Kelihatannya telah menjadi pemahaman umum, sebagaimana sering didengar bahwa yang namanya konstruksi yang memakai material beton adalah identik sama dengan struktur beton bertulang. Bahkan mahasiswa teknik sipilpun juga sering terkecoh tentang hal tersebut. Maklum, dalam kuliah struktur beton selalu diungkapkan bahwa beton hanya kuat terhadap gaya tekan dan tidak kuat terhadap tarik. Oleh karena itu agar dapat bekerja sebagai suatu balok dan kuat memikul lentur maka harus dipasang tulangan baja sebagai konsekuensinya.

Itu benar, karena yang dibahas dalam kuliah struktur beton adalah material beton sebagai komponen untuk struktur balok, struktur kolom atau slab (pondasi). Itu adalah materi struktur beton I dan II di UPH, adapun struktur beton III adalah beton prategang.

Pada mata kuliah struktur beton di UPH yang dipegang oleh Prof. Harianto Hardjasaputra bersama saya, maka dalam silabusnya tidak diajarkan tentang materi jalan beton. Padahal seperti diketahui bahwa jalan beton sekarang relatif cukup populer digunakan di jalan-jalan di ibukota maupun di daerah-daerah. Maklum, kesannya  jalan beton tersebut  lebih kuat, awet dan bebas perawatan.


Gambar 1. Jl. Raya Tajur, typical jalan beton di tanah air
(sumber foto :  My Setiawan Blog)

Alasan terakhir, yaitu bebas perawatan. Alasan itulah yang rasa-rasanya menjadi magnet mengapa jalan tipe tersebut menjadi banyak dipilih akhir-akhir ini. Padahal sebenarnya jika tipe jalan yang terdahulu, yaitu jalan aspal dibangun dengan baik, dilengkapai saluran drainasi yang mencukupi dan sebagainya , maka diyakini akan sama juga kekuatannya dalam memikul beban lalulintas yang ada, bahkan lebih enak (halus) dibanding jalan beton yang kadang jika pembuatannya asal-asalan maka akan sangat terasa adanya siar-siar dilatasi di antaranya.

Pemahaman tentang jalan beton terlihat belum dikenal luas, maklum seperti alasan di atas, di kuliah Struktur Beton yang mempunyai 7 SKS itupun, materi tersebut tidak dimasukkan di silabusnya (itu di UPH lho, mungkin saja di tempat lain diberikan). Mungkin saja materi jalan beton telah diberikan pada mata kuliah Perkerasan Jalan, tetapi mestinya fokusnya pada jalan dan bukan struktur betonnya. Oleh karena itu sangat wajar jika ada pernyataan seperti ini keluar dari pejabat yang tidak memahaminya.

Apalagi, tidak terlihat adanya ikatan besi yang menjadi tulang dari jalan beton. Padahal, di setiap bangunan beton yang patah akan terlihat susunan besi yang menjadi pengikat struktur beton secara keseluruhan.

”Jangan menyalahkan alam atas amblesnya jalan itu. Saya menduga, faktor kelalaian dalam desain atau proses pembangunan merupakan penyebab amblesnya Jalan RE Martadinata. Paling tidak, ada kelalaian dalam mengantisipasi risiko,” kata Sanusi yang pernah berprofesi sebagai kontraktor.

Sanusi meminta Kementerian PU mengevaluasi semua infrastruktur yang dibangun di Jakarta agar jangan mengalami kerusakan serupa.
(Sumber : Kompas Minggu, 19 September 2010)

Pernyataan anggota dewan yang pernah berprofesi sebagai kontraktor itu jika didengar oleh teman-teman dengan latar belakang pengetahuan sebagaimana diungkapkan di atas, pastilah akan di-amini. Apalagi awam yang mendengarnya. Akhirnya yang terjadi di masyarakat adalah opini bahwa kesalahan desain atau pelaksanaanlah yang menyebabkan amblesnya jalan R.E Mardinata tersebut.

Mungkin pendapat anggota dewan itu bisa benar, tetapi kalau melihat argumentasi yang mendukung pernyataannya bahwa “tidak terlihat adanya ikatan besi yang menjadi tulang dari jalan beton“. Maka rasa-rasanya pernyataannya itu masih terlalu dini, pernyataan itu terjadi karena latar belakang pemikirannya adalah struktur beton bertulang gedung tinggi dan bukannya  jalan beton. Bagaimanapun cara kerja keduanya adalah tidak sama, meskipun memakai bahan yang sama, yaitu beton.

Untuk itulah maka rasa-rasanya artikel tentang jalan beton dan tipe jalan yang lain perlu diungkapkan agar kita bersama mampu belajar sehingga bisa memberi pernyataan yang baik dan benar serta tidak membingungkan masyarakat awam.

Hal yang penting perlu dipahami, bahwa cara kerja struktur jalan beton adalah tidak sama dengan cara kerja konstruksi slab beton bertulang yang digunakan pada bangunan gedung. Meskipun sama-sama memakai material beton, sehingga awam yang melihatnya sepintas tidak ada perbedaan, tetapi tidak berarti bahwa cara desain maupun pelaksanaannya akan sama juga.

Pada perkerasan jalan dikenal dua macam konstruksi, yaitu [1] fleksibel pavement (aspal) dan [2] rigid pavement (beton). Pavement di sini adalah bagian dari konstruksi jalan yang langsung menerima beban kendaraan di atasnya, atau tepatnya lapisan permukaan. Jika demikian berarti ada yang namanya lapisan dalam dan lainnya, dalam hal ini adalah tanah atau batuan dibawahnya.

Gambar 2. Lapisan perkerasan jalan
(sumber: Pavement Design Guide)

Perhatikan Gambar 1 di atas, pavement di sini adalah Surface couse, adapun di bawahnya masih ada Base Course, juga ada Subbase dan baru tanah asli dibawahnya. Kesemuanya itu yang membentuk konstruksi jalan. Jadi meskipun Surface Course utuh, sebagaimana terlihat pada jalan RE Martadinata sebelum jebol, tetapi karena lapisan pendukung di bawahnya rusak (bisa karena abrasi atau juga hal yang lain) maka keseluruhan jalan akan menjadi rusak. Lihat jebolnya jalan RE Martadinata.

Dengan cara berpikir seperti itu, maka sebenarnya perkerasan jalan dengan aspal (fleksibel pavement) mempunyai kekuatan yang sama dibanding perkerasan jalan dengan beton, khususnya untuk memikul roda kendaraan yang berjalan. Kalau untuk kendaraan yang berhenti (parkir) atau di daerah yang sering terjadi pengereman seperti di pintu tol maka rigid pavement akan lebih baik.

Gambar 3. Typical konstruksi Rigid Pavement (Jalan Beton)
(sumber: Pavement Design Guide)

Sesuai dengan namanya, maka sebenarnya yang membedakan keduanya adalah karakteristik kerja keduanya sebagaimana diperlihatkan pada gambar berikut:

Gambar 4. Distribusi tegangan pada Rigid (kiri) dan Fleksibel (kanan)
(sumber Pavement Design Guide)

Dengan distribusi tegangan yang lebih merata pada konstruksi rigid pavement maka hanya diperlukan sub-course yang relatif lebih tipis, dibanding konstruksi fleksibel pavement, yang mana distribusi tegangannya relatif lebih terpusat. Tetapi yang jelas, jika keduanya di desain dan dilaksanakan dengan baik untuk memikul suatu beban tertentu maka jelas hasilnya juga sama-sama baik.

