Adalah menarik dalam kehidupan ini.
- Apakah anda merantau atau hanya tinggal di tanah kelahiran sampai dewasa.
- Apakah anda pergi kemana-mana hanya beralas kaki atau tinggal perintah saja ke sopir, pakai mobil ber-AC.
- Apakah anda harus bersusah payah untuk sesuap nasi atau tinggal jalan ke meja makan, tanpa tahu siapa dan dari mana lauk tersebut ada.
- Apakah anda bersekolah setinggi gunung dengan gelar yang terlalu panjang untuk dituliskan, atau cukup bisa hidup tanpa menginjak bangku sekolah.
Semuanya bisa sama saja, tergantung cara orang tersebut menyikapi terhadap fakta-fakta yang dihadapinya. Orang-orang tersebut bisa saja sama-sama merasakan kebahagiaan atau juga sama-sama kekecewaannya. Itu kembali dengan cara bagaimana yang bersangkutan mensikapinya.
Bisa mensyukuri apa-apa yang diterima dalam hidupnya, adalah salah satu unsur penting dalam memperoleh kebahagiaan hidup ini. Mensyukuri bagaimana Tuhan menjamahnya, memakainya dalam perannya memuliakan-Nya.
Terus terang saya tersentuh dengan email yang diberi teman di milis, suatu gambaran kehidupan di Cina daratan (kalau tidak salah) yang membuat kita merasa “lebih baik”. Oleh karenanya kita dituntut untuk terus berupaya lebih besar karena itu.
Inilah gambaran yang aku maksud (trims ya yang ngasih renungan berikut).
Jika anda rasa anda tidak bahagia.. Lihatlah mereka..
Jika anda fikir kerja anda susah.. Bagaimana dengan dia..?
Jika anda fikir gaji anda rendah.. Bagaimana dengan dia..?
Jika anda fikir anda kurang kawan.. Lihatlah dengan siapa dia berkawan..
Jika anda fikir belajar itu satu beban, apa pandangan terhadap anak ini..?
Di saat anda berputus asa.. Renungkanlah pakcik ini..
Jika pekerjaan anda serasa berat dan menjalani hidup penuh sengsara… adakah sengsara anda sehebat si dia..
Jika anda mengomel tentang mengenai fasilitas publik , bagaimana dengan mereka.. ?
Jika masyarakat anda tidak bersifat adil terhadap anda, apa tanggapan anda terhadap nenek ini..?
Bagaimanakah dengan kehidupan anda ? Apakah masih juga diperlukan contoh untuk gambar di atas tentang kehidupan yang anda alami ?
Semoga berguna, semoga hidup ini dapat dipandang sebagai sesuatu yang berharga untuk dapat disyukuri.
Salam sejahtera bagi anda semua.
maaf pak saya baru comment sekarang ini, padahal sudah beberapa kali membaca tulisan bapak 🙂 .
Pertanyaan saya, gambar-gambar di atas bukannya bisa berarti 2 ya ? Misalnya gambar-gambar tersebut di tunjukan untuk orang-orang yang memang sudah berkecukupan (pas-pasan lah) tapi terus mengeluh dan give up, saya sangat setuju.
Tapi khan bisa dibalik juga misalnya untuk negara kita tercinta ini, bisa saja pemerintah menggunakan gambar-gambar di atas untuk bilang ‘sudah syukur anda tidak seperti ini‘ , padahal seperti yang kita lihat kinerja pemerintah kita juga kayaknya ogah-ogahan dalam membuat rakyatnya terlepas dari hal-hal seperti yang di gambar itu 🙂 .
Waduh saya berburuk sangka nih… maaf 😛
SukaSuka
sdr Aaulia,
Gambar-gambar di atas bisa berarti dua !
Wah benar sekali mas, setelah membaca komentar Bapak saya baru sadar, gambar tersebut memang bisa berarti dua.
Tapi apakah kemudian, saya akan hapus.
