Pada jaman saya sekolah dulu, kadang-kadang timbul pendapat bahwa dosen yang ideal itu adalah yang berasal dari industri. Maksudnya, bahwa dosen yang pekerjaan utamanya ada di industri adalah yang paling baik. Sehingga ada link-and-match begitu alasannya yang utama. Itu pula yang menyebabkan bahwa dosen yang banyak ngobyek, adalah tipe dosen yang baik juga, alasannya karena ilmunya diakui dan dipakai oleh industri.
Pemikiran seperti itu cukup lama eksis di dunia pendidikan, karena dari sisi institusi penyelenggara pendidikan juga diuntungkan, yaitu hanya membayar jika beliau (dosen) tersebut datang mengajar saja. Kalaupun ada gaji bulanan, maka besarnya tentu tidak sebesar jika dosen tersebut full time. Dengan status atau kondisi seperti itu, maka universitas dapat memberi honorarium yang tidak terlalu besar, dan karena si dosen punya kerjaan lain, maka besarnya honorarium tadi tidak menjadi masalah.
Di sisi lain, seseorang yang ingin berfokus bekerja hanya sebagai dosen saja akan merasakan bahwa honorarium yang ada menjadi tidak cukup. Agar cukup maka jabatan-jabatan di institusi dikejar, mau jadi Kajur atau Dekan atau bahkan Rektor. Jika nggak dapet, boleh deh jadi kepala laboratorium. Pokoknya cari jabatan begitu. Akhirnya statusnya adalah sama seperti dosen di atas tadi, bedanya industri diganti jabatan insititusi. Intinya, mengajar sebagai dosen hanya sebagai status, sebagai sampingan saja, yang utama adalah jabatan.
Karena datang ke universitas hanya pada waktu jam mengajar, sisanya dihabiskan ditempat kerja. Sedangkan jika pulang kerumah mestinya sudah ditunggu keluarga, apalagi jika transportasinya seperti di Jakarta, maka tentunya waktu khusus yang dapat digunakan untuk kewajibannya sebagai dosen menjadi sangat terbatas.
Lho pak, khan dosen tersebut selalu datang on time saat kelasnya mulai dan tidak pernah lowong.
Itu khan ngajarnya.
Lho emangnya ada yang lain juga tho pak ?
Lha iya dong. Dosen itu khan tidak hanya ngajar saja lho. Ngajar itu hanya sebagian kecil dari kehidupannya yang riuh. Maksudnya banyak kegiatan begitu lho. Tapi jika dosennya profesional seharusnya seimbang antara (1) mengajar , (2) meneliti dan publikasi , dan (3) pengabdian pada masyarakat.
Jadi dosen ngobyek atau di industri itu ibarat item (1) dan (3) yang terpenuhi. Itu saja dengan catatan bahwa mata kuliah dan bidang industri yang digelutinya selaras. Padahal banyak yang nggak selarasnya lho. Ngajarnya konstruksi baja, tetapi pekerjaannya di industrinya pada bagian administrasi. Nah lho, apa itu bisa disebut saling mengisi.
Adapun item (2) yaitu bagian meneliti dan publikasi jika demikian maka belum tercakup. Padahal untuk mengajar yang baik dan matang maka yang bersangkutan perlu mendapatkannya dari proses penelitian dan publikasi makalah. Sedangkan jika di industri khan cenderung bersifat rutin atau menggunakan cara-cara atau metode yang sudah terbukti dapat diandalkan, kalau di industri maka diharapkan dari pekerjanya adalah hasil. Sedangkan jika melakukan penelitian dan publikasi, kadang-kadang hasilnya tidak dapat dilihat secara langsung. Kesimpulannya, indutri dan penelitian kadang-kadang banyak tidak bertemunya. Tidak klop. Padahal penelitian dan publikasi makalah kadang nggak bisa disambi. Itulah mengapa kondisinya jadi stagnan, tapi ya wajar saja, jadi dosennya juga disambi, bukan suatu yang profesional begitu.
Emangnya bapak dosen profesional ?
Profesional apa maksudnya.
Itu lho yang diceritakan bapak di depan, yang pakai tiga kriteria yang bagi pendidik sering disebut tri-darma-perguruan tinggi.
Sebenarnya penilaian dosen dan kaitannya terhadap tri-darma seperti di atas, telah dikaitkan dengan apa yang disebut sebagai jenjang akademik, tetapi tidak ada hubungannya dengan istilah dosen profesional.
Lho koq begitu pak, jadi apa maksud dosen profesional yang di atas.
O istilah di atas sebenarnya aku ingin mengaitkannya dengan istilah profesional pada umumnya, yaitu mencurahkan hidupnya dengan bekerja sebagai dosen. Jadi bukan disambi, begitu lho. Karena mencurahkan ke dosen maka ketiga hal tersebut mestinya juga diusahakan untuk dipenuhi.
Tapi ternyata sekarang ada istilah Dosen Profesional yang baru diperkenalkan pemerintah. Kita sekarang cerita ke sana ya.