Jadi kalaupun banyak jalan aspal yang rusak selama ini di Indonesia,maka itu disebabkan oleh lapisan dasarnya yang rusak terlebih dahulu, umumnya itu dikarenakan ada penetrasi air akibat tidak tersedianya saluran drainasi yang memadai pada jalan tersebut. Pengetahuan ini sebenarnya telah dipahami oleh banyak insinyur kita, tetapi dalam prakteknya, lihat saja jalan-jalan di Jakarta, ketika hujan lebat beberapa jam saja maka sudah dipastikan akan terjadi genangan air di jalan-jalan. Air itulah yang menyebabkan kekuatan tanah dibawah jalan menjadi lembek, ditambah beban berat diatasnya. Pastilah rusak itu jalannya. Maklum, implementasi teori dan praktek memang tidak gampang.

Jalan beton dari sisi perilaku strukturnya memang terlihat lebih bagus, tegangan yang timbul akibat beban yang sama relatif lebih kecil sehingga tidak diperlukan base-course yang tebal. Meskipun demikian, karena rigid maka pengaruh shrinkage (kembang susut) karena thermal menjadi dominan. Hal inilah yang menyebabkan dijumpai beberapa macam konstruksi jalan beton. Idenya ada dua, yaitu:

  • jika jalan beton dibuat kontinyu (pemakaianya nyaman) maka untuk mengantisipasi kembang-susut pada jalan tersebut harus dipasang tulangan baja sebagai tulangan susut. Meskipun jumlahnya relatif kecil, khususnya jika dibandingkan konstruksi slab pada bangunan gedung, tetapi penggunaan tulangan baja menyebabkan jalan beton ini menjadi mahal dan tentu saja pengerjaannya akan lebih kompleks. Ingat, ini konstruksi jalan, yang panjangnya relatif lebih panjang (besar) dibanding slab untuk kontruksi bangunan gedung.
  • jalan beton di sekat-sekat dengan siar dilatasi. Jadi jalan beton dibuat atau terdiri dari segment yang terpisah-terpisah. Dengan terpisah-terpisah ini maka resiko kerusakan akibat faktor kembang susut menjadi teratasi tanpa perlu memasang tulangan susut. Ini jelas akan lebih murah di banding sistem diatas. Masalah timbul, selain jalan ini menjadi tidak nyaman (perlu konstruksi khusus agar rata) tetapi juga ada masalah  jika terjadi beban di atasnya, tegangan di tanah pada pinggiran segement menjadi besar, berbeda dengan gambaran di atas. Untuk mengatasinya, agar segment sebelah dan sebelahnya juga dapat bekerja maka kedua segment yang berdekatan dipasangi dowel.

Untuk memberi gambaran tentang dua sistem pada rigid pavement itu maka akan disajikan detail konstruksinya sbb (sumber Pavement Design Guide).

Gambar 5. Rigid pavement menerus dengan tulangan

Perhatikan, tulangan pada konstruksi rigid pavement di atas diletakkan di tengah, bukan ditepi bawah atau atas dari slab. Ini tentu berbeda dibanding slab pondasi atau basement. Bagaimanapun tugas tulangan di atas adalah untuk mengantisipasi kembang susut dan bukannya penyebaran beban kendaraan di atasnya. Perhatikan juga gambaran crack yang kecil-kecil tetapi merata pada slab di atas. Crack itu terjadi akibat kembang susut lho, bukan akibat beban. Jadi jika ternyata tanah dibawahnya (base course) berkurang kekuatannya, mungkin karena memang kondisinya demikian, maka tentu saja jalan beton tersebut akan menjadi rusak. Lihat saja jalan tol ke Merak, meskipun sudah pakai jalan beton tetapi rusak juga, bahkan jalan beton itu kalau rusak lebih susah lho memperbaiknya dibanding jalan aspal. Jadi jangan berpikir jika sudah dibikin jalan beton lalu masalahnya menjadi hilang.

Selanjutnya ini tipe jalan beton yang boleh saja tidak memakai tulangan susut seperti diatas, tetapi agar tetap menyatu jika ada beban kendaraan di pinggir segment maka dipasangi dengan dowel.

Gambar 6. Rigid pavement tersegment dengan dowel.

Adanya segment-segment tersebut menyebabkan apabila pelaksanaannya tidak baik maka jika dilalui menjadi tidak nyaman. Oleh karena itu dikembangkan suatu konstruksi lain yang merupakan kombinasi ke dua cara di atas.

Gambar 7. Rigid pavement tersegment dengan tulangan dan dowel.

Konsep yang kombinasi mempunyai crack yang relatif sedikit, meskipun dalam hal ini dari segi ekonomis belum tentu diperoleh penghematan yang signifikan. Tetapi yang jelas dengan segment yang lebih panjang mestinya lebih nyaman, juga jika ada kerusakan base-course dibawahnya maka ada segment menyebabkan perbaikannya relatif lebih mudah.

Moga-moga pengetahuan tentang jalan beton di atas sedikit membuka wawasan kita tentang sesuatu sehingga  setiap komentar yang timbul menjadi bermutu. 🙂

Semoga berguna.

103 tanggapan untuk “jalan beton dan tulangannya”

  1. calon anggota dpr Avatar
    calon anggota dpr

    pak wir, kadang kita harus ngomong keras dan meyakinkan. serta cepat. kalau teoritis kyk gt, kelamaan. he he

    Suka

    1. wir Avatar
      wir

      ho, ho pantas mereka pada minta staf ahli khusus, sampai-sampai ada wacana ruang kerjanya tidak cukup lagi sehingga perlu gedung baru. Aku bisa memahaminya. 🙂

      Suka

  2. Hasan Hamid Avatar

    wah makasih pak wir jadi tambah wawasan,

    lha klo yang saya pelajari di kampus dengan jalan beton bertulang yang tulangannya di taruh diatas itu disebut jalan pavement apa donk pak?

    alasan di taruhnya tulangan diatas karena tanah subgarde bawah sudah di compact sedemikian rupa agar mampu menahan beban diatasnya, dan yang akan terjadi jika ada beban diatasnya adalah aksi dari rekasi yang terjadi, maka tulangan pada slab jalan ditaruh diatas??

    mohon pencerahannya pak wir dan di luruskan jika salah mengerti saya…
    Terima Kasih sebelumnya.

    Suka

    1. wir Avatar
      wir

      Jalan beton yang ada tulangannya di atas, itu khan seperti detail di Gambar 6. Jadi sudah betul.

