Siapa yang jadi dosen di mata kuliah Kerja Praktek ?
Tentang itu, saya coba mengingat-ingat jaman kuliah S1 di UGM dulu. Mata kuliah Kerja Praktek jelas ada, dan setiap mahasiswa diharuskan mengikutinya. Meskipun demikian, ingatnya itu hanya tugas yang harus dikerjakan. Proses asistensi adalah ke engineer di lapangan, kalau di kampus ingatnya hanya ke asisten dosen, mahasiswa senior saja. Tidak ada dosen khusus yang bertanggung-jawab memegang mata kuliah tersebut. Kalaupun ada, saya rasa tugasnya adalah hanya untuk memastikan apakah persyaratan-persyaratan administrasi yang diperlukan oleh mahasiswa dalam menjalankan tugas tersebut, telah terpenuhi. Itu yang saya ingat. Coba benar nggak ya, mungkin sudah berbeda saat ini.
Jadi kalau ditanyakan dosen untuk mata kuliah tersebut, tentunya bingung juga ya. Mungkin istilah yang tepat adalah dosen untuk koordinator KP, begitu ya. Untuk yang bukan di kampus almamater saya, silahkan periksa tempat anda kuliah. Bagaimanapun juga mata kuliah KP adalah wajib dan pasti ada, untuk itu diberikan bobot 2 SKS. Jadi KP adalah mata kuliah wajib di Jurusan Teknik Sipil, kalau tidak ada, wah gawat itu.
Bagi mahasiswa di Jurusan Teknik Sipil UPH, pasti akan pada tahu, siapa dosennya yang bertanggung-jawab terhadap mata kuliah tersebut, yaitu saya sendiri. Yah promosi gitu lho, bahwa saya tidak hanya dosen di bidang ilmu struktur dan sejenisnya, tetapi juga mata kuliah KP.
Apa sih yang dapat dibanggakan selaku dosen pada mata kuliah tersebut ?
Bagi sebagian besar orang, tentu akan bertanya-tanya, ilmu apa yang dapat diberikan oleh dosen jika tanggung-jawabnya adalah mata kuliah Kerja Praktek (KP). Mata kuliah tersebut, tentu sangat berbeda dibandingkan mata kuliah Struktur Baja, yang ilmunya sangat mentereng sehingga dapat dituliskan untuk dijadikan buku yang tebal, dan pada akhirnya dijual ke berbagai kampus. Akhirnya semua orang (bidang teknik sipil saja tentunya) akan tahu : ini lho ilmu struktur baja dari Jurusan Teknik Sipil UPH.
Tentang hal itu (mata kuliah Struktur Baja), mahasiswaku pada umumnya sangat berbangga dengannya. Maklum, materi yang dipelajarinya langsung diperoleh dari penulis bukunya langsung. Bagi yang belum tahu, ini lho buku yang dimaksud. Apalagi saat ini mereka juga semakin tahu, bahwa materinya tersebut juga mulai diadopsi oleh kampus-kampus lain yang berbahasa Indonesia. Kata mereka, buku tersebut berbobot sekali. Maklum tebalnya buku tersebut adalah 760 halaman, dan kertasnya saja khusus, sehingga kalau mengikuti kuliah tersebut, tasnya akan terasa sekali. Berat gitu lho ! 😀
Nah bagaimana dengan mata kuliah KP, adakah bukunya yang setebal buku Struktur Baja karanganku. Saya sangat yakin, tidak ada buku seperti itu. Kalaupun ada, itupun pasti hanyalah Laporan KP mahasiswa, yang kadang isinya hanya data-data informasi dari lapangan, yang memang jika dikumpulkan bisa berlembar-lembar jumlahnya. Coba deh, chek laporan KP di tempat saudara, dan bandingkan dengan uraian yang akan saya jelaskan nanti.
Pada titik ini, saya sangat yakin sekali bahwa esensi Kerja Praktek di berbagai perguruan tinggi di Indonesia adalah bahwa mahasiswa dapat membuat buku Laporan Kerja Praktek yang tebal. Buku itu sangat penting karena dapat dijadikan bukti bahwa mahasiswa tersebut telah melakukan mata kuliah Kerja Praktek dengan baik. Harapannya, mereka di sana telah mendapatkan pengalaman lapangan sebagai penambah wawasan mereka nanti jika terjun bekerja di Proyek sebenarnya. Ada kesan, sudah ada link-and-match antara dunia pendidikan dan dunia lapangan kerja. Jadi nggak kikuk lagi.
