Jakarta, ada yang meragukanmu !


Jakarta, ada yang meragukanmu !

Tentang pilkada ya pak ?

Memang sih kalau membaca judul di atas, semua pikiran pasti akan mengarah pada Pilkada yang baru saja berakhir. Tetapi apanya yang diragukan. Semuanya khan sudah jelas, tidak ada keraguan lagi, bahwa Jakarta sekarang sudah punya Gubernur yang BARU !

Betul ! Semoga itu semua akan berdampak pada kebaikan ibukota negeriku. Ingat, Jakarta itu khan berbeda dibanding kota-kota lain di Indonesia, bukan hanya milik etnis tertentu saja. Itu kota milik kita semua. Jadi hanya orang yang berpikiran sempit yang menyatakan itu. Ok sudahlah, yang penting sekarang kita kasih ucapan selamat kepada Gubernur yang baru, bapak Jokowi. Kita semua rakyat Indonesia mempunyai banyak harapan kepadamu : menjadikan Jakarta, ibukota yang dapat membanggakan kita , rakyat semua.  O ya, tidak lupa juga diucapkan banyak terima kasih  kepada  bapak Gubernur lama, bang Foke yang berhasil mengusahakan Jakarta tetap aman dan terkendali selama Pilkada kemarin.

Berbicara tentang adanya keraguan atau diragukan pasti tidak bisa lepas  dengan yang namanya kepercayaan atau dipercaya. Itu merupakan sesuatu hal yang dikotomi, susah untuk ada sekaligus pada suatu subyek. Juga peranannya sangat penting bagi kita. Lihat saja, politikus yang mengantongi kepercayaan masyarakat luas maka dijamin akan memperoleh kekuasaan, misalnya saja bisa jadi Gubernur. Mana bisa, politikus luar daerah masuk dan mimpin Jakarta. Pastilah pertama-tama harus mendapat kepercayaan dari masyarakatnya dulu, yang lain baru ke dua dan ke tiga.

Nah jika kekuasaan dapat dipegang, maka jangan kuatirlah terhadap yang namanya kesejahteraan. Pasti deh, jika mau yang namanya rumah mewah, atau mobil mewah itu tinggal soal waktu saja dan juga kemauan tentu saja. Jadi benar juga, jika sudah punya kuasa, tetapi masih mempertahankan pola hidup sederhana. Itu adalah suatu keistimewaan, sesuatu yang langka.

Karena ada jaminan kesejahteraan itu pulalah yang menjadi alasan, mengapa banyak orang (politikus) berbondong-bondong “menuju Senayan”. Bahkan untuk itu, berbagai usaha dilakukan, yang kadang kala terlihat sekali cara manipulasinya, baik dengan cara orasi  dalam tatap muka maupun pengolahan media yang lebih luas. Itu semua dilakukan dalam usaha meraih kepercayaan. Maklum, jika kepercayaan (rakyat) hilang, maka hilang pula jabatan (kekuasaan). Pilkada yang baru saja berlangsung di Jakarta adalah saksi dari semuanya itu.

Wah, wah  . . . ini jadi politikus ya pak. Mentang-mentang yang kotak-kotak menang.

Nggak juga sih dik. Ini baru menekankan pentingnya arti kepercayaan atau dipercaya yang lawannya adalah “keraguan atau diragukan“.

Ini tidak hanya permasalahan politik saja lho. Tetapi juga berlaku pada bidang rekayasa, bidang yang kita geluti sekarang ini. Kalau dipikir-pikir, kita ini semua belajar tentang bidang rekayasa adalah untuk mendapatkan kepercayaan bahwa apa yang kita rencanakan dapat berhasil sesuai harapan kita. Betul bukan. Jadi semua spesifikasi dan gambar teknis yang dibuat adalah untuk menghasilkan keyakinan, kepercayaan bahwa perilaku struktur yang dibangun dapat bekerja menahan beban-beban rencana sehingga dapat berfungsi dan aman bagi pemakainya. Bahkan ketika terjadi sesuatu yang mungkin tidak terduga sebelumnya, seperti gempa.

Coba bayangkan, ada proyek konstruksi bernilai miliaran rupiah yang berhasil (misalnya gedung 100 lantai) . Tetapi beberapa bulan setelah dihuni tersiar kabar, bahwa gedung tersebut belum diperhitungkan terhadap gempa 200 tahunan, misalnya gempa besar seperti di Aceh tahun 2004 yang lalu. Bahkan tersiar prediksi bila gempa seperti itu terjadi, gedung akan roboh.

