Infrastruktur Jakarta ternyata tidak aman.
Bayangkan saja, jalan RE Mardinata di daerah Tanjung Priok (di tepi pantai / sungai ???) tiba-tiba pada dini hari ambrol sepanjang 100m dan melesak ke bawah. Menurut salah satu saksi mata bahkan ada satu mobil sedan yang menjadi korban dan sampai hari ini belum diketemukan . Ini berita menurut Erabaru.net.
Ada satu mobil sedan yang menjadi korban, begitu katanya. Itu berarti kejadiannya adalah tiba-tiba. Bayangkan, bagaimana kalau itu korbannya kita atau saudara kita, atau teman kita yang sedang lewat. Gawat bukan.
MetroTV hari ini menyelenggarakan diskusi tanya jawab dengan bapak Hermanto Dardak, wakil menteri PU, tentang kejadian tersebut. Cukup menarik, karena di dalam diskusi tersebut didatangkan juga beberapa orang yang memberi komentar, yang oleh MetroTV dianggap sebagai pakar.
Menurut pakar geodesi yang hadir pada acara tersebut, penyebab ambrolnya jalan tersebut adalah abrasi air laut. Juga akibat terjadinya penuruan tanah sebesar 60 cm untuk tiap 10 tahun.
Aku mikir, koq bisa ya ?
Selanjutnya dari penjelasan bapak Hermanto Dardak, aku jadi mengerti mengapa itu bisa terjadi.
Jalan R.E Martadinata, yang ambrol tersebut adalah jalan dari beton, tepatnya lagi adalah pavement beton pada permukaannya. Karena beton, maka permukaannya lebih kaku dibanding aspal. Jadi kalau ada tanah dibawahnya mengalami penurunan, yang bersifat lokal atau setempat, maka permukaan beton di atasnya tetap kaku, rata. Jadi penurunan tanah setempat tadi tidak terlihat. Beban dari atas dipindahkan oleh permukaan beton ke bagian tanah lain yang tidak mengalami penurunan. Kondisi ini jelas berbeda dibanding jika jalannya memakai asphalt. Jika ada penurunan tanah, maka permukaan jalan di atasnya juga ikut turun.
Meskipun memakai pavement beton, yang terlihat sangat kuat (dari atas). Tetapi kekuatan jalan seperti itu sebenarnya ditentukan oleh tanah di bawahnya. Beton permukaan yang diatas, yang kelihatannya sangat kaku tersebut sebenarnya hanya berfungsi sebagai lapisan permukaan jalan saja, bukan struktur secara keseluruhan. Oleh karena itu disebut sebagai pavement beton. Jadi ketika tanah dibawahnya terlarut oleh abrasi air laut, maka akan ada sebagian tanah dibawah permukaan jalan menjadi berongga (sebagian hilang). Ketika itu terjadi bertahun-tahun (abrasinya) maka kekuatan tanah di bawah jalan menjadi hilang. Maklum berat beton di atasnya khan cukup signifikan.
Kondisi tersebut kelihatannya sudah dipahami oleh PU, yang mana kemudian diusulkan oleh bapak Hermanto Dardak untuk menggantinya dengan konstruksi pile-slab. Itu berarti, slab beton duduk di atas sekumpulan pondasi tiang yang menghunjam jauh ke bawah tanah. Ini seperti konstruksi dermaga. Tanah di bawah jalan tersebut dianggap tidak ada.
Jadi jika dulu, jalan tersebut pakai sistem pondasi dangkal, yaitu lansung di atas tanah, dan hancur karena adanya arus laut maka sekarang diganti dengan sistem pondasi dalam, yaitu menempatkan tiang-tiang pancang yang tugasnya memikul slab diatasnya.
Ide pak Hermanto di atas, rasanya tidak salah. Itu adalah salah satu alternatif solusi. Yang menjadi pertanyaan adalah mengapa sampai terjadi abrasi air laut. Karena kalau melihat dari foto di atas, jalan tersebut letaknya di pinggir laut / sungai jadi mestinya dipinggirnya telah dipasang sheet-pile yang berfungsi sebagai dinding penahan tanah. Jika itu sudah dipasang, maka tentunya bahaya abrasi air laut tidak akan mengancam sebegitu tragisnya seperti kejadian di atas.
Masalahnya adalah apa betul tidak dipasang sheet pile. Setahu saya pemasangan sheet pile di lokasi seperti di atas mestinya telah menjadi prosedur standar pembuatan jalan seperti itu. Akan menjadi masalah, dan perlu dicari alasannya, jika ternyata telah dipasang sheet pile dan kelongsoran seperti di atas tetap terjadi. Jika begitu adanya maka potensi kelongsoran di tempat lain bisa saja terjadi. 😦
Berita terkait :
- Jum’at, 17 September 2010 | 12:53 WIB – Metro
Pengembang Jalan Martadinata Sudah Diperiksa - Jum’at, 17 September 2010 | 12:56 WIB – Metro
Jalan Martadinata Tak Pernah Direhab Total - Jumat, 17 September 2010 | 02:52 WIB – Kompas
Abrasi Air Ancaman Serius
Tinggalkan komentar