Adapun istilah Dosen Profesional yang benar dan formal, baru populer dengan keberadaan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No.17 Tahun 2008. Jadi sebenarnya masih merupakan barang baru. I ya khan.
Meskipun baru, tetapi ternyata aku sebagai dosen tidak ketinggalan. Selalu up-to-dated begitu.
Maksudnya pak.
Syukur kepada Tuhan, aku sekarang adalah Dosen Profesional menurut versi pemerintah itu lho, ternyata portofolio yang tempo hari pernah aku susun, dapat diluluskan dari proses uji sertifikasi dosen yang dilakukan oleh UI mewakili pemerintah pusat. Artinya saya berhak menyandang predikat Dosen Profesional secara resmi dan diakui negara. Tidak percaya, lihat saja sertifikat pendidik yang baru saja aku peroleh, sebagai berikut.

Seperti ijazah ya. Wah tahun ini aku benar-benar cukup beruntung, Tuhan memberi dua pengakuan formal yang sangat penting untuk karirku sebagai dosen, yaitu ijazah akademis Doktor, dan pengakuan pemerintah sebagai Dosen Profesional. Pasti Tuhan punya maksud.
Jika untuk mendapat gelar Doktor maka aku harus mengikuti program tersebut selama lima tahun lebih, sedangkan untuk lulus dan mendapakan sertifikat Dosen Profesional di atas, maka aku harus membikin portofolio.
Portofolio adalah suatu tulisan yang dibuat untuk mendeskripsikan diri bahwa memang sepak terjangku selama ini dapat dikonotasikan atau disejajarkan sebagai berperilaku profesional sebagai dosen. Kelihatannya sederhana ya, tapi nggak seperti itu, karena portofolio orang-per-orang jadi berbeda. Sangat subyektif sifatnya. Hanya saja untuk menyusun portofolio tersebut, telah ada petunjuk, yaitu ada yang menggiring melalui pertanyaan-pertanyaan untuk diungkap. Ini khan pekerjaaan menulis, padahal aku setiap harinya menulis. Jadi sebagai dosen yang menulis, maka membuat portofolio adalah bukan sesuatu yang sangat sulit, kalau hanya sulit mah itu khan biasa, kita ini khan latar belakangnya engineer. Jadi kalau hanya nglembur dua tiga hari sampai pagi, itu mah biasa. Anggap saja seperti sedang menunggu orang ngecor beton di lapangan. 🙂
Tetapi kalau tidak pernah membuat tulisan, wah lain persoalan itu. Meskipun sudah nglembur sampai pagi, tulisannya nggak bunyi.
Coba aja kalau nggak percaya. Kadang-kadang orang lain melihatnya seperti sedang bengong. Nulis itu khan kerjanya dipikiran. Coba kalau nggak pernah dipakai, isinya paling-paling ngelantur kemana-mana padahal udah diem. Yakin deh. 😦
Mungkin oleh karena itu pula, maka 3 dari 25 orang yang mengajukan sertifikasi dari UPH dinyatakan gugur.
Lho, jadi nggak gampang tho pak.
Lho lha iya dong, karena portofolio tersebut nantinya akan dievaluasi oleh suatu badan yang diakui negara untuk dinilai. Karena sertifikasi tersebut nanti ada hubungannya dengan bantuan finansial dari pemerintah, maka yang sembarang menulis portofolio dan diragukan kebenarannya, atau tidak cocok dengan kriteria yang ditetapkan oleh pemerintah, maka ya tidak lulus. Alias gugur.
Puji Tuhan, badan penilasi tersebut setuju dengan kriteria dosen profesional yang aku buat.
O ya, nggak setiap dosen pasti punya sertifikat itu lho. Apalagi dosen swasta, karena ini dari pemerintah maka yang menjadi prioritas utama khan pasti dosen dari institusi pemerintah. Swasta pasti setelah itu, benar khan. Jadi di UPH yang mempunyai sekitar 300 dosen dari sekitar 800 staf-nya, maka yang diberi jatah untuk ikut sertifikasi dari pemerintah hanya sekitar 25. Bayangkan 25 dari 300, berapa itu ?
Hanya 8.33%-nya saja. Nah lho gimana itu. Sekali lagi puji Tuhan, aku di antara yang itu. Ini mungkin memang karena istimewa, atau hanya keberuntungan saja. Yang jelas pasti kedua-duanya ya. 🙂
Jadi karena sertifikasi ini memang sesuatu yang baru di Indonesia saat ini artinya sebelumnya belum ada yang diangkat sebagai dosen profesional, maka jelas pengalaman berhasil mendapatkan sertifikasi tersebut diatas tentu dapat dijadikan acuan bagi teman yang lain , sehingga prosesnya tidak srudak-sruduk seperti aku tempo hari.
Mau nggak berkas portofolioku yang sudah terbukti sukses tak up-load ?







Tinggalkan komentar