Hal itu tentu memerlukan ditanggapi serius, perlu ada klarifikasi atau kalau memang betul terjadi, perlu diadakan tindakan seperti misalnya retrofit khusus. Jika tidak, bisa-bisa gedung tersebut sepi. Kalaupun ada, maka yang menghuni adalah orang-orang yang kepepet, yang punya semboyan “daripada tidak”. Jadi jika ada orang (yang bukan awam tentunya) meragukan kinerja suatu konstruksi, maka itu adalah masalah yang perlu diselesaikan bukan.

Kalau ragu terhadap kinerjanya, diuji saja dong pak. Konstruksi bangunan apa itu pak, jembatan atau gedung. Kalau jembatan maka minta saja untuk diberi beban, misalnya dengan truk-truk yang diberi beban sangat berat di atasnya. Jika ambrol tidak usah dibayar itu kontraktornya, bahkan kalau perlu dituntut itu yang merencana atau membangunnya. Khan jelas dan cukup sederhana prosedurnya. Itu usulannya pak.

Bisa juga itu dik, khususnya jika yang diragukan adalah kinerjanya terhadap beban tetap (beban kerja rencana). Jika bukan itu, maka cara tersebut tidak efektif, karena tidak bisa dibuktikan langsung secara empiris.

Seperti kita ketahui, suatu konstruksi perlu juga direncanakan terhadap beban sementara (beban gempa). Itu perlu untuk memastikan, jika terjadi peristiwa tak terduga, gempa besar seperti yang pernah terjadi di Padang atau Aceh, maka tidak akan menimbulkan korban jiwa karena bangunannya roboh. Apalagi jika itu bangunan publik, maka persyaratan itu tentu sangat penting.

Unsur yang khas dari gempa, adalah tidak terduga, tidak bisa dipastikan kapan datangnya dan berapa besarnya, hanya bisa diperkirakan dan tentu saja yang namanya perkiraan bisa benar dan bisa salah. Maklum, pada dasarnya di dunia ini tidak ada yang pasti, yang pasti hanya satu bahwa kita nantinya juga akan mati. He, he sedikit berfilsafat, boleh khan.

Karena kita bisa mati itulah maka para insinyur sipil sangat menghormati akan adanya kehidupan. Oleh karena itu ilmu utama dari orang belajar teknik sipil adalah merencanakan bangunan agar aman dan berfungsi baik, yang lain mengikuti, seperti misalnya bangunan yang ekonomis atau murah. Bangunan aman itu khan untuk menjamin kita tetap hidup, meskipun ada kondisi alam yang buruk menimpa bangunan tersebut. Tul khan, mana ada ilmu lain yang mengajarkan hal itu. Teknis sipil itu adalah ilmu yang mulya, benar khan.

Untuk menjamin aman itu ternyata tidak gampang. Jika dulu strukturnya dapat dikatakan aman jika memenuhi unsur [1] kekuatan dan [2] kekakuan, maka saat ini ternyata tidak cukup. Itu terjadi karena gempa itu sifatnya tak terduga, tidak tahu kapan datangnya , dan berapa besarnya. Itu diketahui dan dipahami khusunya setelah terjadi gempa besar di USA, Northridge (1994) dan di Jepang, Kobe (1995). Selanjutnya dari hasil penelitian dari banyak ahli akhirnya ketemu, bahwa diperlukan unsur ke tiga yang sangat penting, yaitu [3] daktilitas struktur.

Berbicara tentang daktilitas memang tidak gampang, tetapi yang jelas dengan adanya faktor daktilitas struktur itu maka akan diperoleh mekanisme pencegah keruntuhan fatal akibat gempa, yaitu dengan terbentuknya efek dissipasi energi atau peredaman pada struktur. Prinsip kerjanya sepergi pegas dan shockbreaker kendaraan.

Itu di analisis seperti hitungan metode cross biasa ya pak ?

Nggak seperti itu dik. Gimana ya, maklum dasar perhitungan analisa struktur di level S1 untuk jurusan teknik sipil umumnya mengacu pada metode elastis-linier, dan cara itu tidak pernah mengenal yang namanya daktilitas. Untuk memahami daktilitas struktur maka ada baiknya anda belajar metode plastis. Itu merupakan cara manual (tangan) yang membahasnya. Anda mendapatkan atau nggak pelajaran itu. Saya di UPH, memberikannya di mata kuliah Struktur Baja III. Nggak tahu yang lain.

