Ada pertanyaan menarik dari seorang dosen muda dari Banyuwangi, sbb :

pak, adakah usul atau saran untuk meningkatkan minat para siswa SMU pada bidang teknik sipil dan bagaimanakah agar bisa menjadi dosen yang baik, karena background saya bukan dari pendidik, dan sayapun msh muda. dan adakah cara membuat mahasiswa menyukai pelajaran misalkan mekanika teknik, karena mereka banyak yg mengeluh kesulitan pada mata kuliah tsb.

Ini ditanyakan di thread ini.

Pertanyaan di atas bagi saya pribadi cukup menarik, maklum sangat berkaitan dengan kehidupan pribadinya selaku seorang dosen yang keberlangsungannya juga tergantung dari minat siswa-siswa SMU yang tertarik di bidang teknik sipil tersebut. Jadi mau tidak mau harus tahu peta jalan yang diharapkan dapat menjawab pertanyaan-pertanyan di atas. Jika tidak, maka itu namanya hanya bisa “nrimo ing pandum”alias pasrah pada nasib. Mau ?

Strategi yang saya tawarkan ini belum tentu sama untuk dapat diterapkan di tempat lain. Karena memang motivasi orang untuk bersekolah kadang-kadang memang tidak sama. Sebagai contoh, kalau hanya sekedar ingin mendapatkan gelar dengan ijzah legal, maka jelas kuliah di UPH, tempat aku mengajar, adalah terlalu mahal. Masih banyak PTS ataupun PTN lain disekitarku yang dapat memberikan hal tersebut dengan biaya yang lebih terjangkau. 🙂

Pendapat di atas tentu mengherankan bukan. Padahal kriteria banyak kelulusan dari suatu lembaga kadang-kadang dijadikan ukuran mengenai baik dan tidaknya suatu institusi pendidikan. Apalagi jika dikaitkan dengan biaya yang diperlukan untuk kelulusan tersebut. Jika bisa lulus dan gratis, wah dianggapknya itu adalah yang terbaik, betul bukan.

Memang tidak mudah untuk menjawab pertanyaan di atas, tetapi jika kriteria kerja kita (selaku seorang dosen) hanya sampai murid-murid kita lulus dan di wisuda maka jelas kesinambungan institusi tempat bekerja bisa-bisa dipertanyakan. Yang jelas, aku sudah mendengar ada beberapa institusi pendidikan khususnya yang membuka bidang keilmuan teknik sipil yang pada tutup. Jadi tidak hanya sekedar memberi gelar sarjana dan diwisuda dengan ijazah legal, tetapi diharapkan kerja kita (sebagai seorang dosen) adalah benar-benar memberi mereka (murid) pendidikan dan pelajaran, dan juga suasana yang akhirnya dapat mendorong mereka melakukan transformasi cara berpikir sehingga mereka percaya diri dan berani terjun untuk bekerja di bidangnya. Itulah yang utama.

Aku nggak bilang bahwa itu adalah link-and-match lho. Bagiku istilah tersebut kurang cocok. Karena bagaimanapun menurutku pendidikan dan pengajaran di tingkat universitas tidak difokuskan pada ketrampilan tetapi lebih banyak pada cara berpikir. Jadi dengan demikian, tidak bisa dijamin bahwa lulusannya langsung match dengan pekerjaannya nanti. Memang sih ada beberapa ketrampilan yang dapat ditunjukkan oleh sebagian besar alumniku, seperti misalnya kemampuan berbahasa Inggris, kemampuan mengoperasikan dan menggambar dengan AutoCAD, atau menghitung analisa struktur dengan SAP2000. Tapi bagiku itu hanya bagian dari usaha mengubah cara berpikir mereka, yang kebetulan dapat diaplikasikan langsung di lapangan. Bukan tujuan.

Pak Wir, yang ditanyakan khan bagaimana menjadi dosen yang baik. Bapak koq berfilosofi sih ?

Lho. Jadi kamu itu belum berpikir bahwa aku sudah mulai menjawab pertanyaanmu itu.

Begini dik. Aku adalah salah satu yang berpendapat, bahwa untuk bisa merubah situasi maka mulailah dari diri sendiri. Jadi untuk menjawab hal-hal di atas, maka penanya harus tahu motivasi dosen yang mencoba menjawab pertanyaan itu, yaitu dalam hal ini adalah aku. Jika motivasiku menjadi dosen ini adalah sekedar agar gaji bulanan lancar, maka jawabannya mungkin akan lebih simple.

Terus terang aku menjadi sekarang ini adalah karena ingin mewujudkan visi dan misi yang aku pampangkan di kanan atas blog ini. Serius. Kebetulan dalam mewujudkan hal tersebut aku sepaham dengan UPH yang memberikan aku ruang untuk berkiprah, dan aku sadar agar dapat terus berkiprah maka perlu hal-hal yang aku nyatakan di atas tersebut, yaitu murid.