Saya rasa tidak mas, itulah hidup, bisa dilihat sebagai suatu beban yang harus kita pikul sampai ajal menjemput, tetapi juga bisa kita rasakan sebagai syukur bahwa Tuhan memberi kita kehidupan tersebut.
Semua hal dapat dilihat dari sisi negatif maupun sisi positip. Mulai dari punya anak, punya istri, beragama dsb-nya. Lebih ekstrim lagi bahwa semua bisa benar atau bisa salah, tergantung orang yang menginterprestasikan.
Bagaimana untuk mengetahui bahwa itu benar dan itu salah. Hanya hikmatlah yang bisa menjawabnya. Darimana itu, dari manusiakah atau dari Tuhan. Itu juga menarik, mungkin ada beda pendapat, tetapi kalau saya menyitir itu dari permintaan nabi Sulaiman, maka hikmat kebenaran hanya dari Tuhan Allah di surga.
Wah koq jadi omong gitu.
He, he, kembali ke dua arti tersebut.
Jadi agar mengetahui bahwa apa yang sebaiknya dimengerti dari illustrasi diatas adalah tergantung dari yang memberi info gambar tersebut, pertama apakah yang memberi gambar di atas mempunyai pamrih dan apakah yang bersangkutan juga meyakini benar bahwa gambar tersebut dapat sesuai dengan tujuan diberikannya.
Wah pusing juga ya. Tapi memang begitulah mas, apa yang baik bagi seseorang belum tentu baik bagi orang lain. 😛
SukaSuka
Wah pak Wir mohon maaf, bukan maksud saya mo meminta untuk dihapus kok 🙂 . Saya cuman memberikan pendapat bahwa (seperti yang bapak katakan) ‘apa yang baik bagi seseorang belum tentu baik bagi orang lain’ .
SukaSuka
Sungguh menggugah. Gambar memang bisa berbicara seribu kata dan seratus bahasa serta berpuluh makna, negatif ataupun positif. Tergantung kacamata yang melihatnya. Salam kenal.
SukaSuka
Di Indonesia juga banyak pak. Ga usah jauh-jauh ke China.
SukaSuka
Maaf, gambarnya memang bagus, cuma yang seperti gambar2 tersebut, rasanya saya melihat yang lebih buruk di tanah air kita.
Yang nyebrang jembatan, di Papua saya lihat jembatan pakai rotan sementara sungai deras bergulung arusnya, kalau terpeleset pasti tinggal cerita.
Di China kesehatan masyarakat dan masyarakat miskin diatur oleh negara (maklum sosialis komunis). Sementara di tanah air suruh bayar sendiri dan nyari sendiri (maklum sudah jadi liberal kapitalis).
Tapi biar bagaimanapun saya setuju kita harus mensyukuri apa yang sudah kita peroleh.
SukaSuka
Tak ada kata yang lebih bisa aku ungkapkan. Ya Tuhan aku bersyukur padaMu.
Deo Gratias.
SukaSuka
saya kira gambar diatas mencerminkan keadaan sosial di China sana, tentang perspektif negatif atau positif yang dapat diambil dari gambar tersebut adalah hak individu masing2 yang melihatnya.
namun yang penting dari hal tersebut menurut saya adalah “bagaimana keperkaan kita terhadap keadaan sosial masyarakat di sekitar kita”
apakah kita akan berdiam diri saja apabila ada tetangga yang kurang mampu menderita sakit parah padahal kita hidup bergelimangan harta?
apakah kita tega melihat anak2 usia sekolah bekerja sebagai pengamen dijalan padahal kita mampu u/ mengambil dia sebagai anak asuh?
apakah tidak teriris hati kita melihat ibu2 membunuh anaknya sendiri dikarenakan keadaan ekonomi?
saya rasa inilah saatnya mengembalikan kepekaan sosial kita kepada masyarakat sekeliling kita..