      Tulangan di atas tersebut berfungsi sebagai tulangan kembang-susut (shrinkage) akibat pengaruh thermal. Seperti diketahui thermal di Indonesia khan akibat sinar matahari, bagian yang kena sinar matahari pada jalan beton tersebut khan permukaan bagian atasnya, sedangkan permukaan bagian bawah di tanah khan relatif lebih dingin, jadi akibatnya bagian permukaan atas jalan beton akan mengembang (mengalamai tegangan tarik) terlebih dahulu. Jadi pada bagian tersebut dipasangkanlah tulangan baja untuk mengantisipasi retak. Kalaupun retak menjadi tersebar dan kecil-kecil.

      Suka

      1. Hasan Hamid Avatar

        oh.. makasi pak dan maaf saya gak liat jelas gambar 6.
        berarti statment untuk menahan beban atau menahan reaksi tanah akibat dari aksi diatasnya diberi tulangan juga masih perlu di sanggah, tentunya banyak sekali konsep perkerasan jalan dengan beton ini yang membuat banyak asumsi2 yang tetap masuk diakal sisi engineeer civil ya pak?

        Suka

  3. Tfk Baja Avatar
    Tfk Baja

    Yth Pak Wir.

    Kejadian Jalan Beton Ambrol benar benar membuat malu departemen PU . Buat malu seluruh Civil Engineer di Negeri ini, khususnya yang cari Makan di PU.

    Masa sudah tahu Lapisan Pondasi merupakan Tanah yang rawan akan Abrasi dan Filtrasi air laut kok ya nggak diambil sampling dengan Bor, diteliti di Lab Mekanika tanah, selanjutnya dilakukan perencanaan dengan perkuatan Concrete Sheet Pile , diperbaiki tanahnya dengan Geotextile dan Penggantian Material, Baru di Aplikasikan Concrete Pavementnya. Goblok….adalah salah satu kata yang cukup halus utk Perencanaan PU.

    Penyelesaiannya : Mentri , Kadis PU, Ka Perencanaannya , dipecat…..baru ngomong soal perbaikan yang lain. Masa memecat 3 orang saja Bangsa Besar ini tidak sanggup.

    Pak Wir…..saya juga mau dengar tanggapan Bapak mengenai ini , sebagai Rakyat yang juga tahu sangat banyak mengenai hal Teknis.

    Maju Terus……tapi jangan ke jurang.
    Thanks Pak.
    Tfk

    Suka

    1. tjatur Avatar
      tjatur

      Mas Tfk,

      Sebetulnya Indonesia tidak kekurangan Civil Engineer yang pandai. Trust me! Ahli Geoteknik dan Jalan Raya, bertebaran dimana-mana. Bila anda sempat bertatap muka dengan pak Paulus Pramono (Unpar), pak Chaidir Makarim (Untar), pak Azis (ITB), pak Hendro (mantan pimpro Jagorawi), pak Nono (Litbang PU) dan banyak lagi, anda akan mengetahui intelektualitas mereka. Ditambah, bila anda membaca uraian2 pak Wiryanto di blog ini, anda akan memahami pula bahwa saat ini UPH telah memiliki ahli struktur yang mumpuni, yang tidak ragu berbagai ilmu.

      Yang kurang saat ini, adalah orang-orang yang concern terhadap hasil yang bermutu tinggi. Juga menjadi kelangkaan, adalah orang – orang yang memiliki antusiasme tinggi terhadap ilmu yang mendasari profesi mereka. Saat ini segala sesuatunya di-drive oleh prinsip ekonomi, sehingga prinsip lainnya terkalahkan. Jadi sesuatu dikerjakan asal jadi. Dalam dunia konsultan teknik-pun hal ini terjadi. Perencanan mendesain asal ada. Desainnya tidak applicable, tidak lengkap dan ada pula yang secara filosifis desainnya keliru!

      Suka

      1. bambang Avatar
        bambang

        yak betul pak prinsip ekonomi kal di daerah saya yang mempengaruhi, karena banyak tenaga ahli atau tenaga lapangan yg berpengalaman membuat jalan aspal maupun beton tetapi karena menginginkan keuntungan yang banyak maka mereka mengakalinya dengan mengurangi kadar fondasi dasar yg ada (pemadatan sirtu yang kurang/tidak sebanyak dan sepadat yang memang diperlukan)

        Suka

  4. wiradynamic Avatar

    Setuju dengan pak tfk baja..
    Harus tegas..
    menurut saya, apapun jenis konstruksinya, baik rigid ato fleksibel, selama dikerjakan sesuai prosedur, tdk akan seperti ini..

    Suka

    1. adieb Avatar
      adieb

      beda bos…makan.y skrg setiap negara sudah mengupayakan memakai rigid karna keunggulan.y lebih dari pada fleksibel…

      Suka

  5. M.Arif Avatar

    Menurut saya, perkerasan Jalan beton memang baik, dan penulangan baik atas maupun bawah semua dibutuhkan, karena tanah yang tertekan akan menyebar dan menyebabkan tanah lain disebelahnya tertekan ke atas, sehingga jalan beton mengalami tekanan ke bawah dan keatas, sehingga dibutuhkan tulangan atas dan bawah

    Suka

    1. wir Avatar
      wir

      Masih perlunya tulangan atas dan bawah, itu menunjukkan bahwa anda masih mengganggap bahwa jalan beton berperilaku sama seperti halnya slab pondasi atau basement, yaitu bahwa pelat beton tersebut bekerja seperti balok biasa (simple beam). Beban dialihkan ketumpuan melalui aksi lentur pelat, padahal sebenarnya tidak persis seperti itu, dibawah pelat beton telah ada tumpuan elastis, yaitu base-course. Semakin baik tanahnya maka akibat beban di atas langsung diterima tanah dibawahnya tanpa mengakibatkan lentur pada pelat. Baru jika base-course tidak kuat, yaitu mengalami deformasi maka dia akan bekerja sebaga tumpuan elastis bagi pelat, pelat mengambil alih mendistribusikan ke tanah disekitar tanah yang berdeformasi tersebut. Intinya, tanah semakin baik, maka pada pelat hanya bekerja gaya aksial tekan saja.

      Penjelasan saya diatas mungkin kurang dipahami dengan baik, karena terlalu panjang dengan kata-kata. Coba anda bayangkan cara pemasangan lantai tegel atau keramik dirumah. Jika lapisan bawah cukup kuat, tidak turun, maka tegel tanpa tulangan tersebut akan dapat memikul beban roda kendaraan yang cukup berat. Tetapi jika dibawahnya ada rongga dsb-nya, maka tegel tersebut akhirnya akan rusak jika dibebani mobil. Bayangkan tegel khan hanya beberapa mm, koq kuat. Begitu cara kerjanya. Oleh karena itu jalan beton tidak disebut slab, tetapi pavement.

      Suka

      1. Hasan Hamid Avatar

        lalu bagaimana dengan statement saya diatas pak tentang jalan yang hanya di beri tulangan diatas saja?
        jika salah mohonn koreksi agar saya tidak nyasar… hehe..
        Terima Kasih sebelumnya.

        Suka

  6. Purbo Avatar

    Memang awam sih tahunya beton ‘isinya’ mesti tulangan, maklum saja karena masyarakat lebih akrab sama beton di bangunan dan jembatan (balok/kolom/slab).

    Jadi kayaknya bisa lebih baik kalo bisa ditulis di artikel/kolom koran ya Pak… terutama penjelasan analogi dengan tegel/keramik, dijamin pasti jelas dan ringkas.