Konsep daktilitas memang tidak sederhana, perlu ada kesesuaian antara teori dan praktek, maklum kebanyakan ilmu tentang daktilitas diperoleh dari hasil penelitian empiris. Jadi untuk menerapkannya umumnya terbatas yaitu bilamana kondisinya sesuai dengan kondisi empiris pengujian.

Mengapa empiris pak. Itu khan kuno !

Yah maklum, perilaku keruntuhan struktur masih sulit untuk dikuatifikasi dalam simulasi numerik. Maklum banyak faktor yang mencakupnya. Untuk itulah  penggunaan simulasi numerik memakai komputer yang canggihpun masih perlu dilakukan kalibrasi atau tepatnya verifikasi jika menyangkut hal-hal yang baru, yang berkaitan dengan perilaku keruntuhan. Ingat, daktilitas adalah perilaku terjadinya deformasi besar sebelum runtuh. Jadi jika ingin mengakses informasi banyak tentang daktilitas maka perlu mengakses banyak informasi keruntuhan tentang struktur.

Waduh penjelasannya koq tambah mumet to pak. Apakah ini masih ada  hubungannya dengan judul di atas, yaitu adanya keraguan tentang Jakarta. Apa nggak menyimpang jauh ?

Nggak dik. Itu tadi di atas merupakan penjelasan awal untuk memahami apa yang diragukan itu, yaitu yang berkaitan dengan pembangunan infra struktur yang sedang giat-giatnya dilaksanakan di Jakarta, khususnya konstruksi jalan layang Antasari-Blok M.

Gambar 1. Proyek Flyover Antasari – Blok M  (Sumber : Herry Mulyanto).

Infrastruktur pembangunan di Jakarta tidak sekedar semakin maju, tetapi juga semakin berat. Maklum pembangunan jalan tidak bisa lagi dibangun sekedar dihamparkan di tanah saja,  pada proyek infrastruktur yang baru (saat ini sedang berjalan) untuk rute Jl. P. Antasari – Blok M diperlukan pembangunan jalan di atas tanah (Flyover). Berarti yang disebut jalan tersebut pada dasarnya berupa jembatan yang sangat panjang yang ditumpu oleh konstruksi portal. Nah yang terlihat pada Gambar 1 itu baru kolom-kolom penyokong portal tersebut. Jadi karena panjangnya jalan cukup panjang, maka pembuatan kolomnya ratusan. Proyek ratusan milyar begitu.

Wah hebat pak, lalu masalahnya yang diragukan apa pak ?

Proyek Flyover di atas adalah konstruksi beton di atas tanah, yang relatif berat sehingga rawan terhadap bahaya gempa.  Nah pemicu awal yang meragukan ketahanan gempa struktur Flyover Antasari-Blok M di atas, adalah teman kita, bapak Sanny Khow, seorang Indonesia yang saat ini bekerja sebagai bridges engineer di San Fransisco, USA. Mungkin karena naluri dan pengalamannya berkaitan dengan struktur-struktur tahan gempa yang dikerjakannya, beliau melihat bahwa detail penulangan kolom yang nampak pada Gambar 1 di atas dianggapnya tidak sesuai jika digunakan sebagai struktur tahan gempa.

Pak Wir, tapi Flyover yang dibangun khan bukan gedung bertingkat tinggi, cuma satu tingkat, bangunan rendah gitu dan juga kolomnya sudah besar-besar. 

Bukan masalah bangunan rendah atau bukan dik. Jika terjadi kegagalan struktur, kalau sampai roboh dan menimbulkan korban jiwa, bagaimana mempertanggung-jawabkan. Maklum yang namanya flyover khan fasilitas publik, jika sampai rusak atau hancur maka dampaknya akan luar biasa. Bisa-bisa suatu kota dapat bangkrut jika itu terjadi, bahkan bisa menimbulkan chaos. Lihat ini ada contoh ekstrimnya, yaitu suatu flyover yang hancur di kota Kobe pada gempa 1995.

Gambar 2. Flyover hancur di kota Kobe gempa 2005 (Sumber : internet)

Memang sih, gempa yang terjadi di Kobe tahun 2005 itu memang suatu fenomena dahyat. Tentang hal itu, tentu saja saya tidak mengatakan bahwa itu juga akan terjadi di sini, bukan itu. Saya hanya mau mengatakan, karena pembangunan kota Jakarta sudah masuk pada tataran seperti kota-kota maju lainnya, yaitu membangun jalan di atas (flyover) maka perlu dipastikan bahwa rancangannya telah memperhitungkan hal-hal yang terjadi di Kobe tadi (lihat Gambar 2). Jangan sampai kejadian serupa terjadi di negeri kita.

