Jurusan teknik sipil adalah jurusan yang ada dimana-mana, artinya ‘koden‘ begitu. Bukan sesuatu yang istimewa karena di setiap sudut, di setiap universitas besar pasti ada. Jadi ketika Universitas Pelita Harapan pada tahun 1994 membuka jurusan tersebut tentu beresiko tinggi, saingannya banyak. Meskipun demikian, untuk melengkapi sebutan sebagai ‘universitas’ (pada waktu itu), maka jurusan teknik sipil tetap dibuka. Jadi jelaslah bahwa jurusan teknik sipil UPH adalah sama tuanya dengan universitas yang berkampus di lippo karawaci itu, karena saat didirikannya sama waktunya.
Tulisan ini mencoba mencermati dampak jurusan tersebut setelah hampir 14 tahun ini berdiri. Apakah masih ‘koden‘ atau makin bertambah ‘koden‘ saja. Jadi informasi ini juga baik, bagi calon mahasiswa siapa tahu menjadi bahan pemikiran, dan bahkan menjadi bagiannya.
Bapak Johannes Oentoro dan bapak James T. Riady, merupakan dwi-tunggal pendiri Universitas Pelita Harapan, beliau berdua memilih dan memberi kepercayaan kepada Dr.-Ing. Harianto Hardjasaputra, seorang alumni ITB dan orang Indonesia pertama yang mendapat gelar Dr.-Ing. bidang struktur dari Uni-Stuttgart Jerman, untuk menjadi pioner dan duduk mengelola jurusan tersebut sejak awal berdiri. Saat ini beliau adalah profesor /guru besar di bidang teknik sipil di UPH. Pada saat itu beliau ditunjuk menjadi dekan FTSP (sekarang jadi FDTP), adapun ketua jurusannya adalah bapak Ir. David B. Soelaiman, Dip. H.E , ahli keairan, yang sebelumnya adalah dosen yang mengajar di UNTAR yang bersedia bekerja full-time karena baru saja pensiun dari Dept. PU.
Itulah cikal bakal jurusan teknik sipil UPH di Lippo Karawaci, empat belas tahun yang lalu.
Sebagai universitas dengan konsep nobel industri, maka yang disebut dosen adalah suatu profesi serius dan tidak bisa dianggap sebagai sambilan saja. Konsekuensi dari itu adalah bahwa bapak-bapak pengelola tadi di atas bekerja penuh waktu 40 jam seminggu, masuk dari pukul 7.00-16.00 dari hari Senin-Jumat. Itulah yang disebut sebagai dosen tetap (full time lecturer) di lingkungan Universitas Pelita Harapan. Jadi mungkin bisa berbeda dengan dosen-dosen ditempat lain. Oleh karena itulah jumlahnya relatif sedikit, agar efisien maka dalam perekrutannya dosen-dosen di UPH harus mempunyai kompetensi yang jelas sehingga bisa bertanggung jawab terhadap materi perkuliahan secara mandiri dan tentu saja bisa mengajar banyak mata kuliah yang sesuai dengan bidangnya.
Kecuali dua orang tadi, dosen tetap jurusan teknik sipil di UPH ada yang lain juga, ada lima orang lagi, jadi totalnya dosen tetap adalah kurang dari sepuluh. Untuk mengisi mata kuliah yang belum terpegang ada juga dosen tidak tetap, biasanya dibantu teman-teman dosen dari Trisakti dan UNTAR, dari UI nggak ada, mungkin karena terlalu jauh. Tentang Trisakti dan Untar, itu dimungkinkan karena pak Harianto dan pak David, dosen senior di atas, sudah berkecipung lama di kedua institusi pendidikan tersebut sebelum berkiprah di UPH. Hanya saja pak Harianto hanya sebagai dosen tidak tetap, karena yang utamanya adalah salah satu manager di konsultan engineering terkenal di Jakarta.
Semua informasi di atas bagi saya tentu akan tetap menjadi asing jika tidak ada krismon. Kenapa, karena peristiwa itu, maka banyak ekspatriat dosen di UPH waktu itu pada pulang, ada kekosongan. Karena kebetulan baru saja lulus dari program S2 UI dan juga pekerjaan industri konstruksi berkurang, dan kebetulan mengenal baik bapak Harianto (karena sama-sama pernah bekerja pada kantor konsultan yang sama) maka ketika ditawari untuk mengisi kekosongan tersebut maka jadilah saya menjadi salah satu dosen di UPH.