    Suka

  7. Jani Hutagalung Avatar

    Semoga kambing hitam tidak terlalu banyak disembelih pada setiap permasalahan kegagalan konstruksi. Cukuplah pada awal pelaksanaan kambingnya dimakan rame2, lalu “bestek”nya dibaca. Kalau ada yg perlu diantisipasi/ditambahi , usulkan sebagai pelaku konstruksi yang antisipatif.

    Semoga pelaku konstruksi semakin matang……….dan siap untuk disantap! (oleh yg haus/lapar teknologi aplikasi tentunya.)
    JH

    Suka

  8. Riaditya Avatar
    Riaditya

    Maaf pak Wir…
    Kalo saya baca dari apa yang baru saja bapak tulis mengenai Rigid Pavement maupun Flexible Pavement, isinya banyak masih perlu dipertanyakan. Bisa jadi kalau ada orang2 yang ahli perkerasan jalan yang kebetulan membaca tulisan ini malah meragukan tulisan bapak yang notabene ahli dalam Ilmu Ketekniksipilan.

    Contonya ini : “Masih perlunya tulangan atas dan bawah, itu menunjukkan bahwa anda masih mengganggap bahwa jalan beton berperilaku sama seperti halnya slab pondasi atau basement, yaitu bahwa pelat beton tersebut bekerja seperti balok biasa (simple beam)”

    Sebenarnya tulangan atas dan bawah tetap diperlukan pak Wir, tergantung perkerasan Rigid apa yang digunakan. ada yang hanya menggunakan dowel saja, ada juga yang menggunakan dowel + tulangan atas dan bawah yang tadi disebutkan bahkan juga ada yang menggunakan perkerasan Rigid Pratekan. Itu semua bergantung dengan beban kendaraan, biaya dan kondisi tanah dasar.

    Saya saran sebaiknya tetap membuat tulisan mengenai struktur engineering saja pak, takutnya nanti hanya membuat orang menjadi salah paham apalagi kalo yang membaca adalah mahasiswa yang baru saja belajar perkerasan jalan..

    Suka

    1. wir Avatar
      wir

      @Riaditya,
      Jika ada yang diragukan pada penjelasan saya di atas, monggo saja diskusi. Saya yakin jika ada ahli lain yang mau memberi masukan maka artikel pada blog ini akan menjadi semakin berbobot.

      Bahkan jika ada yang meragukan tulisan saya yang lainpun, ya monggo saja. Selama ini saya menulis apa-apa yang saya ketahui saja dan tentu saja saya yakini kebenarannya. Ingat apa yang saya tulis di atas masih dapat dijelaskan dengan ilmu mekanika yang saya pelajari dan tidak sekedar asbun. O ya, kalau membaca tulisan saya jangan sepotong-sepotong, penjelasan berikutnya adalah argumentasi dari penyataan tersebut.

      Apakah berarti itu mutlak, harus benar selalu. Ya seperti halnya ilmu pengetahuan itu sendiri, jika kemudian ada kebenaran lain karena didukung oleh argumentasi yang kokoh, maka tentu perlu penyesuaian.

      Itu semua kalau dikerjakan dengan passion, tanpa pamrih dan nothing to loose, maka akan luar biasa. Itu pertumbuhan namanya. Tanpa berani menyatakan dan bersikap, kita tidak tahu pada posisi apa kita sekarang. Merasanya sudah ada di puncak, tetapi ternyata hanya di puncak perbukitan, bukan puncak gunung yang sesungguhnya. Itu namanya terlena.

      Suka

      1. tjatur Avatar
        tjatur

        Pak Wir dan seluruh peserta diskusi,

        Kebetulan saya pernah ikutan mengurus jalan tol. Dalam hemat saya, rigid pavement bisa bertulang atau plain. Template desain rigid pavement jalan tol yang dibangun periode tahun 90 an biasanya diawali dengan lean concrete tebal 10 cm (K-BO), kemudian surface tebal 27 cm (K-300) dilengkapi dowel (besi polos 25 mm) dan tie bar besi ulir diam. 16.

        Namun di AASHTO tahun 1993 terdapat prosedur perhitungan rigid pavement dengan besi beton. Tampaknya keputusan memilih menggunakan tulangan atau tidak, terletak pada allowable cracks yang dipengaruhi perbedaan suhu ekstrimum.

        trims

        Suka

  9. Jani Hutagalung Avatar

    (dari Pak Aditya ke Pak Wir):…

    Sebenarnya tulangan atas dan bawah tetap diperlukan pak Wir, tergantung perkerasan Rigid apa yang digunakan. ada yang hanya menggunakan dowel saja, ada juga yang menggunakan dowel + tulangan atas dan bawah yang tadi disebutkan bahkan juga ada yang menggunakan perkerasan Rigid Pratekan. Itu semua bergantung dengan beban kendaraan, biaya dan kondisi tanah dasar’.

    Pak Aditya, Pak Wir menerangkan pada skop umum (bukan khusus), sama seperti pasangan dinding bata yang hanya”1/2 bata” istilah sekarang yang cukup untuk memikul “beban” yang ada. Adakah yang “1 bata”? Tentu ada. Adakah Rigid pavement yang pre-sterssed? Tentu saja ada, namun itu hanya perlakuan khusus yang dapat saja digantikan oleh bentuk optional dari konstruksi lain dengan alasan tertentu.

    Maaf, nimbrung.. (Filosofi: Mobil pak Wir saya sebut berwarna merah, walaupun rodanya berwarna hitam dan pelaknya silver..hehehe)
    Selamat mendidik Masyarakat Teknik…

    Suka

    1. teguh Avatar
      teguh

      mr jani mhn maaf , kl anda umpamakan pavement dgn bata saya rasa kurang tepat , krn ada pernyataan ahli teknik bahwa dinding penyekat bata bukan di peruntukan untuk memikul beban , secara fungsi adalah untuk memisahkan ruangan , lain halnya dengan pernyataan p.wir yg mengumpamakan dengan tegel yg mempunyai prinsip yg sama dgn pavement .smga komen sy tdk salah amien wasalam

      Suka

  10. wir Avatar
    wir

    @Jani
    Ha, ha, betul juga.

    Agar saya tidak berhenti di tempat seperti di atas mestinya Pak Riaditya mengajukan pertanyaan sbb :” Pak Wir, prakteknya koq banyak jalan beton yang memakai tulangan dua lapis“.

    Sederhana pertanyaannya, tetapi sebenarnya nggak sederhana, karena yang diajukan adalah fakta empiris dibandingkan dengan penjelasan teoritis saya di atas. Ingat adanya fakta empiris yang diajukan berarti seperti mengajukan suatu kebenaran, yang meskipun mungkin terbatas berlakunya. Jadi untuk itu saya harus mengajukan argumentasi tambahan agar argumentasi saya sebelumnya tetap berlaku. Jadi ada tambahan uraian yang harus disampaikan (bergerak lagi, maju).

    Adanya tulangan dua lapis pada jalan beton menunjukkan bahwa kondisinya konservatif. Lebih aman dibanding tanpa tulangan beton.