Wah iya pak, ngeri ya kondisi di kota Kobe di atas. Bagaimana jika terjadi di kota Jakarta. Bisa chaos itu. Maklum jika kondisi di atas terjadi, bisa-bisa diikuti oleh penjarahan besar-besaran. Maklum fakta dan pengalaman sebelumnya khan memungkinkan terjadi seperti itu, penjarahan. Harus dipastikan bahwa struktur flyover harus tahan gempa. Harus !

Betul. Sdr Sanny melalui FB-nya menunjukkan kepada saya bahwa detail penulangan di bagian Column Flare (pembesaran kolom di atas) tidak benar, khususnya jika dikaitkan dengan daktilitas struktur tersebut ketika menerima beban gempa yang besar. Atau lebih tepatnya lagi bahwa bagian Flare tidak boleh digunakan sebagai bentuk elemen struktur, hanya boleh digunakan sebagai elemen arsitektural.

Karena bentuk flare hanya boleh digunakan sebagai ornamen saja, maka harus dipisahkan (dengan memberi joint atau gap) dengan struktur utamanya. Nah joint atau gap yang dimaksud tidak terlihat pada detail di atas (lihat Gambar 1). Tulangan diberikan pada tepi luar, serat terluar, sebagaimana tulangan kolom beton pada umumnya. Itu menunjukkan bahwa kolom (dengan flare) dan balok pemikul di atasnya akan bersatu monolith. Bentuk flare yang dimaksud bisa dilihat pada Gambar 3 berdasarkan gambar rencana flyover yang saya unduh dari  sini.

Gambar 3. Column Flare di Flyover Antasari – Blok M

Nah, jadi yang diragukan pada proyek di atas adalah berkaitan dengan detail bagian flare-nya. Detail flare yang bersatu di atas memang tidak menjadi masalah jika yang dipertimbangkan pada konstruksi di atas adalah masalah [1] kekuatan dan [2] kekakuan saja. Bahkan keberadaan flare tersebut di amini karena memang pada pertemuan balok dan kolom di atas terjadi momen negatif yang besar. Wajar jadinya pembesaran tersebut berdasarkan pemahaman era prespektif masa lalu. Tetapi jika terjadi gempa besar, seperti yang terjadi di Kobe atau di Aceh maka jelas itu semua tidak membantu. Bagaimanapun juga untuk mengatisipasi gempa besar maka faktor ke-3 yaitu daktilitas kolom harus diusahakan.

Pemahaman seperti di atas tentu belum diyakini secara benar-benar oleh semua engineer yang terlihat pada proyek-proyek konstruksi. Maklum, pengetahuan tentang bangunan tahan gempa yang mengedepankan konsep daktilitas baru benar-benar dicermati setelah era gempa Northridge (1994) dan Kobe (1995). Sejak itu riset berkaitan dengan hal itu, termasuk terkait dengan permasalahan flare yang hanya boleh dipakai untuk arsitektural mulai digulirkan.

Siapa yang bilang tidak boleh, profesor saya saja tidak mengatakan demikian pak. 

Gitu ya. Saya juga sebelumnya tidak tahu, hanya sejak pak Sanny Khow, bridge engineer dari San Fransisco USA mengajukan pertanyaan ke saya, dan mengirimi saya dengan banyak riset terkait tentang hal itu, ditambah studi sebentar berdasarkan sumber-sumber di internet (nisee-berkeley). Permasalahan tentang flare memang menjadi hal baru yang perlu diungkapkan dan dijadikan pemikiran bersama.

Adanya flare sebagai struktur, berarti suatu penebalan struktur, maka perilaku pasca leleh akan berbeda. Untuk memahaminya ada baiknya saya kasih gambar sketch sebagai berikut :

Gambar 4.

Konsep terbentuknya sendi plastis seperti di atas itulah yang menghasilkan mekanisme dissipasi enerji, seperti kerja pegas dan shockbreaker pada kendaraan. Tentu agar efektif kerjanya, sendi plastis yang terbentuk harus bersifat daktail dan tidak mudah runtuh. Bagian tersebut tentu perlu didetail secara khusus. Lalu bagaimana jika ada kolom dengan flare struktur. Mekanisme yang terjadi sama, tetapi karena flare menghasilkan penebalan maka sendi plastis kolom bagian atas cenderung bergeser ke bawah jadinya seperti ini.