Mulai jelas sekarang. Jadi simak dengan baik ya.

Aku menyadari dari segi kuantitas biaya  yang diperlukan untuk belajar ditempatku adalah relatif cukup tinggi, dibanding yang lain. Dan para intelektual juga tahu, bahwa semakin orang punya duit, semakin pinter juga mereka mengevaluasi. Institusi pendidikan adalah bukan bisnis jangka pendek, jadi gembar-gembor yang disampaikan via iklan belum tentu berdampak. Jadi jika bukan hanya sekedar ijazah legal yang dapat ditawarkan, maka agar tetap survive institusi pendidikan tersebut harus bisa menjual mutu.

Agar bermutu harus ada keseimbangan antara fasilitas yang diberikan dan kinerja orang di dalamnya, yang keduanya diikat dengan suatu sistem.

Untuk menjadi dosen yang baik, maka kita harus sadar hal tersebut. Meskipun dosennya sudah berusaha sekuat tenaga, tetapi lingkungan tempatnya tidak mendukung maka saya yakin akan sulit untuk mewujud menjadi dosen yang baik. Demikian juga sebaliknya.

Jadi langkah pertama untuk menjadi dosen yang baik adalah bekerjalah pada institusi pendidikan yang sistemnya dapat dianggap baik. Ini sangat penting. Sangat jarang saya mendengar ada dosen-dosen yang baik, dari kaca mata pribadi tentunya, yang berasal dari institusi yang tidak baik. Ini jadi seperti pepatah, “ada gula ada semut” atau bisa juga seperti perkataan “orang kaya tambah kaya, orang miskin tambah miskin“, atau “sudah jatuh ketimpa tangga“. Jangan ditanyakan mengapa saya mengambil pepatah tadi, renungkan saja. Saya yakin anda akan paham maksudnya.

Jika anda kebetulan bekerja pada institusi yang tidak sama dengan di atas, maka bisa saja anda tetap menjadi dosen yang baik, tetapi yang jelas anda perlu enerji ekstra untuk mencapainya. Jika anda merasa tidak kuat, dan merasa anda mempunyai kompetensi yang ‘lebih’, maka pikirkan , siapa tahu ada tempat lain yang lebih cocok untuk anda.

Pendapat saya di atas mungkin lebih banyak diwarnai oleh pengalaman pribadi. Tentang sistem yang baik, tentu bisa berbeda pendapat antara satu dengan yang lain. Tidak berarti disitu pasti enak. Menurut saya, institusi pendidikan dengan sistem yang baik adalah jika memungkinkan pribadi-pribadi yang bekerja dan hidup di dalamnya dapat berkembang maksimal. Maksimal bagi institusi tersebut dan pribadi itu sendiri, misal kehidupannya berkeluarga.

Terus terang saya tidak bisa mengatakan apakah sistem di UPH adalah baik atau tidak, saya khan orang dalam, jadi nggak valid pendapatnya. Tetapi yang jelas, sebelum bergabung di UPH saya ini bukan doktor, bukan penulis, nggak punya jenjang akademis, dsb. Jika saya seperti sekarang ini , boleh khan kalau itu semua saya sebut suatu pertumbuhan.

Jika lingkungan kerja sudah mendukung, maka agar dapat menjadi dosen yang baik adalah menetapkan  visi dan misi yang sesuai untuk menumbuhkan motivasi.

Ha, ha, pak Wir, dosen yang baik dalam kaca mata siapa ?

O ya penting ini. Dosen yang baik dari kaca mata murid, atau dosen yang baik dari kaca mata dosen rekan sejawat, atau dosen yang baik dari kaca mata institusi adalah bisa berbeda-beda. Tetapi jika anda sudah menetapkan visi dan misi yang kuat maka kita tidak perlu ragu (takut) dengan siapa yang akan menilai anda.

Ini penting. Saya punya pengalaman, ada dosen yang ingin dianggap sebagai dosen yang baik / tidak killer, maka pada setiap ujian, murid-muridnya selalu diberi nilai A. Itu nggak salah sih, tetapi itu menjadi masalah setelah jurusan mengetahui, bahwa ternyata ada murid yang sudah keluar (tanpa memberi tahu) koq diberi nilai A oleh dosen yang bersangkutan. Gawat khan kalau begitu. Ingat, murid yang dikasih nilai jelek oleh dosen, pada umumnya menganggap dosen yang memberi nilai tersebut adalah dosen tidak baik. Anda sebagai dosen mau disebut seperti itu.