    Lebih aman terhadap apa ? Tentu saja terhadap berbagai kondisi yang mungkin terjadi, maklum jalan khan mencangkup suatu luasan yang besar dari suatu kondisi tanah, yang mana telah diketahui bahwa memprediksi kondisi tanah adalah gampang-gampang susah. Mengandung resiko. Jadi diberikannya tulangan ganda tadi adalah untuk mengantisipasi resiko. Resiko akan terhindar terjadinya crack akibat kembang susut, sekaligus terhindar terjadinya retak akibat lentur yang terjadi akibat adanya deformasi tanah yang bersifat lokal. Kalau deformasinya bersifat global, meskipun turun 1 m tetapi merata disemua tempat, maka jalan beton tanpa tulanganpun tetap tenang-tenang saja (tak perlu dikuatirkan). Ini juga argumentasi yang mematahkan penjelasan ahli geodesi yang menyatakan bahwa ambrolnya jalan RE Martadinata adalah akibat penurunan 60 cm tiap 10 tahun di atas.

    Keputusan di atas adalah keputusan praktis, tetapi bukan berarti teori yang saya sampaikan di atas adalah salah. Itulah mengapa ilmu kita di sebut engineering dan tidak sekedar science.

    Suka

  11. Andri Avatar
    Andri

    @Riaditya,
    Seharusnya bapak juga memberikan argumentasi dan penjelasan atas keraguan bapak.

    Bapak meragukan tulisan Pak wir tapi penjelasan dan argumentasi bapak cuma secuil. Bandingkan dengan penjelasan yang diberikan oleh Pak wir. Terus terang secara prinsip mekanika Pak wir sudah menjelaskannya dengan sangat gamblang.

    Jadi saya harap bapak dapat menjelaskan keraguan bapak berdasarkan data2 dan prinsip mekanika yang kita pelajari sebagai civil engineer sehingga kami dapat menilai mana yang lebih berbobot bukan hanya “meragukan” tapi tidak memberikan penjelasan dan argumentasi yang cukup.

    Suka

  12. Junpieter Gultom Avatar

    Pembahasan ini sangat menarik saat ini, kalau boleh berpendapat saya lebih setuju jika beton tetap memakai tulangan. Walaupun untuk rigid pavement diperbolehkan untuk tidak. Namun kembali lagi beton sangat lemah untuk lentur sehingga kalau dasarnya amblas pasti dia patah. Untung saat ini tidak ada korban maka argumen bapak2 ttg tidak perlu tulangan itu boleh2 saja coba kalau ada truk lewat diatasnya dan amblas.

    Saya teringat satu prinsip beton: tulangan meleleh sebelum beton hancur,, setidaknya bila ada tulangan maka ada pemberitahuan awal tentang kegagalan struktur dan tidak langsung amblas. Semoga kita sebagai engineer civil lebih hati2 dalam menentukan struktur atas, sebaiknya lihat dulu dan hitung bawahnya baru mulai bangun, jangan selalu jadi dukun, habis lebih bnyak dukun saat ini diduni teknik sipil :))

    Suka

  13. M.Arif Avatar

    Forum ini sangat memberikan pencerahan bagi berbagai permasalahan yang terjadi, karena memang jika berhubungan dengan alam para Engineer pasti memilih kondisi yg seaman mungkin, maju terus Pak Wir dan Rekan rekan Diskusi

    Suka

  14. parhyang Avatar
    parhyang

    tidak terjadinya aksi lentur, namun disisi lain ada asumsi yg real yaitu tumpuan elastis. jadi menurut saya pasti ada aksi lentur (plate on elastic fondation), tinggal seberapa besar ini tergantung dari: lapis perkerasan, beban roda kendaraan dan tebal pelat.

    terkadang tidak perlu diberi tulangan atau hanya minimum untuk susut sja ini karena lentur yg terjadi kecil M_u < M_cr. Cara lainnya yaitu menggunakan pelat yg lebih tebal untuk mempertahankan kondisi ini.

    Suka

  15. Frangky Avatar

    Forum yang sangat baik dan untuk saling membangun , maka untuk menghindari proses terjadinya crack yang cepat dalam struktur beton baik cor maupun yg bertulang, maka saya akan ikut membantu memecahkan solusi tersebut.

    Saya menjual fiber ( serat ) sintetis yang digunakan untuk membuat ikatan dalam mixture beton menjadi jauh lebih kuat, sehingga meningkatkan kualitas dari beton yg di hasilkan. Dapat di gunakan dalam kontruksi, jalan tol, jalan raya maupun run way.

    Kalau berkenan hub saya di email; frangww@yahoo.com.
    Contoh produk akan saya berikan jika diperlukan untuk lab test.
    Salam

    Suka

  16. kok jd ajang jualan Avatar
    kok jd ajang jualan

    pemadatan tanah adalah sangat penting, oleh karena itu sy juga menyewakan stamper. 🙂

    Suka

  17. penasehat Avatar

    sepengetahuan saya (yang masih dangkal) pak wir, permasalahan utama jenis perkerasan kaku seperti yang bapak terangkan diatas ada 2.
    1. retak (akibat kembang susut / perbedaan kondisi thermal permukaan beton dan dasar beton)
    2. sambungan antar jalan beton yang tidak baik pengerjaannya.

    untuk no 1 sudah diterangkan dengan lebih mendetail oleh pak wir.
    untuk no 2, perihal sambungan, akan saya coba sedikit jelaskan, mohon koreksinya.

    pada sambungan perkerasan kaku, sering sekali ditemukan adanya celah (1-10 mm). adanya celah ini sebagian besar disengaja oleh pihak pelaksanan untuk (katanya) mengantisipasi kembang susut. padahal keberadaan celah ini bisa menjadi fatal. saat hujan, air yang masuk kelapisan base coarse akan mengakibatkan munculnya fenomena pumping (terpompanya butiran halus). pumping yang terjadi dalam waktu lama akan mengakibatkan munculnya rongga2 pada lapisan base coarse di sekitar sambungan. bila suatu saat terjadi beban tinggi, dan tidak ada penopang pada beton di daerah tumpuan, beton tsb bisa dipastikan akan mengalami patah.

    Suka

    1. wir Avatar
      wir

      Yah betul. Ketika pada tepi atau sambungan tanah dibawahnya mengalami pelemahan (deformasi) maka jika dipasang tulangan susut di sisi atas akan bekerja sebagai tulangan kantilever pada pelat. Ingat, base course bagian tengah masih utuh sedangkan yang pinggir turun, jadi bagian pinggir seakan-akan menggantung.

      Jadi intinya, adanya tulangan (bertambah mahal) memang akan menambah faktor aman. Jadi jangan mentang-mentang secara teori tidak perlu tulangan lalu ketika ada engineering judgement untuk dipasang tulangan , eh di korupsi. Khan gawat itu.

      Suka

  18. hananto Avatar
    hananto

    mas wir….bagaimana hubungan antara nilai CBR di subbase dengan rigid pavement? berapakah persyaratan minimum untuk CBR subbase sebelum kita puoring concrete?

    Suka

  19. Nano Avatar
    Nano

    pasti kontraktornya yang banyak makan duit nih ya pak ya?