Gambar 5. perilaku pasca leleh kolom dengan flare

Bedanya hanya pada jarak sendi plastis yang terbentuk. Pada simulasi komputer (bila ada) pengaruh jarak sendi plastis mungkin tidak terlihat secara jelas, maklum sendi plastis memang didefinisikan (misalnya dengan analisis push-over). Tetapi para peneliti gempa mengetahui (yang tahu tentunya), bahwa pada jarak sendi plastis yang semakin pendek, maka perilaku  keruntuhan berbeda. Jika jarak sendi plastis cukup jauh, maka keruntuhan masih didominasi oleh lentur. Ini yang diharapkan, tetapi jika  semakin pendek, apalagi ada efek tekan maka perilaku  tidak lagi  lentur tetapi didominasi oleh keruntuhan geser. Nah keruntuhan geser inilah yang harus dihindari karena sifatnya getas.

Tetapi pak Wir, kalau lihat rumus kekakuan di atas, maka jika jarak h semakin pendek khan berarti semakin kaku. Berarti khan semakin kuat ?

Betul dik. Cara berpikir seperti itu adalah cara berpikir elastis linier. Itu benar jika bebannya bukan gempa. Kalau gempa bisa berbeda 180 derajat. Maklum suatu struktur yang kaku maka akan menerima beban gempa yang lebih besar dibanding yang struktur yang lebih lentur. Jadi karena kolom flare lebih kaku, maka tentunya akan menyerap gempa lebih besar.  Untuk memahami, ada baiknya saya cantumkan kurva response spektrum.

Gambar 6. Response spektra rencana

Struktur semakin kaku maka periode getar semakin pendek dan sebaliknya. Maka dari kurva dapat dilihat bahwa gaya gempa yang bekerja adalah sebanding dengan spectral acceleration, itu berarti terjawab sudah mengapa struktur yang kaku menyerap gempa lebih besar dan tentunya beresiko kerusakan lebih besar daripada struktur yang bersifat lentur.

Karena adanya flare maka resiko terjadinya kerusakan akan lebih besar daripada yang tidak, pertama karena jarak sendi plastis yang semakin pendek menyebabkan potensi kerusakan geser akan lebih besar, kedua karena lebih kaku sehingga gaya gempa yang diserap semakin besar yang menyebabkan potensi kerusakan lebih besar lagi.

Itulah mengapa engineer Caltrans (California transportation) ngotot untuk menghindari penggunaan flare tersebut. Kalaupun ngotot ada flare karena faktor estetik maka para engineer tersebut juga ngotot untuk memberikan joint pemisah, untuk memastikan flare sebagai non-struktur. Ini contoh surat komunikasi para engineer berkaitan joint pemisah atau gap yang dimaksud. Juga untuk menunjukkan mengapa detail tulangan kolom pada Gambar 1 sangat berbeda dengan usulan teman-teman di USA maka ini ada sedikit info tentang penulangan kolom dengan flare di sana.

Gambar 7. Penulangan kolom flare yang diusulkan (Nieese – Berkeley)

Nah saya kira argumentasi-argumentasi di atas itulah yang mendasari mengapa detail kolom flyover Proyek Antasari – Blok M tersebut diragukan kinerjanya sebagai bangunan tahan gempa. Juga sangat dipahami mengapa pak Sanny Khow, yang notabene hidup di antara para engineer-engineer Caltrans (California) langsung tanggap terhadap keberadaan detail kolom flare tersebut, maklum di sana memang hal itu mendapatkan perhatian khusus.

Akhirnya, semua uraian di atas ini adalah hipotesis yang dapat diajukan berkaitan dengan kinerja struktur flyover yang diragukan tersebut. Kebenaran faktanya tentu perlu menunggu terjadinya  gempa besar seperti Kobe atau Aceh. Event itulah yang nantinya akan mengungkapkannya kepada kita semua, mana yang benar. Kalaupun kekuatiran akibat keraguan itu betul-betul terjadi, semoga nantinya tim pencari fakta jangan sekedar berhenti dengan menyatakan bahwa itu semua adalah akibat Lack of Knowledgetetapi juga jujur mau menunjukkan seberapa besar ketidak-pedulian terhadap tanda-tanda keraguan yang dijumpai ini.

Semoga ini semua berguna bagi kebaikan kita semua. Manusia berusaha Tuhanlah yang menentukan.

Bagi yang ingin mempelajari lebih lanjut tentang column-flare ada baiknya mengunduh literatur-literatur berikut untuk bahan renungan.

