terinspirasi INS Kayutanam


Sumber bacaan : “Tradisi Bijak Kayutanam“, oleh Agus Hernawan, Kompas 9 Feb 2008

Sekolah INS Kayutanam di kota Padang, yang berdiri di tahun 1926, akhirnya dapat berkembang menjadi institusi pendidikan Bumiputera terkemuka dengan fasilitas terlengkap pada masanya (Hernawan 2008).  Padahal masa itu adalah masa penjajahan, tentunya sarana pendidikan bagi Bumiputera tidak semudah seperti sekarang ini, yang katanya telah merdeka lebih dari 50 tahun.

Sekolah tersebut bukan berdiri karena adanya subsidi pemerintah kolonial Belanda, bahkan INS Kayutanam menolak segala bentuk subsidi dari pemerintah.  Tetapi adalah karena tekad kuat dari Engku Sjafei dan ayahnya, Marah Sutan, agar tercipta perguruan yang mempunyai hubungan erat dengan masyarakat, untuk dapat saling kerja sama sebaik-baiknya guna kebahagiaan nusa, bangsa dan kemanusiaan

Tindakan nyata yang dilakukan oleh pak Sjafei adalah menciptakan kemandirian. Itu pula yang menjadi alasan mengapa tidak mau menerima subsidi pemerintah, yaitu agar tidak disetir. Sedangkan untuk mewujudkan hubungan erat dengan masyarakat maka INS bermitra dengan organisasi buruh KA (VBPSS) dan para perantau Minangkabau di Jakarta. Selain itu untuk mengumpulkan dana bagi kegiatannya maka memberdayakan aktivitas siswa, seperti pertunjukan sandiwara, penjualan hasil-hasil karya siswa maupun pertandingan bola.

Kegiatan seperti itu yang melibatkan murid, tidak berarti memperalat murid, tetapi mengajak berperan aktif dalam mewujudkan sikap mandiri tersebut. Murid adalah subjek yang berperan aktif mewujudkan kemandirian sekaligus mengasah bakat, sikap aktif-kreatif, etos kerja, serta tidak cengeng. Jika itu dipadu dengan pengetahuan dan ketrampilan yang disusun dalam kurikulum yang tepat maka hasilnya tentu adalah luar biasa.

Konsep seperti di atas, secara tidak disadari ternyata telah dilaksanakan di jurusanku oleh para mahasiswa-mahasiswaku. Memang bukan sandiwara sih, tetapi juga mirip yaitu seminar umum sekaligus seminar-workshop tentang komputer. Kegiatan promosi ternyata telah diwujudkkan dengan berbagai cara, tidak hanya menampilkan di internet, mengirim poster ke institusi lain, tetapi juga mensosialkan ke kampus sendiri. Untuk itu mereka (para mahasiswa) tidak segan-segan untuk membuka stand di depan pintu masuk kampus dan menjaganya setiap hari kerja. Karena dilakukan bergiliran, maka itu dapat menggerakkan para mahasiswa. Ini juga menjadi sarana menjalin komunikasi antar angkatan.

Kegiatan membuka stand itu dapat aku temui ketika akan keluar makan siang. Eh, ternyata ada stand mahasiswaku di depan. Ini gambarnya.


Sdr. Rully (berdiri) dan sdr. Manoi (duduk)
sedang memberi penjelasan kepada pengujung.
Lihat itu di foto, bukuku dengan bangga dipajang juga.

Coba perhatikan brosur-brosur kegiatan yang menumpuk, ada yang berwarna kuning dan pink. Juga itu terlihat buku karanganku yang dipinjam dariku, katanya untuk promosi, khan ada Workshop SAP2000 gitu pak. Ok dah.

Jadi dalam kegiatan di jurusanku inipun, konsep agar dapat mandiri ternyata telah dipraktekkan juga. Jika INS dapat menjadi besar pada suatu masa tertentu, maka diharapkan Jurusan Teknik Sipil UPH juga dapat menjadi besar, karena kita telah memulai juga dengan kata kunci MANDIRI.

Semoga Tuhan memberkati.

14 pemikiran pada “terinspirasi INS Kayutanam

  1. KIKIH

    Pak Wir,
    saya dari jogja,..
    buku SAP2000 udah habis beberapa bulan yang lalu, apakkah mau diterbitkan lagi pak??
    saya sudah confirm ke penerbit dijogja, katanya belum ada kepastian…
    terima kasih pak…

    wir’s responds: saya pikir nanggapin artikel, eh ternyata buku SAP2000-ku. Kikih, aku baru saja sms editornya mbak Elly, menanyakan jadi tidaknya di cetak ulang. Kata beliau jadi koq. Hanya jadwalnya akan ditanyakan lagi. Trims ya, mau beli bukuku. Jika pada habis dan dicetak ulang lagi, nanti aku pasti akan menulis buku lagi yang lain yang lebih baik. :mrgreen:

    Suka

  2. Robby Permata

    P wir,
    INS Kayutanam setau saya bukan di kota Padang, kalo gak salah lebih dekat ke kota Padang Panjang. (saya juga lupa2 ingat, maklum udh bbrp tahun gak pulang kampung).