bantuan berupa pakaian bekas pun terasa mewah bagi mereka yang membutuhkan..
sebuah ironi dikota-kota besar, disaat kita berbelanja di mal makan di kafe pakai handphone gonta-ganti mobil-mobil membakar uang rakyat, masih ada tetangga kita yang tidak punya beras sama sekali,bahkan anak2 kecil tersebut kehilangan masa kecil nya..
semoga dengan mulai dari diri kita sendiri, kita dapat paling tidak mempengaruhi masyarakat sekeliling kita u/ membuka mata hati nya…
salam
SukaSuka
Pak Wir yth,
Memang kalau kita melihat, akan ada 2 persfektif yang bertolak-belakang, tapi saling melengkapi seperti rekan mailist lainnya pernah ungkapkan.
Saya juga melihat itu sebagai dua hal yang akan membuat kesimpulan beragam. Satu sisi pandang yang negatif dan sisi lain yang positif. Kalau kebetulan ada tetangga, sedulur, teman atau orang yang tidak kita kenal tapi kita lihat, akan membandingkan bahwa foto yang Bapak posting belum seberapa jika dibandingkan nestapa orang yang ada di dekat kita.
Atau mungkin ada yang menganggap bahwa perihnya hidup seperti dalam picture tsb sangat menyentuh sanubari sehingga timbul rasa empati (yang ini saya yakin Bapak berharap ke arah situ).
Semua sah sah saja, tergantung “mata hati” kita melihat yang mungkin saja saat “bad mood” malah terasa sumpek dan jadi apatis, atau saat pikiran tenang dan terbuka hati untuk menerima suatu keadaan, dapat menggugah tumbuhnya empati, lantas bersyukur kepadaNya atas nasib yang lebih baik.
Ada pepatah, atau kata-kata bijak yang berbunyi : Jika engkau merasa kekurangan lihatlah orang jauh dibawahmu, jika engkau sudah merasa berpunya lihatlah orang di atasmu. Maka semangatmu untuk hidup akan lebih bertenaga.
Secara jujur, saya setuju dengan posting foto tersebut, meskipun saya sendiri melihat ada yang lebih merana di Jogja atau di Kaltim, karena sesungguhnya menjadi pembelajaran bagi kita untuk menjadi orang yang bersyukur atas Karunia Nya. Dan (semoga !!!) menjadi orang yang tetap semangat, tidak menjadi Tuan Penggerutu. Di usia saya yang mulai menapaki matang, semakin banyak berkunjung ke suatu tempat, banyak hal baru yang memberikan pelajaran berharga bagaimana mengisi kehidupan ini dengan lebih bermakna.
Ada satu peristiwa yang tidak akan saya lupakan, saat saya merantau dari kampung dan bersekolah di Jakarta, teman satu “geng” saya yang orang Batak, penganut Kristen, saya panggil dia Ucok, tahu bahwa saya mesti sholat Maghrib (kebetulan saat itu saya berpuasa), dia mencarikan makanan untuk berbuka dan meminjamkan sajadah dari tetangga. Di situlah saya merasa sesungguhnya saudara yang terdekat yaitu orang yang mengerti kesulitanmu dan berusaha memberikan dukungan tanpa pamrih, ikhlas. Entah berada dimana dia, setelah kami berpisah di tahun 88.
Pak Wir, semoga bantuan dari Bapak melalui blog ini, membuat banyak orang merasa seperti dibantu saudaranya, seperti layaknya sahabatku Ucok , tulus dan ikhlas. Hanya yang Maha Mengetahui, Pemberi Rahmat dan Kehidupan, Gusti Allah yang akan membalasnya.
Maafkan jika ada yang tersentuh, ataupun tersinggung, bukanlah niat saya membuat Anda tersinggung.
SukaSuka
ya Allah aku bersyukur kepada-Mu. lihatlah orang yang ada dibawahmu dan janganlah lihat yang ada di atasmu.
SukaSuka