  1. Suhas S. Chandane, David H. Sanders, M. Saiid Saiidi, Saad El Azazy() “Static and dynamic Behavior of flared column Bents“, download 1 Mb
  2. Hisham Nada, DAvid Sanders, and M. Saiid Saiidi. ().”Seismic Analysis and Design of Flared Bridge Column“, download 1.22 Mb
  3. Hisham Nada, David Sanders, M. Saiid Saiidi.(2003).”Seismic Performance of RC Bridge Frames with Architectural – Flared Columns“, Report No. CCEER 03-03, A Report the California Department of Transportation Sacramento, California under contract 59A0069, ada 494 halaman, ukuran file 55.5 Mb dapat dicari di internet.

13 pemikiran pada “Jakarta, ada yang meragukanmu !

  1. MUHAMMAD GHOMARI

    semoga nanti dari pihak perencana berkenan melakukan diskusi secara terbuka untuk menjawab semua “keraguan” seperti yang telah diuraikan di atas. kalo boleh tahu, pihak mana yang berlaku sebagai perencana nya, pak Wir?

    Suka

  2. rocho

    Ulasan yang sangat menarik, pencerahan bermanfaat bagi para pelaku konstruksi (perencana & pelaksana).Akan tetapi, lebih baik jika dijelaskan lebih detail maksud dari kata – kata “keruntuhan geser” dan “keruntuhan lentur” agar tulisan ini dipahami oleh masyarakat umum. Sehingga nantinya tulisan ini menjadi bahan pembelajaran bagi masyarakat tentang kegempaan.

    Suka

  3. luar biasa sekali kepedulian pak Wir…
    sangat peka dengan lingkungan…demi kelangsungan dan kenyaman lingkungan,,memang salah satu tugas besar profesi Civil Engineering…
    jika sudah terjadi seperti itu kontruksi flyover nya, hal apa saja yang bisa dilakukan agar semua itu kembali pada konsep “AMAN” pak…?

    Suka

  4. iwan

    Saya kagum sekali dengan ketajaman pengamatan bp. Sanny Khow dan juga kepeduliannya terhadap hal ini dengan menyatakan pendapatnya di forum pak Wir.
    Sungguh suatu masukan yg amat bermanfaat, kejelian pengamatan atas hal demikian bisa menghindarkan terjadinya masalah yg luar biasa besar.

    Bisa saja ada yg berpendapat bahwa ini baru gambar dari segi arsitek, belum gambar struktur yg akan dilaksanakan, dan kalaupun dilaksanakan seperti itu, juga akan dilakukan evaluasi lagi untuk segala kemungkinannya.

    Memang setelah dijelaskan alasannya seperti yg dilakukan oleh pak Wir, kelihatannya hal yg sederhana saja, tetapi dalam prakteknya, banyak hal sederhana yg dilupakan (kelewatan untuk diperhitungkan) dan akibatnya seringkali fatal.

    Bilamana pihak yg bersangkutan dengan design struktur proyek ini kebetulan membaca informasi ini, alangkah baiknya bila memberikan tanggapan, sedikitnya sebagai penghargaan atas pengamatan, perhatian dan kepedulian dari bp. Sanny Khow atas masalah ini.

    Suka

  5. AKoe

    Pak Wir, Salam kenal
    Saya mau nanya perbedaannya dimana yach kalo dilihat dari photo dan standar yang diberikan. Karena berdasarkan photo hanya memperlihatkan tulangan longoditunial yang bentuknya sama dengan gambar Penulangan kolom flare yang diusulkan (Nieese – Berkeley) sedangkan untuk tulangan gesernya tidak terlihat, maka bisa jadi detail tulangannya sama. menurut asumsi saya tulangan shear sama dengan standard yang diberikan karena daerah kritisnya berada ditengah2 kolom yaitu perpindahan antara penampang inersia kecil ke inersia yang lebih besar. sehingga gaya lateral akan mencari titik lemah sebagai titik plastisnya seperti yang bapak jelaskan di atas. maka diperlukan tulangan shear yang lebih rapat pada daerah tersebut sampai kepala kolom untuk menahan gaya lateral tersebut.

    Kemudian apakah teori yang disampaikan berlaku untuk struktur flat slab yang kepala kolomnya mengalami pembesaran penampang atau penebalan drop panel.

    terima kasih

    Suka

  6. Ping-balik: my study | blitza85

  7. Ping-balik: masalah dan solusi di Bay Bridge | The works of Wiryanto Dewobroto

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s