    -Rp-

    Wir’s responds: O gitu tho, dekat Padang panjang dengan Padang Panjang beda. Terus terang aku tahu juga dari koran. Trims infonya.

    Suka

  3. evanrama

    sebagai putra minang saya wara-wiri tiap mdik lebaran di jalan tepat di depat kampus INS ini,sekolah tertua yang ada di pulau Andalas dulunya sangat bangga jika seorang bersekolah di sini tapi kini sekolah ini hanya tinggal nama besar .

    Sesuai namanya INS Kayu Tanam, sekolah ini berlokasi di Kayu Tanam ( nama tempat di Kabupaten Padang Pariaman, kalo dari Kota Padang jarak tempuh kira-kira 45 menit).

    UPH yang katanya Global Perspektif ternyata tidak melupakan kearifan lokal,, yup ok’s banget

    Suka

  4. wir

    to Evanrama,
    Kalau dengar sebutan “putra Minang” gitu, he, he, he kesannya gimana gitu. Kaya denger “putra Jogja” gitu lho. He, he, he, …

    “tinggal nama besar”

    Sayang ya, sudah susah-susah mbesarin, koq jadi gitu ya. Memang yang bikin besar itu orangnya dan bukan gedungnya, jadi waspada saja untuk orang-orang yang bangga punya gedung besar. Punya orang yang bernama besar nggak ? kalau nggak nanti kayak gitu lho, orang hanya berkomentar “sekarang tinggal nama besar“. Khan nggak enak didengar.

    Kalau di Jogja, mungkin itu seperti perguruan Taman Siswa ya. Gimana dia sekarang ? Moga-moga jangan “tinggal nama besar aja ya”.

    Untuk bisa melihat Global dalam prespektif positif maka perlu melihat keunggulan lokal, jadi jangan meniru gebyarnya global saja. Kalau soal itu, saya sebagai orang jawa yang sekarang ngenger di kampus yang katanya globalpun masih merasa bahwa budaya jawa tempat dulu dilahirkan adalah sesuatu yang luhur. Jika mau menggali, kayaknya juga nggak akan ada habis-habisnya.

    Hanya sekarang budaya lokal juga mulai tererosi seiring dengan mulai hilangnya bahasa daerah bagi kalangan muda. Di Jogja aja, banyak ponakan saya yang tahunya bahasa Indonesia saja, bahasa jawa tahunya yang ngoko (yang kasar, bahasa sehari-hari tukang becak dll) sedang bahasa kromo inggil yang merupakan keunggulan bahasa Jawa karena kehalusan pekerti dll, sudah tidak tahu sama sekali. Kadang-kadang saya prihatin melihat hal seperti itu. Tapi ya gimana lagi, bisanya hanya diungkapkan dalam tlatah berpikir saja seperti ini.

    Ada gunanya nggak sih.

    Suka

  5. evanrama

    Kalau dengar sebutan “putra Minang” gitu, he, he, he kesannya gimana gitu. Kaya denger “putra Jogja” gitu lho. He, he, he, …
    —————————————————-
    lha emang kata putra sudah di patenin wong jogja ya pak? ^_^

    ngomong 2 soal Global saya teringat juga akan Pahlawan Nasional perempuan asal ranah minang juga ( cie narsis ni yee)
    yakni Rohana kudus , beliau yang berjuang melawan imprealisme zaman belanda era 1908 , beliau juga tokoh pers perempuan pertama di Indonesia dengan menerbitkan surat kabar (lagi2 yg pertama ) yakni “sunting melayu”

    dengan prinsip hidupnya yakni “BERPIKIR GLOBAL namun BERSIKAP LOKAL ”
    sesorang jangan pernah menghapus jejak -jejak identitas ke”lokal-annya”walaupun ia berada pada di ranah Global

    Suka

  6. alumni INS

    sayang konsep angku Sjafei sekarang dihilangkan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab dan aset tanah akan dialih pungsikan. yang ada sekarang SMA biasa dgn murid yg sedikit, tidak ada pendidikan karakter dan telah dihapuskan pendidikan keterampilan yang oleh kepala sekolah sekarang yang bernama Hendrizal atas persetujuan Ketua Yayasan Ins Kayutaman yang berkedudukan di Lebak bulus Jakarta yang tidak mempunyai hak dan legalitas syah, kebersamaan alumni sangat dibutuhkan utk memperjuangkan bersama-sama ahli waris dan orang-orang yang benar-benar mencintai INS.

    Suka

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s