‘melihat’ masalah


Anda mau ketemu masalah ?

Pasti tidak ! Saya yakin itu, karena pada prinsipnya kita ini hidup dan berharap bahkan ada yang selalu berdoa untuk terhindar dari masalah. Meskipun demikian jika seseorang mempunyai kepekaan atau kemampuan untuk melihat suatu masalah, dan dapat memikirkannya tanpa emosi, dengan nalar, logika dan pengetahuannya untuk mencari penyelesaiannya maka sebenarnya dari masalah itulah sebenarnya jalan menuju kemajuan dan kesuksesannya.

Pendapat seperti itulah yang mendasari aku dalam menilai bagaimana seharusnya mendidik itu, yaitu memberi bekal berupa pelatihan ketrampilan dan juga wawasan pengetahuan bagi seseorang murid pada suatu kompetensi tertentu sedemikian sehingga yang bersangkutan berani dan percaya diri terjun pada permasalahan yang berkaitan dengan kompetensi tersebut. Jadi dalam mengajar aku juga perlu memberi motivasi dan wawasan yang benar.

Keberanian terjun pada permasalahan tidak berarti hanya berani kena masalah, tetapi lebih dari itu yaitu berani memikirkan jalan keluarnya.Ingat, orang disebut sukses hanya jika yang bersangkutan mampu mengatasi masalahnya dengan elegan.

Saya kira itu pula yang menerangkan mengapa negeri kita ini kalah maju dengan negeri seberang, misalnya Eropa, yang notabene jika musim dingin alamnya begitu keras sehingga penghuninya jika tidak mempersiapkan diri dengan baik akan mengalami masalah yang serius.

Bandingkan dengan negeri kita yang tidak mengenal musim dingin ini. Ditunjang oleh suburnya tanah (karena banyak gunung berapi) dan panas matahari sepanjang tahun maka dimana-mana dapat ditanam tumbuhan yang dapat berbuah lebat. Kondisi itulah yang menginspirasi Koes Plus untuk menulis lirik lagu yang legendaris , KOLAM SUSU, ini penggalan syairnya sbb :

.
Bukan lautan hanya kolam susu
Kail dan jala cukup menghidupmu
Tiada badai tiada topan kau temui
Ikan dan udang menghampiri dirimu
.
Orang bilang tanah kita tanah surga
Tongkat kayu dan batu jadi tanaman
Orang bilang tanah kita tanah surga
Tongkat kayu dan batu jadi tanaman

Coba renungkan, sebagai penduduk negeri ini, maka mendengar lirik lagu di atas akan merasa bangga, dan bahkan terbuai. Padahal jika dicermati betul, apa seperti itu kondisinya, yang jelas dengan banyaknya orang miskin di negeri ini (lihat saja di TV pada saat pembagian raskin) , itu dapat digunakan sebagai petunjuk bahwa kondisi negeri ini sebenarnya tidak seperti yang terdapat pada lirik tersebut. Jangan marah, ini fakta lho. Memang sih bagi yang sedang di atas, seperti para ‘beliau yang terhormat’ maka lirik lagu tersebut  benar. Tapi lihat, jumlahnya berapa ? Apakah merata.

Jadi lagu itu atau pernyataan-pernyataan lain yang senada telah menina-bobokan kita semua, menyebabkan  terlena dan  tidak sadar jika sebenarnya banyak masalah disekitarnya.

Ah yang benar pak, emangnya ada masalah ?

Lho kamu tidak melihat masalah ? Semua fine-fine aja.

Lha itulah masalahnya, orang melihat yang disebut masalah jika dihadapannya bertemu harimau, atau seperti yang kemarin yang di jalan RE. Martadinata yang ambrol itu. Jika benar-benar terlihat didepan mata dan jika dipaksa diterjang atau dilalui akan celaka, baru itu disebut masalah. Seperti itu khan orang-orang kita itu.

Melihat masalah memang gampang-gampang susah. Yang jelas, suatu masalah bagi seorang tertentu kadang tidak terlihat sebagai masalah bagi orang lain. Bagi diri sendiripun kadang juga demikian, seperti contohnya ke sekolah naik bus berdesak-desakkan, jauh dan macet lagi, sehingga sebagian besar habis di jalan. Jika ternyata itu dinikmati dan tidak dianggap sebagai masalah maka kondisi itu dapat berlangsung bertahun-tahun bahkan tidak ada perbaikan. Tetapi ketika hal tersebut dianggap masalah, maka tentu akan dipikirkan jalan keluarnya, kalau perlu mungkin harus kost agar belajarnya tidak terganggu sehingga akhirnya dapat berprestasi dan lulus dengan sangat baik. Ujung-ujungnya dapat meniti karir dengan baik dan membeli rumah yang dekat tempat pekerjaannya.