Whatever you do, work at it with all your heart, as working for the Lord, not for men.
[Colossians 3:23]

Untuk mengatasi hal seperti itu maka anda harus sadar, untuk siapa anda bekerja sebagai dosen tersebut. Agar gaji tetap lancar, atau untuk apa. Tanpa anda mengetahui hal tersebut maka bisa-bisa anda mempunyai ketakutan untuk dianggap sebagai dosen tidak baik. Ini nggak sederhana lho. Silahkan baca pengalaman saya di sini.

Wah terlalu berfilosofi ya. Mungkin ingin tahu kiat cepatnya.

Yang baik menurut kriteria HRD adalah dosen yang mempunyai prestasi akademis yang tinggi. Jadi jika anda masih S1 maka cepat-cepatlah berusaha untuk meraih gelar yang lebih tinggi, dan juga dengan indkes prestasi yang baik.

Jika sudah punya gelar akademik, maka kemudian usahakan meningkatkan jenjang akademik. Tentu tidak diperdebatkan bahwa dosen yang profesor pastilah dianggap lebih baik dibanding dosen yang masih asisten dosen. Jika demikian halnya maka usaha yang efektif adalah membuat karya tulis. Untuk mampu membuat karya tulis tentu perlu punya kemampuan menulis. Ngomong seperti ini gampang, tetapi melaksanakannya nggak gampang. Perlu usaha keras dan kalau saya sarankan cari event yang menghasilkan pencerahan. Apa itu ?

Saya nggak tahu resepnya, yang jelas ketika saya masuk di UPH dulu (sudah S2 lho, di UI), tapi waktu itu saya belum bisa membuat karya tulis. Menulis adalah sesuatu yang berat (padahal dosen lho). Kemampuan menulis baru terlihat menonjol setelah selama tiga bulan dikirim ke luar negeri, tepatnya di Uni Stuttgart. Setelah itu, apa-apa mau ditulis. Bayangkan. Padahal di sana tidak ada apa-apa yang menonjol. Hanya saja sih, di jerman tersebut, salah satu tugas yang diberikan oleh prof Reineck ternyata dijadikan satu bab dari salah satu bukunya dan nama saya di depan, baru kemudian nama beliau mendampingi. Itu mungkin peristiwa yang mencerahkan saya , yang mengubah saya sehingga menjadi penulis seperti sekarang ini.

Jika anda mempunyai kemampuan menulis,  maka jenjang akademis dapat mudah diraih. Saya yakin. Jadi jika anda sudah punya gelar akademis, dan punya jenjang akademis yang tinggi, maka saya yakin cita-cita untuk menjadi dosen yang baik adalah relatif mudah. Saya yakin itu.

Udah dulu ya. O ya, tentang bagaimana membuat murid-murid SMU senang dengan bidang teknik sipil. Ini aku juga tidak tahu. Tetapi yang jelas, jika bidang teknik sipil menjanjikan kerja yang lebih baik (gaji gedhe) dibanding bidang lain, maka pasti murid-murid tersebut suatu saat pasti akan tertarik. Ini saya yakin juga. 🙂

12 tanggapan untuk “menjadi dosen yang baik”

  1. Jacobian Avatar

    saya juga ingin menjadi dosen ntar setelah lulus.thanks atas sarannya ya. 🙂

    Suka

  2. sangga Avatar

    saya juga pengen
    jadi dosen

    huhuhu

    Suka

  3. nowo Avatar
    nowo

    Pak Wir,
    Untuk dosen killer malah selalu di ingat lho…ketika sudah luluspun..he…he…..

    Suka

  4. BeINSTORE Avatar

    Kunjungan siang untuk sahabat. kunjung balik. ok 09:15

    Suka

  5. yanti sariasih Avatar
    yanti sariasih

    saya sangat tertarik dgn tulisan yg bpk buat walaupun saya sedikit terlambat membacanya. tulisan bapak akan saya jadikan sebagai batu loncatan sekaligus panutan dlm mengajar karena saya masih terbilang baru menjadi seorang dosen (2010).

    Suka

  6. fanny hafiarni Avatar
    fanny hafiarni

    saya juga bukan berasal dari latar belakang pendidik, saya juga bukan S2. saya seorang penulis iya, tetapi saya juga bukan ahli dalam suatu bidang. saya hanya suka menulis. lalu saya menjadi dosen.

    saya memiliki harapan anak didik saya dapat mengaplikasikan ilmu yang ada dibangku kuliah untuk bekal di dunia kerja/bisnis. saya tidak pernah menempatkan diri saya sebagai satu2nya sumber pendidikan mereka, karena saya berkeyakinan saya hanyalah motivator dan fasilitator, merekalah yang berperan sebagai pembelajar aktif. seperti halnya seorang pelatih tinju, saya berada disisi mereka untuk menunjukkan jalan apa yang tidak mereka lihat, dan padahal saya bukanlah petinju.