    Suka

  20. martua siagian Avatar
    martua siagian

    Bila sudah terjun di proyek, apalagi masuk pada proses tender n pemenangan tender….. Nah disini Biang awalnya kehancuran, orang pasti ngerti n tau Proyek ini bakal hancur atau tidak dengan umur rencana jalan tidak tercapai….. kenapa ??.. Fee….. Fulussss… man yang didahulukan… ndak usah diterangkan pasti udah pada ngerti nich…. ~^~

    Suka

  21. namaku disebut | The works of Wiryanto Dewobroto Avatar

    […] jadi ingat, tempo hari karena ada yang membaca tulisanku tentang jalan beton maka ada yang meminta aku bertanya-jawab via telpon. O itu nampaknya. Baik mari kita melihat apa […]

    Suka

  22. dzaka Avatar
    dzaka

    kalo saya perhatikan dan tidak salah kebanyakan jalan tol memakai beton yang ada pada gambar 6, nah sering terjadi retak namun penyebab utamanya apa mungkin thermal?maksudnya kembang susut apa yah pak wir???trus saya mau tanya lagi pak wir kalo penyebab rusaknya joint sealent yang terdapat di sambungan antar beton kira2 kenapa y pak??terima kasih

    Suka

  23. deanz Avatar
    deanz

    Kalo menurut saya, pembangunan sekarang adalah pembangunan frustasi tanpa memperhatikan lagi pengguna. Dulu jalan aspal dibuat agar pengguna merasa nyaman berkendara dengan alas yg lembut dan ramah sama ban mobil. Tapi sekarang dgn alasan kemudahan, perawatan yg minim n tahan lama???mereka (pemerintah) rame2 membuat jalan beton. Padahal mau dgn aspal ataupun beton sama aj kalo yg bikin n ownernya ga punya nurani, mau apapun bahannya pasti cepat rusak kalo mengutamakan setoran n entertainment dalam proyek. Sekarang jalan2 beton yg masih lumayan baru banyak jg yg rusak n lebih parah akibatnya daripada jalan aspal (karena sifat beton yg kaku), jadi nanti mau diganti apalagi???

    Suka

  24. adrian Avatar
    adrian

    @penasehat
    pemotongan rigid pavement tuch memang disengaja untuk memberikan kesempatan beton mengembang dan menyusut…… jadi untuk mencegah masuknya air dari sela-sela siar muai ini dilakukan penutupan celah siar dengan menggunakan aspal pen 60 dengan bahan tambahan dengan bahan tambah bersifat elastomer atau plastomer (ASTM D-5078)……

    just…..opinion…….!

    kalo menurut saya banyak kesalahan dalam pelaksanaan pekerjaan perkerasan kaku (rigid pavement) bukan cuma karena cuma fulusssss. para pekerja (kuli) kita hampir sebagian besar merupakan orang-orang yang belum mempunyai sertifikasi keahlian (sebagai kuli) kebanyakan teman-teman pekerja yang dipakai untuk melaksanakan pekerjaan tidak benar-benar mengetahui kegunaan dowel, tie bar dan curring, so………..

    kadang kalanya dalam pelaksanaan tidak dilakukan slump test pada setiap truck mixer yang datang.
    Ataupun dalam perencanaan untuk jalan yang “dinilai” skala kecil ada anggapan “tidak perlu” dilakukan penyelidikan terhadap lapisan tanah pondasi…….. kira2 rekan-rekan pasti setuju jika mau bangun rumah tinggal 1 lantai tidak perlu penyelidikan tanah seperti kalo membangun apartemen, dan ternyata setelah terjadi kerusakan karena turunya pondasi baru diselidiki ternyata tanah keras sebagai tempat berdirinya pondasi berada diatas bekas timbunan sampah………..

    Jadi please…….. kita harus melihatnya secara bijak jangan cuma mencela seperti “perwakilan” kita yang digedung yang terhormat.

    Suka

  25. penasehat Avatar

    @ Adrian

    Memang benar pak, pada ekspansion joint harus di sealent dengan bahan2 tertentu, salah satunya yang bapak sebutkan diatas, aspal pen 60. Tidak hanya itu, pada beberapa jembatan yang saya temui, sambungan tersebut ada yang di tutup oleh besi dengan berbagai rupa. Nah, disini sering kali dilupakan kejadian paling sering terjadi yaitu ketika 2 bahan berbeda harus dipaksakan untuk bekerja bersama-sama, bagian paling rawan adalah pada sambungan antara kedua bahan tsb. (durabilitas bahan)

    Saya juga tidak sekdar bicara seperti anggota dewan yang mulia pak (rupanya pemikiran kita ttg anggota DPR sama.. ^^). Saat ini saya punya beberapa ide yang masih harus diteliti lebih jauh dalam rangka mengantisipasi kelemahan utama beton pada sambungan (ekspansion joint), yang mana ide ini mungkin bisa jauh lebih murah daripada meletakkan tulangan atas pada beton bagian tepi. Hanya memang, saya tidak punya tempat dan resource yang bisa menampung ide2 saya sehingga hanya mampu saya tuangkan kedalam buku catatan saya saja.

    Suka

    1. sumanto Avatar
      sumanto

      ijin ikutan ,saya mau tanya dalam pekerjaan Rigid pavement,pemasangan dowel yang diletakan pada tatakan (seperti besi sloof 20cmx 15cm) apakah sloof tsb berfungsi hanya sebagai tatakan saja atau ada perhitungan atau pengaruh pada konstruksi betonya?baik dowel yg longitudinal atau cross joint.trima kasih

      Suka

  26. denden Avatar
    denden

    Untuk skill labor/labor sebenarnya mereka bagus2 n engineernya jg ga kalah kelas lah dengan negara lain. Cuma kembali ke mental negara Indonesia yg dah begitu kuat karakter ‘selagi bisa n target fulus’ nya yg menjadikan kualitas proyek2 pemerintah di Indonesia menjadi ‘sampah’..
    Para pekerja atau supervisor tdk melakukan urutan2 kerja seperti slump test, aspal pen, ikatan rebar, curing dll karena tidak dikasih kesempatan/material dari atasan/kantor nya. Saya sering mendapat keluhan dari akar bawah kontraktor karena hal2 tsb diatas tp mereka tidak berdaya karena kekuatan ‘GHAIB’ yg sudah turun-temurun terjadi di PROYEK2 INDONESIA..Saran saya, mending kerja sama asing sekalian/luar negeri daripada cape hati dgn kelakuan JURAGAN2 PROYEK..:)

    Suka

  27. mishil Avatar
    mishil

    saya mau tanya apabisa sambungan pada perkersan rigid bisa sivarisikan dan apa sudah ada orang yg memvariasikan tepat pada sambungan memajang????

    Suka

  28. bambang Avatar

    Pak Wir Ysh,
    Tulisan dan pembahasan diatas terlalu berat bagi saya, pasalnya kami dapat bantuan Kota berupa pasir 18m3, split 18m3 untuk buat jalan beton di kampung.
    Kira-kira jadi berapa meter pak dan kurangnya material apa lagi.
    Bagaimana kontruksi sederhanya saja, jalan yang akan di beton bekas jalan aspal yang rusak.
    Ditunggu jabawannya. Terimakasih.