Karena yang dipentingkan adalah bukti, maka untuk melengkapinya, pada buku laporan tersebut harus disisipkan juga Daftar Kehadiran di Lapangan, sekaligus Surat Keterangan Selesai melakukan kerja praktek yang ditanda-tangani oleh pimpinan proyek atau yang setara.
Itu yang penting, dan koordinator Kerja Praktek adalah memastikan bahwa bukti-bukti itu dapat disediakan oleh mahasiswa. Untuk memudahkan penilaian, maka dibuatlah ujian presentasi daripada harus mengevaluasi buku Laporan KP yang dibuat mahasiswa. Maklum membaca buku-buku tebal laporan tersebut, khan gampang-gampang susah.
Seperti itu kira-kira penyelenggaraan KP yang umum di setiap perguruan tinggi. Bagaimana di tempatmu. Check-check, jika ada yang lebih dari itu, tolong tambahkan di komentar. Ini penting demi perbaikan mutu pendidikan insinyur di negeri ini. << serius mode ON >>
Di kampus tempatku mengajar, secara sepintas juga demikian adanya. Mahasiswa dianggap telah selesai mengikuti mata kuliah Kerja Praktek jika telah terbukti dapat membuat laporan kerja praktek dan telah mempresentasikan di depan dosen penguji, yang terdiri dari satu dosen pembimbing (aku sendiri) dan dua dosen senior yang dipilih acak (atau yang punya waktu) pada waktu UAS nanti.
Adapun yang membedakan antara kerja praktek umumnya dengan yang di Jurusan Teknik Sipil UPH adalah dalam memaknainya. Maklum saya khan dosen pembimbing yang bertanggung-jawab. Oleh sebab itu, saya harus bisa menunjukkan kepada mereka, bahwa akan ada perbedaannya jika pembimbingnya Wiryanto Dewobroto. << pede mode ON >>
Selama ini, proses pembimbingan KP hanya diberikan secara personal atau kelompok (maksimum dua orang, khususnya untuk mahasiswa putri). Prosesnya seperti pembimbingan skripsi (hanya lebih ringan). Nggak ada pertemuan bersama.
O ya, adanya tri-semester atau semester akselerasi yang berlaku, menjadikan jadwal perkuliahan sangat padat. Saking padatnya, rasa-rasanya tidak ada waktu untuk melakukan KP. Tentang ini sebenarnya aku akan protes, tetapi maklum itu kebijakan atas maka apapun yang ada, harus diambil. 😦
Nah untuk mengatasi jadwal perkuliahan yang sangat padat, saya meminta mahasiswa melakukan KP satu semester di depan sebelum mengambil SKS resmi mata kuliah tersebut. Itu berarti, secara aktual perlu dua waktu semester untuk melaksanakannya. Satu semester untuk praktek lapangan, dan satu semester lagi untuk penulisan Laporan KP, sekaligus pengambilan nilai (UTS dan UAS). Maklum untuk pengambilan nilai tersebut, mereka perlu mendaftarkan administrasi mata kuliah tersebut. Ini memang kebijakan tidak resmi, maklum jika pelaksanaannya mengandalkan jadwal tri-semester tersebut pasti tidak akan cukup. Kalau hanya sekedar mengikuti ketentuan formal, ya bisa saja, tetapi karena saya punya keyakinan bahwa produk lulusan itu baru akan terlihat ketika mereka lulus, maka itulah pilihan yang terbaik untuk menyiapkan mereka.
Setelah mendaftarkan administrasi perkuliahan, maka mereka akan melaksanaakan UTS (Ujian Tengah Semester) dan UAS (Ujian Akhir Semester). UTS diperlukan untuk memastikan bahwa materi KP telah ditulis pada semester kedua yang berjalan. Pada saat UTS tersebut, saya meminta mereka melakukan presentasi untuk dievaluasi secara khusus. Pada sesi ini mereka para peserta KP pertama kali duduk bersama di dalam kelas, masing-masing akan maju presetasi dengan dilihat oleh teman-temannya. Ini saya perlukan karena pada saat itu presentasi mereka akan saya komentari (ada yang menyebutnya mendapatkan kritik dari Wiryanto). Tahap ini perlu hati dan kuping tebel, khususnya bagi yang mendapat respon negatif dari saya. Nggak enak sih, tapi ini penting untuk menyiapkan mereka nanti agar jangan melakukan hal yang serupa jika telah lulus. Dengan melihat komentar setiap materi presentasi dari temannya, mereka juga akan tahu, bentuk prensentasi apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap jelek. Jika mereka bijak, tentu akan mendapatkan pengalaman berharga.