Apakah itu berarti saya adalah dosen TIBAN. He, he, mungkin bisa begitu, bisa juga tidak. Terus terang jika tidak ada krismon, tidak ada di benak saya akan hidup menjadi dosen. Cita-cita sejak lulus adalah mau seperti bapak Prof. Wiratman, menjadi structural engineer yang terkenal. Begitu katanya. Meskipun di sisi lain, mengajar merupakan salah satu hobby saya, karena sejak mahasiswa sudah menjadi asisten (meskipun dapet duitnya sih nggak seberapa) , membantu dosen dalam mengerjakan tugas bagi mahasiswa-mahasiswa adik kelas. Juga ketika di Jakarta, setelah bekerja di konsultan, setiap sore hari pada hari-hari tertentu membantu mengajar menjadi dosen tidak tetap di UNTAR. Tahun berapa itu ya, kalau nggak salah dari tahun 1990-1993, berhenti karena mau nglanjutin S2 di UI waktu itu. Wah jaman dulu idealismenya tinggi juga, pagi kerja, sore maunya ngajar atau sekolah. Untuk waktu itu, mungkin begitu, tetapi kalau sekarang kelihatannya sudah nggak kuat lagi. Macetnya itu bo. 😦
Jadi sejak era setelah krismon 1998 maka jadilah statusku berubah dari engineer ke dosen. Bidang mata kuliah yang aku ajarkan ya tetap sama, yaitu bidang-bidang structural engineering, misalnya struktur beton, analisa struktur, dan hal-hal yang terkait komputer, misal pemrograman komputer, implementasi komputer untuk analisa struktur dan semacamnya. Yah, hal-hal yang biasa aku geluti dulu di dunia praktis.
Menjadi dosen tentu berbeda, dibanding jadi engineer, sebagai kompensasinya jika ada waktu luang maka saya ngulik (menghabiskan waktu) ke pemrograman komputer. Waktu itu belum biasa menulis, masih males. Itulah mengapa buku-buku yang aku tulis pertama kali, kebanyakan tentang komputer, komputer teknik sipil tepatnya. Itulah produk engineer yang jadi dosen, jadi ada bentuknya, kalau ngajar di depan kelas apa hayo produknya.
Dalam perjalanannya waktu, dosen-dosen tetap di Jurusan Teknik Sipil UPH yang paling banyak adalah bidang struktur (bidang strukturnya dominan), apalagi sekarang ditambah dengan bapak Dr.Ing. Jack Wijayakusuma, lulusan Uni-Stuttgart, adik kelas pak Har juga bergabung. Jadi yang bidang struktur saja ada tiga orang (termasuk saya), untuk keairan / hidro adalah pak David, dan untuk transportasi pak Mintar, sedangkan manajeman konstruksi adalah bu Minawati (dulu bekas kajur, tetapi sekarang membuka perusahaan sendiri sehingga hanya jadi dosen tidak tetap), untuk tanah / pondasi pak Sudioto dan ibu Nurindah. Ya, hanya satu orang-satu orang, itupun dosen tidak tetap. O ya, lowongan dosen tetap untuk tanah masih terbuka lho di UPH.
Apakah konfigurasi dosen seperti itu mempunyai dampak ?
Wah gimana ya ngukurnya. Apakah itu berbekas pada anak-anak didiknya. Kelihatannya produk engineering itu lebih mudah di ukur dibanding produk pendidikan.
Sebelum berbicara produk. Percayakah anda jika saya berbicara di depan kelas maka tentunya penuh semangat jika menceritakan dunia structural engineering. Itu saja baru level master, bagaimana jika selevel doktor yang juga menyelami dunia praktis seperti prof Har tersebut. Yah pokoknya seru lah, bagi kami berbicara materi kuliah itu biasa, tetapi memberi motivasi bagi anak didik tentang suasana dunia kerja nantinya adalah penting. Bahkan itulah yang menunjukkan kelas dosen.
Yah maklum, meskipun baru selevel master, tetapi kalau dunia rekayasa struktur (waktu itu rasanya) maunya bilang “ayo aja“.
Perasaan-perasaan seperti yang saya ceritakan di atas menjadi terkenang ketika menerima email alumni-alumni UPH yang telah bekerja. Ternyata mereka cukup banyak terinspirasi menekuni bidang-bidang yang sering saya ceritakan di depan kelas. Kemarin, saudara Rustama yang bekerja di kantor konsultan engineering PMA mengirim foto-foto tentang dunia yang dilihatnya.
Terus terang saya terharu, ternyata anak-anak didik saya, yang pada kelihatan diam ketika saya banyak bercerita di kelasnya, ternyata mengikuti jejak menjadi engineer. Bahkan bidangnya structural engineer lagi, persis bidang yang ku geluti. Ternyata ada juga dampaknya.
Tepatnya, bahwa interaksi selama empat tahun pendidikan di kampus Lippo Karawaci memberi mereka bekal dan kepercayaan diri untuk berani terjun menghadapi dunia engineering sebenarnya. Interaksi mereka salah satunya dengan kami-kami ini, dosen tetap di Jurusan Teknik Sipil UPH. Itulah hasil produk kami.
Mari kita lihat dunia rekayasa dari kaca mata engineer muda lulusan kampus lippo karawaci.