Jadi masalah pada prinsipnya adalah tanda-tanda bahwa sesuatu perlu perbaikan kondisi. Tidak bisa dibiarkan saja.

Esensi seorang sarjana pada prinsipnya adalah mempunyai kemampuan untuk dapat melihat masalah, tidak sekedar trampil terhadap suatu tugas tertentu. Jika yang difokuskan adalah ketrampilan maka sekolahnya adalah Diploma. Seorang sarjana, lulusan universitas tidak difokuskan trampil dengan kecekatan tangan, tetapi trampil mengolah pikir. Oleh karena itulah mereka diberikan pengetahuan tentang materi dasar yang mana pada akhirnya mereka diuji untuk membuat skripsi atau suatu penelitian.

Skripsi atau suatu penelitian pada dasarnya diberikan kepada calon sarjana sebagai cara untuk melihat kemampuan berpikir mereka. Bagaimana mereka mampu melihat sesuatu itu adalah suatu masalah yang perlu diteliti dan juga argumentasi yang menunjukkan bahwa itu suatu masalah. Ini kelihatannya sepele, tetapi prakteknya materi skripsi ini bahkan menjadi momok bagi banyak calon sarjana. Banyak yang tertunda karena skripsi. Selanjutnya orang yang tidak tahu pendidikan, tahunya manajemen sekolah melihat bahwa materi tersebut adalah penghambat kelulusan. Jadi agar dapat lulus 100% tepat waktu maka skripsi sebaiknya ditiadakan dan diganti dengan beberapa mata kuliah pengganti.

Skripsi dapat menjadi penghambat kadang tidak disebabkan faktor mahasiswanya saja, bahkan sebagian besar juga disebabkan ketidak-mampuan dosennya dalam membantu memperlihatkan suatu masalah kepada anak didik.

Kemampuan dapat melihat masalah itulah sebenarnya yang menjadi alasan mengapa seorang anggota dewan sebaiknya seorang sarjana. Karena bagaimanapun dalam proses memperoleh sarjana (sekolah yang baik tentunya) mereka telah dilatih untuk melihat masalah, memformulasikan, menyajikan argumetansinya dan selanjutnya menyusun hipotesis untuk akhirnya diuji. Meskipun tentu saja tidak berarti yang tidak sarjana tidak bisa ‘melihat’ masalah.

Coba kalau melihat hal ini :

Tidakkah ini dapat dilihat sebagai suatu masalah.

Menurut saya, kemacetan di atas yang terjadi terus menerus sepanjang hari dan waktu di Jakarta mestinya sudah masuk dalam kategori masalah. Mestinya para anggota DPR itu kalau studi banding ke luar negeri tentunya membawa masalah di atas, tetapi kenyatannya yang di studi banding adalah Pramuka.

Selama ini, dari berita-berita yang aku sering baca jarang diungkap Pramuka punya masalah sehingga perlu di studi-bandingkan oleh DPR. Jadi kenapa sampai-sampai di studi bandingkan ke Jepang, Thailand, bahkan juga Afrika Selatan. Kalau nggak percaya coba baca ini (itu salah satunya).

Mestinya DPR itu studi banding ke negara-negara tersebut untuk menilai kondisi infrastruktur transportasinya sehingga mempunyai argumentasi kuat untuk segera mendesak pemerintah menyediakan mass  rapid transportation sistem yang baik.

Sekarang ini yang terjadi adalah menyalahkan jumlah kendaraan yang menyebabkan macet tersebut. Bahkan aku mendengar dari radio seorang pakar bergelar Ph.D dalam usulannya untuk mengatasi macet adalah membatasi kendaraan dsb. Ya itu benar, tetapi cara melihatnya koq naif begitu, coba kalau ada mass rapid transportation (mrt) yang enak, pasti mereka akan mengandangkan kendaraannya di rumah. Memang sih itu mahal sekali dan hanya rakyat banyak melalui anggota DPR-lah yang bisa mendesak negara ini untuk mengusahakan, kecuali jika presidennya punya visi dan misi yang kedepan dan berani memperjuangkan.

Semoga masalah yang ada dapat dilihat dan dicari jalan keluarnya.

3 pemikiran pada “‘melihat’ masalah

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s