    Suka

  7. MUHAMMAD GHOMARI Avatar
    MUHAMMAD GHOMARI

    Selamat pagi Pak Wir, semoga dalam keadaan sehat.

    Mengenai statement berikut : “Karena bagaimanapun menurutku pendidikan dan pengajaran di tingkat universitas tidak difokuskan pada ketrampilan tetapi lebih banyak pada cara berpikir. Jadi dengan demikian, tidak bisa dijamin bahwa lulusannya langsung match dengan pekerjaannya nanti.”

    Sebagai seorang sarjana muda tentu saja hal ini cukup berbahaya pak Wir, karena secara kasar sarjana muda yang tidak match dengan pekerjaannya dapat dibilang akan “menganggur”. Dan hal ini tentu saja berpengaruh tidak hanya pada dirinya sendiri tetapi juga pada institusi pendidikan dimana dia dibina sebelumnya. Kenapa bisa melahirkan sarjana yang belum siap ?

    Kata-kata siap disini mungkin tidak ada ukuran batasnya, bahkan terlalu susah untuk diterjemahkan, karena bagaimanapun kesiapan seseorang tentunya dinilai dari pendapat orang lain, yang dalam hal ini tentunya adalah pemberi kerja atau dalam kalimat pak Wir (Colossians) adalah “Lord”.

    Yang menjadi pertanyaan saya pak Wir adalah bagaimana kriteria atau penilaian yang dilakukan oleh seorang “Lord” terhadap sarjana muda yang betul-betul freshgraduate sehingga dimungkinkan diberinya kesempatan bekerjasama? Dan level seperti apa yang menurut pandangan pak Wir pantas bagi seorang lulusan Teknik Sipil yang freshgraduate?

    Terima kasih banyak Pak, semoga bapak berkenan …

    Suka

  8. nurhamidi Avatar
    nurhamidi

    salam buat pak Wir,

    Saya sebagai pendidik di bidang kesehatan, juga kadang mengalami kegamangan bagaimana sebenarnya menjadi seorang dosen yang baik, dan memiliki kebanggaan karena dapat menjadi contoh yang mencerahkan bagi siswa-siswaku, namun sangat sulit aku rasakan, hingga saat ini.

    Aku memang pernah diusulkan menjadi dosen berprestasi mewakili institusiku dan diundang keibukota menerima penghargaan namun belum dapat memberikan makna yang hakiki apa itu dosen yang baik. Apalagi aku sampai hari ini tidak mempunyai kemampuan menulis dan menulis aku pengen melengkapi kemampuan ku sebagai dosen mampu mengapresiasikan keilmuanku dalam tulisan-tulisan sesuai bidangku.

    Dari tulisan bapak Wir ada secercah cahaya yang membuka mata hatiku untuk belajar dan belajar bagaimana menuangkan pikiran dalam tulisan.

    Suka

  9. Elvis Hartanto,Merauke-Papua; Indonesia Avatar
    Elvis Hartanto,Merauke-Papua; Indonesia

    Saya pribadi sangat suka tulisan anda.sangat inspiratif dan semoga allah yg mahakuasa menyertai kita.sy tggu balasan anda lewat email sy.thanks…….

    Suka

  10. Agus Santoso Avatar

    Saya selalu berpikiran positip ketika mengajar dengan harapan mahasiswa akan terimbas untuk berpikiran positip juga dan akhirnya mereka bisa ber”prestasi”. Ini sejalan dengan konsep POSITIVE EDUCATION.

    Suka

    1. wir Avatar

      Betul pak. Kemarin ketika ada mahasiswa yang kena DO dini, saya juga mencoba membesarkan hati mereka. Saya bilang : “Sukses itu bisa di mana saja, jadi kalaupun di jurusan teknik sipil ini fail. Itu berarti materi atau jurusan tersebut tidak cocok bagi kamu. Mumpung kamu masih muda, cobalah yang cari bidang yang sesuai, tekuni, dan belajarlah dari pengalaman yang kamu dapat kemarin, yang jelek diperbaiki dan tetap semangat“. Ya gimana lagi, saya itu lebih baik daripada menyalah-nyalahkan apa yang telah mereka lakukan sebelumnya.

      Suka

Tinggalkan komentar

I’m Wiryanto Dewobroto

Seseorang yang mendalami ilmu teknik sipil, khususnya rekayasa struktur. Aktif sebagai guru besar sejak 2019 dari salah satu perguruan tinggi swasta di Tangerang. Juga aktif sebagai pakar di PUPR khususnya di Komite Keselamatan Konstruksi sejak 2018. Hobby menulis semenjak awal studi S3. Ada beberapa buku yang telah diterbitkan dan bisa diperoleh di http://lumina-press.com