Judul di atas saya kutip dari judul berita di KOMPAS di halaman pertama Kamis 27 Mei 2010 di sini. Adapun kalimat tersebut merupakan pernyataan Presiden SBY pada saat pelepasan jenazah Ibu Ainun Habibie di saat pemakamannya.
Kalimatnya pendek, tetapi saya merasakan apa yang dikutip wartawan ketika presiden kita SBY menyatakan hal tersebut rasanya cukup tepat. Pas.
Terus terang pada bulan-bulan terakhir ini, berita-berita di harian yang terbit setiap harinya rasanya menimbulkan rasa muak, mulai dari berita adanya kerusuhan-kerusuhan, perkara korupsi atau ditemukannya koruptor kelas kakap, juga adanya peristiwa permasalahan keluarga, seperti kawin cerai para selebriti, atau sekedar kepergok selingkuh bahkan sampai anak kecil jago bicara jorok. Peristiwa-peristiwa seperti itu jelas membuat hati ini rasanya prihatin. Kering.
Selanjutnya ketika mendengar atau membaca berita-berita tentang Prof. Habibie ketika menunggu ibu Ainun ketika sakitnya, sampai meninggalnya, saya koq merasa trenyuh (jw : tersentuh). Saya membayangkan, kondisi seperti itu khan biasanya hanya ada dijumpai pada film-film roman remaja, tentang sepasang kekasih yang saling mencinta, dan yang kemudian akhirnya salah satunya harus meninggalkannya. Kenyataannya itu adalah fakta, nyata, dan bahkan itu terjadi pada suatu perkawinan yang telah lama, bahkan dari salah satu mantan pejabat negeri ini yang umumnya kesannya khan nggak baik (tentu pernyataan ini nggak bisa berlaku umum). Itu khan menunjukkan bahwa api cinta dari sepasang kekasih tersebut masih menyala. Luar biasa.
Terima kasih Bapak Habibie, anda telah memberi contoh nyata dalam cita dan cinta, keluarga yang Bapak bina dapat menjadi teladan, betapa kasih memang sesuatu yang luar biasa.
Untuk itu kami hanya dapat mengucapkan “Ikut berduka cita, semoga Ibu segera menghadap Bapa di Surga, dan keluarga diberikan ketabahan dan kedamaian”. Amin.
** Up-dated 27 Mei 2010 **
Dapat email yang isinya adalah puisi dari pak Habibie buat almarhumah. Saya tidak mendapat kepastian apakah benar puisi ini buatan pak Habibie atau ternyata yang membuat orang lain. Jika salah, saya kira tidak ada masalah, toh isinya memang pantas jika pak Habibie yang buat, tetapi jika benar, maka mohon maaf ini saya up-load tanpa seijin beliau. Terus terang materi puisi yang saya terima di email tadi memang mendukung artikel saya di atas. Jadi mohon ijin ya pak Habibie.
Ini puisinya :
Sebenarnya ini bukan tentang kematianmu, bukan itu. Karena, aku tahu bahwa semua yang ada pasti menjadi tiada pada akhirnya, dan kematian adalah sesuatu yang pasti, dan kali ini adalah giliranmu untuk pergi, aku sangat tahu itu.
Tapi yang membuatku tersentak sedemikian hebat, adalah kenyataan bahwa kematian benar-benar dapat memutuskan kebahagiaan dalam diri seseorang, sekejap saja, lalu rasanya mampu membuatku menjadi nelangsa setengah mati, hatiku seperti tak di tempatnya, dan tubuhku serasa kosong melompong, hilang isi.
Kau tahu sayang, rasanya seperti angin yang tiba-tiba hilang berganti kemarau gersang.
Pada airmata yang jatuh kali ini, aku selipkan salam perpisahan panjang, pada kesetiaan yang telah kau ukir, pada kenangan pahit manis selama kau ada, aku bukan hendak megeluh, tapi rasanya terlalu sebentar kau disini.
Selamat jalan.
Kau dari-Nya, dan kembali pada-Nya, kau dulu tiada untukku, dan sekarang kembali tiada. selamat jalan sayang, cahaya mataku, penyejuk jiwaku, selamat jalan, calon bidadari surgaku ….
yup benar sekali.kisah cinta habibie ama istrinya adalah kisah yg paling romantis yg pernah aq ketahui.jarang mah ada pria yg sangat setia seperti itu skrg. 🙂
SukaSuka
Ping-balik: Tweets that mention Presiden: Ibu Penuh Kasih « The works of Wiryanto Dewobroto -- Topsy.com