto Dewobroto, MT. (depan paling kiri). Adapun tim PUSKIM Bandung dipimpin oleh Ir. Sutadji Yuwasdiki, MSc. (belakang paling kiri) selaku Head of Technical Assistance Structural and Building Construction Division PUSKIM (Pusat Penelitian dan Pengembangan Pemukiman), Badan Penelitian dan Pengembangan, Departemen Pekerjaan Umum, Jl. Panyaungan Cileunyi Wetan, Kabupaten Bandung
Bandung 40393
Sumber Pustaka
- ACI Committee 318, (1999). “Building Code Requirements for Structural Concrete (ACI 318-99) and Commentary (ACI 318R-99)” , ACI, Farmington Hills, MI, 145-161.
- Dewobroto, W.; Reineck, K.-H. (2002). “Beam with indirect support and loading”, in: Reineck, K.-H. (2002): (Editor): Examples for the Design of Structural Concrete with Strut-and-Tie Models, ACI SP-208 (2002), ACI, Farmington Hills, MI, 145-161.
- Hardjasaputra, H., Tumilar, S. (2002). “Model Penunjang dan Pengikat (Strut-and-Tie Model) pada Perancangan Struktur Beton”, UPH Press
- Hardjasaputra, H. (2004). “Perancangan Struktur Beton dengan Strut-and-Tie Model”, Prosiding Seminar dan Pameran HAKI “Excellence in Construction”, Jakarta
- Hardjasaputra, H. (2005). “Perancangan dan Detailing Struktur Beton dengan Strut-and-Tie Model, sesuai ACI 318 – 2002”, Prosiding Seminar Nasional Beton 2005, Jurusan Teknik Sipil Itenas, Bandung
- Panitia Teknik Standardisasi. (2002). “SNI 03 – 2847 – 2002 : Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung”, Bandung
- Schlaich, J., Schäfer, K., dan Jennewein, M. (1987). “Special Report : Toward a Consistent Design of Structural Concrete”, PCI Journal, Vol.32, No.3, May/June, 74 halaman.







Tinggalkan Balasan ke iwan Batalkan balasan