    Suka

  29. Nara PP Avatar
    Nara PP

    Pak wir,,saya mw nanya, apakah ada syarat khusus jarak perkerasan (baik rigid maupun fleksibel pavement) dari muka air tertinggi?Soalnya saya lagi re-construction jalan di daerah Banjarmasin yang selalu rusak karena muka air tertingginya sangat tinggi, kira-kira hanya 20-30 cm dari muka aspal eksisting,,,makasih

    Suka

  30. PRABOWO Avatar
    PRABOWO

    bagaimana merencanakan pondasi gedung (bangunan sederahana) diatas bekas TPA sampah, dimana sebagian besar sampah merupakan sampah plastik/bekas tas plastik. menurut pengecekan kami kondisi lahan spt: apabila ditekan maka akan membal, apabila dipasang cerucuk juga membal, jika digali maka semakin dalam semakin lunak karena kandungan air lindi masih banyak (kedalaman sampah lebih dari 10 m), faktor penurunan tanah belum diketahui, apakah harus dipasang geomembrane.
    tolong saya dibantu.

    Suka

    1. wir Avatar
      wir

      Apa pengertian sederhana yang kamu maksud. Ini tentu sangat relatif sifatnya. Bisa berbeda antara satu orang dengan yang lainnya, dan kelihatannya anda keberatan jika memakai sistem pondasi dalam lebih dari 10 m.

      Wah serba salah. Ingat tidak kata pepatah “ada harga ada rupa”. Memang untuk sesuatu yang bagus hasilnya, maka harga umumnya juga mengikuti. Tetapi jika dipaksa, dan harus dibangun di atas tanah seperti itu, maka langkah pertama adalah harus berani menerima resiko. Bagaimanapun juga, jika bikin pondasi di atas bekas TPA sampah, pakai pondasi dangkal, maka jelas resiko konsolidasi (penurunan jangka panjang) pasti akan terjadi.

      Dengan memahami konsep rekayasa, maka resiko itu dapat dikurangi dampaknya, misal
      [1] bikin bangunan yang relatif ringan, kalau bisa pakai kayu, pakai kayu,jangan dari batu atau beton. Atap dari genteng diganti dengan seng.
      [2] pondasi atau bidang kontak dengan permukaan tanah dibuat besar dan kaku, juga bentuknya yang sesolid mungkin. Jadi kalaupun nanti terjadi penurunan maka keseluruhan pondasi dapat bersama-sama turun. Ingat yang bikin rusak bangunan itu bukan penurunan tanah, tetapi perbedaan penurunan dari tiap strukturnya. Karena ada penurunan, maka tentu perlu dipersiapkan ketinggian yang cukup jika turun, maka tidak kemasukan air.

      Ya saya kira begitu pak. Pakai geomembrane pun pasti akan tetap beresiko terjadi penurunan. Kalau nggak mau ambil resiko tersebut maka langkah yang dapat dilakukan adalah pindah tempat yang lebih baik, bukan bekas TPA. Jika terpaksa maka pakai pondasi tiang sampai tanah keras. Itupun beresiko tiang bisa patah jika ternyata TPA itu beresiko sliding, khususnya jika dulu adalah lereng. Jadi jika sampahnya itu inorganik khan susah untuk kembali menjadi tanah.

      Saya kira begitu pak, tapi ingat, nasehat di atas hanya berlaku untuk orang yang berani mengambil resiko. Langkah lainnya, adalah berdoa.

      Suka

  31. Jalan Beton dan Tulangannya « Forum OJT/Magang PT ARUN LNG Avatar

    […] Gambar 2. Lapisan perkerasan jalan (sumber: Pavement Design Guide) […]

    Suka

  32. agung Avatar
    agung

    pak wir saya ada beberapa pertanyaan :
    1. apa dasar menentukan tebal slab beton pada jalan kereta
    2. bagaimana perhitungannya

    sebelumnya terimakasih pak wir….

    Suka

  33. yudhi Avatar
    yudhi

    Pak wir, apa pengaruh jika kita mengurangi jumlah, diameter dan panjang desain tulangan pada rigid pavement?

    Suka

  34. faqikh Avatar
    faqikh

    Pak wir, saya mau nanya tentang jalan betonisasi. Bila jalan kabupaten dgn mutu beton K-225 tanpa tulangan, sedangkan jalan propinsi dgn mutu beton K-350 dengan tulangan.
    Adakah peraturan menteri pu/peraturan dirjen bina marga yang menyebutkan hal tsb diatas ? Mohon penjelasannya
    Terimakasih
    Faqikh – Pemkab Srageb

    Suka

  35. Jalan Aspal dan Jalan Beton « Life's Beautiful Avatar

    […] dan gambar sebagian dari : http://wiryanto.wordpress.com/2010/09/19/jalan-beton-dan-tulangannya/ Share this:TwitterFacebookLike this:SukaBe the first to like this […]

    Suka

  36. jaka Avatar
    jaka

    untuk mendapatkan alat pemadat ( vibrator) dan penghampar campuran beton pekerjaan rigidnya

    Suka

  37. samad Avatar
    samad

    pa wir numpang pendapat……….. jalan yang tanahnya tidak stabil baik itu tanah yang terpengaruh abrasi air laut maupun tanah rawa sebaiknya bukan jalan beton tapi jembatan beton (file slab) ……

    Suka

  38. deo Avatar
    deo

    pak wir saya mau tanya….untuk jalan beton di tempat saya dipakai tulangan dowel dan Tie bas dengan perletakan seperti huruf “H” untuk setiap segmennya (tiap segmen sepanjang 6meter), dowel arah melebar 5meter, tie bar arah panjang 6 meter…menurut bapak benarkah perletakan tersebut, dan mohon pencerahannya….makasih

    Suka

  39. philip Avatar
    philip

    siang pak, salam kenal sy philip. sy mau menanyakan apakah pergitungan jalan beton/ rigid dapat memakai program SAP 2000. trm ksh

    Suka

  40. Novi Rahmayanti Avatar
    Novi Rahmayanti

    tuliasan pak wir di blog selalu menarik.gimana caranya bisa nulis bagus kyk pak wir ya?apalagi sudah turun surat mendikbud yang menyatakan syarat kelulusan mahasiswa harus membuat tulisan ilmiah yang dimuat di jurnal (kerja keras belajar nulis biar cepat lulus).hehehehe

    oya pak wir saya mau bertanya tentang aluminium.mohon pencerahannya ya pak dan teman2 yang mampir ke blog ini. saya masih kesulitan mengetahui tegangan tarik ,tegangan ultimit, modulus elastisitas serta sifat fisik dan mekanik dari aluminium murni pak.nilainya berapa ya? atau saya bisa baca di astm seri berapa pak?oiya pak,klo aluminium yang dijual dipasaran itu aluminium murni atau sudah campuran ya pak (aluminium pejal dan bentuk pipa yang biasa dipakai untuk pintu/kusen/gerobak pedagang 🙂 ). klo grafik tegangan tarik aluminium sama dengan baja tulangan fy 400 Mpa gak ya?trus kira2 buku/ jurnal/ code apa aja yang bahas tentang aluminium yang bisa dipakai sebagai pengganti baja tulangan untuk struktur balok atau pelat..mohon bantuannya ya pak. matur nuwun…

    Suka

    1. wir Avatar
      wir

      aluminium untuk baja tulangan, kayaknya nggak bisa ya, selain karakteristik lelehnya kurang baik juga kelihatannya aluminium akan bereaksi secara negatif dengan adukan beton. Tapi secara detail aku belum menyelidikinya.

      tentang aluminium sendiri ini info yang aku dapat :

      Pure aluminium is a weak material with little strength for structural engineering applications. However, pure aluminium can be strengthened by alloying and subsequent treatment. The most commonly used alloying elements are copper, magnesium, manganese, lithium and zinc. Guidance on the aluminium alloy designation can be found in the British Standards BS EN 573 for wrought aluminium alloys and in BS EN 1780 for cast aluminium alloys.