Tiga foto di atas adalah hasil site visit, engineer tadi ke salah satu pelabuhan industri batu bara. Rustama menceritakan bahwa kerusakan dermaga di atas adalah akibat tidak ditindak-lanjutinya data-data tanah dengan teori yang benar, jadi kontraktor langsung kerja, mancang gitu. Itulah kontraktor Indonesia yang berfalsafah “jangan teori aja, ayo kerja“. Begitulah jadinya. Sama dengan anda nggak. 😛
Jadi, jika sebelumnya ditelaah dengan baik terlebih dahulu, kelebihan dan keterbatasan kondisi tanah di bawahnya dan dilakukan analisis-analisis yang tepat maka foto-foto di atas tidak akan terjadi.
Eh, pak Wir apa dampaknya itu buat orang awam seperti saya ini. Itu khan tugas para ahli.
Ya, ya saya maklum. Tapi ingatkah anda tempo hari, bahwa listriknya byar pet ? Kena giliran pemadaman.
Itulah. Anda lihat sendiri dermaganya, banyak yang rusak. Dengan demikian kapal-kapal yang seharusnya dapat memuat batu-bara menjadi terbatas, itu menyebabkan pasokan energi untuk pembangkit listrik di jawa jadi berkurang. Jadi jangan disepelekan !
Nah, itulah sekarang engineer alumni Kampus Karawaci mencoba menindak-lanjuti. Jadi jangan heran, jika dosen-dosennya aja yang tua punya idealisme, apalagi alumninya yang masih muda-muda. Saya yakin deh, suatu saat sumbangan dari kampus Lippo Karawaci bagi pembangunan Indonesia pasti ada gemanya. Buahnya sudah mulai bermunculan, pelan tapi pasti !
Semoga Tuhan berkenan.
Wah, ceritanya Teknik Sipil UPH lumayan seru juga ya… Awalnya dari “pelengkap” jurusan di UPH sampai berkembang sekarang.
Pak Wir, jadi penasaran nih… Kalau mahasiswa Teknik Sipil UPH berapa banyak yah rata2 per angkatannya…? Dan rasio antara yang mendaftar dan yang diterima di Teknik Sipil UPH bagaimana?
Terima kasih.
Salam,
H.W.
SukaSuka
artikel anda bagus dan menarik, artikel anda:
http://pendidikan.infogue.com/pelan_tapi_pasti
anda bisa promosikan artikel anda di infogue.com yang akan berguna untuk semua pembaca. Telah tersedia plugin/ widget vote & kirim berita yang ter-integrasi dengan sekali instalasi mudah bagi pengguna. Salam!
SukaSuka
“pelan tapi pasti”
Here are some student achievements of UPH Civil Engineering, since I’ve join this Department 4 years ago:
1. 1st Winner of “Indonesian Steel Bridge Competition 2005” conducted by High Education General Directorate, National Education Department Of Indonesia and Politeknik Negeri Jakarta, University of Indonesia.
2. Winner of “Indonesian Bridge Competition 2006”, The Strongest and Lightest Bridge Award, conducted by High Education General Directorate, National Education Department Of Indonesia and Politeknik Negeri Jakarta, University of Indonesia.
3. 1st Winner of “Business Strategy Competition”, conducted by Industrial Engineering Department, University of Pelita Harapan, 2006
4. 1st Winner of “LOMBA RANCANG BANGUN, Jembatan Pintar Karya Putra Bangsa”, conducted by Institute Technology of Bandung. 2007
5. 3rd Winner of “LOMBA RANCANG BANGUN, Jembatan Pintar Karya Putra Bangsa”, conducted by Institute Technology of Bandung. 2007
6. 2nd Winner of Earthquake Resistance Bridge Competition – Civil Engineering Week 2008, conducted by Civil Engineering Student Senate of Universitu of Pelita Harapan. 2008.
7. HMJ Teknik Sipil as HMJ / SMF of The Year in The 2nd Annual UPH Awards 2008.
8. Civil Engineering Week as Outstanding Event of The Year in The 2nd Annual UPH Awards 2008.
The list above is not something to be proud of, I just wanna share about UPH Civil Engineering as 14 years old department / university which is very young.
SukaSuka
Ping-balik: Apakabar EACEF 2009 « The works of Wiryanto Dewobroto
Ping-balik: kabar dari murid #1 « The works of Wiryanto Dewobroto
Ping-balik: alumni sipil UPH mulai dicari ! « The works of Wiryanto Dewobroto
yang perlu dicermati adalah setiap pembangunan dermaga kita selalu menggunakan konsultan dari pendidikan tinggi, baik dari ITB,UI atau UGM jadi semua sudah diteliti apakah tanahnya baik atau draf kedalam arusnya baik…..ini ada UPT unit pelayanan Teknis dideparteman pendidikan, dermaga rusak faktor X nya banyak….akibat dari alur pelayaran air dilaut tidak setabil,……kami dari departemn perhubngan selalu evaluasi dalam hal ini ini pengawasan UPT dibawah DITJENLA
SukaSuka