      5xxx series, magnesium alloys, EN- AW-5xxx
      This NHT alloy has a good combination of high strength and excellent resistance to corrosion. Its application is mainly in structural use and it has good weldability. Tensile strengths can exceed 300 N/mm. Typical products are sheet, plate and sheet- metal fabrications with uses for vessels, vehicles, ships and chemical plant.

      6xxx series, magnesium– silicon alloys, EN- AW-6xxx
      Containing magnesium and silicon these alloys have good all-round properties i.e. excellent extrudabtility, good resistance to corrosion
      combined with high strength. Tensile strength is in the region of 300 N/mm^2 with a proof stress of 250 N/mm^2. This material is weaker than mild steel and less ductile. This group includes the 6082 alloy which is widely used for building structures.

      7xxx series, zinc alloys, EN- AW-7xxx
      This series of zinc alloys display the highest strength of aluminium alloys. In the T6 condition it reaches a tensile strength of approximately 550–580 N/mm. Its mechanical properties are greatly improved compared to the 6xxx series alloys and HAZ softening at welds is less severe than for 6xxx series alloy. But again there are similar drawbacks to the 2xxx series such as: lesser resistance to corrosion, unsuitability for arc welding, an extrudability less than that of the 6xxx series and difficulty in fabrication. Thus, the 7xxx, which is mainly used in military or other specialised applications, requires a high degree of expertise to produce it and greater experience is needed to fabricate it.

      For structural design BS 8118, and the new Eurocode 9 give guidance if and what protection of the material used is necessary and advised.

      Reff: Ulrich Müller.(2011). “Introduction to Structural Aluminium Design”, Whittles Publishing, Scotland, UK

      Suka

  41. VEMBRI AFFIANO Avatar
    VEMBRI AFFIANO

    Yth. Bp. Wiryanto

    Setelah membaca artikel diatas ada beberapa pertanyaan dimana untuk pemasangan dowel pada longitudinal joint. Pertanyaan saya yaitu:
    1. Pemasangan dowel tersebut dipasang pada jarak berapa?
    2. Berbicara tentang di pasaran apakah material dowel tersebut dapat ditemui/dibeli dimana?
    3. Dowel berbahan material apa (maklum baru dengar ttg material ini)?

    Kalau hal ini bisa mengatasi jalan-jalan yang rusak, saya akan mendesain dan mencoba untuk aplikasi di lapangan. Demikian, terimakasih.

    Suka

  42. Rizki Avatar
    Rizki

    Permisi Pak…saya ingin bertnya
    tugas akhir saya mengenai pengembangan model life cycle cost aset infrastruktur jalan raya. Saya jur t.industri
    berd. literatur yg saya baca konsep ini kebanyakan membandingkan antara aspal dgn beton…hasilnya beton selalu mmlki biaya minimum slm siklus hidupnya

    namun stlah saya mencari infrmasi dilapangan trnyata kemampuan 2 jenis perkerasan ini berbeda. Beton lebih cocok apabila jalan trsb dilalui oleh kendraan dgn muatan yg relatif berat. Jadi menurut saya konsep life cycle cost tidak dapat diterapkan dalam pengambilan keputusan jenis perkerasan jalan.

    yang ingin saya tanyakan Pak, kira2 dalam hal yang bagaimanakah konsep life cycle cost ini bisa diterapkan dalam infrastruktur jalan?
    Mohon bantuannya Pak. Terima Kasih

    Suka

  43. teguh Avatar
    teguh

    hebaaaaaaaaaaaaaaaaat

    Suka

  44. Andrew J Sihite Avatar
    Andrew J Sihite

    salam pak wir, saya termasuk pengemar buku2 bapak… thanx buat artikel2nya yg sangat bermanfaat,,,

    Suka

  45. angga rudi Avatar

    Makasih banget pak Wir,,, !!
    atas semua informasinya ,,,
    pengetahuan nya sangat bermanfaat dan membantu saya untuk menyelesaikan skrpsi saya ,,,
    ## matur Nuwon pak …

    Suka

  46. iwan Avatar
    iwan

    Di Jakarta banyak dibuat jalan beton tanpa tulangan, dipakai slum rendah 3 cm – 5 cm, beton K 350, (dipakai sambungan dan dowel) dan tidak ada masalah.
    Misalnya
    – jalan tol Cawang Tebet, tebal beton 30 cm
    – jalan Pondok Pinang – Pejompongan, tebal beton 25 cm.

    Suka

  47. Johanes Y Avatar
    Johanes Y

    Jalan beton juga cepat rusak selain asal-asalan dalam pelaksanaan juga karena ‘pencurian’ kuantitas. Disuatu tempat saya lihat lapis base/sub-base sengaja dibuat cembung shg tepi terlihat sesuai dgn desain tapi tebal tengah tinggal setengahnya. Entah pintar siapa di lapangan – kontraktor apa konsultan pengawas ……

    Suka

  48. farrah Avatar

    pak, saya mau nanya:
    1. apa beda base coure A dan base Course B?
    2. apa saja komposisi base course A dan base course B? split ukuran berapa?
    3. untuk uji lab, berapa presentase masing-masing komposisiuntuk 1/2 dan 2/3 agar kurva S tercapai?
    4. berapa volume material yang perlu diambil sebagai benda tas lab, untuk base dan sub base?
    terimakasih sebelum nya pak.. 🙂

    Suka

  49. […] jalan beton dan tulangannya […]

    Suka

  50. Trizno Avatar
    Trizno

    Mau nanya Sistem penulangan dowell pak?

    Suka

Tinggalkan Balasan ke Jalan Beton dan Tulangannya « Forum OJT/Magang PT ARUN LNG Batalkan balasan

I’m Wiryanto Dewobroto

Seseorang yang mendalami ilmu teknik sipil, khususnya rekayasa struktur. Aktif sebagai guru besar sejak 2019 dari salah satu perguruan tinggi swasta di Tangerang. Juga aktif sebagai pakar di PUPR khususnya di Komite Keselamatan Konstruksi sejak 2018. Hobby menulis semenjak awal studi S3. Ada beberapa buku yang telah diterbitkan dan bisa diperoleh di http://lumina-press.com