Gambar 1. Suasana presentasi KP di Jurusan Teknik Sipil UPH (Note : pakai kaos tidak disarankan)
Tahap tersebut memang harus disikapi hati-hati. Pernah pada suatu kesempatan, yaitu ketika ada seorang anak yang ternyata anak pengusaha kaya, saya kasih kritik. Pada saat di kelas sih tidak ada masalah apa-apa, eh ternyata beberapa hari kemudian ibu dan bapanya datang complaint. Katanya saya melecehkan anaknya. 😦
Ternyata anaknya itu tipe “anak mama”. Di depan sendiri nggak berani, tetapi dibelakang . . . bisa berbeda. Untunglah, masalahnya dapat ditangani dengan baik. Hanya saja sayang, ternyata anaknya tidak meneruskan kuliah (putus kuliah). Ternyata di mata kuliah yang lain, juga bermasalah. Jadi ketika aku kritik tempo hari, itu hanya sekedar tumpukan gunung es. Ok, kembali ke masalah yaitu UTS untuk mata kuliah KP.
Sebelum memulai masing-masing presentasinya, karena semua peserta KP bisa berkumpul, maka saat itu pula saya berikan filosofi pentingnya KP bagi mereka. Itu diperlukan, karena KP di tempat bimbinganku adalah tidak sekedar mengumpulkan hasil Laporan KP yang telah dijilid, lengkap dengan berkas-berkas yang diperlukan, tetapi adalah lebih dari itu. Bagaimanapun juga KP adalah bagian dari proses pembentukan diri untuk menjadi insinyur yang tangguh di kemudian hari.
Untuk menjelaskan bahwa KP adalah bagian penting, maka pertama-tama perlu diceritakan bahwa dalam proses mempelajari atau menguasai suatu ilmu pengetahuan maka ada dua metode besar yang dapat dilakukan, yaitu :
- teaching (atau pengajaran dalam kelas)
- research (atau kerja mandiri melakukan penelitian)
Mula-mula sebelum ada guru, maka yang dapat dilakukan adalah dengan proses research tersebut. Manusia untuk itu perlu melakukan proses pengamatan, dan yang bisa melakukannya tentu manusia yang peka, sehingga dapat “melihat” melalui pengamatan indera dulu tentunya, bahwa yang diamati tersebut adalah bermakna. Untuk itu tentu perlu perenungan, berpikir dan penuh kebijakan (waskito), yang untuk orang-orang di jaman dulu menyebutnya sebagai maha guru atau empu. Pokoknya hanya orang-orang khusus istimewa. Jaman dulu mungkin itu digambarkan sebagai orang yang suka bertapa atau merenung ditempat-tempat yang sunyi. Bisa juga disebut orang-orang aneh, yang tidak biasa.
Untuk mencapai suatu tahap sehingga dapat disebut ilmu, maka proses trial-and-error tentu perlu dilakukan. Prosesnya tentu tidak gampang, biaya dan waktu bisa saja menjadi kendala. Maklum, tidak setiap pengamatan yang dilakukan dapat membuahkan hasil yang sepadan dengan tenaga, biaya dan waktu yang dilakukan. Sekali lagi, ini pasti hanya dilakukan oleh orang-orang istimewa.
Jika suatu ilmu telah diperoleh, dan yang memperolehnya dapat merasakan bahwa itu semua memberikan manfaat, dan merasa pula bahwa ada baiknya manfaat tersebut untuk orang lain, maka mereka akan membagikannya. Proses membagi ilmu itu disebut mengajar. Itulah mula-mula dikenal sebagai cara teaching. Karena dengan teaching dapat mudah dan cepat dipelajari suatu ilmu, dibanding cara pengamatan yang pertama, maka cara inilah yang populer dilakukan di kampus-kampus sekarang ini.
Bahkan ada kecenderungan, kampus-kampus di Indonesia ini adalah kampus pengajaran (teaching campus). Termasuk kampusku tempat mengajar. Itu ditunjukkan misalnya dengan adanya semester akselerasi, dimana satu tahun ada tiga kali semester, dan tidak mengenal lagi yang namanya semester pendek, yang bersifat opsional.
Kampus pengajaran memang mencukupi kalau hanya sekedar mencetak gelar sarjana. Kata kuncinya tentu saja terletak pada materi ajar yang diberikan. Itulah makanya saya perlu membuat buku untuk setiap mata kuliah yang diberikan, untuk menunjukkan bahwa materi yang aku berikan adalah exellent. Maklum, di dunia kampus jelas tidak bisa sekedar ngomong bahwa kuliah yang aku berikan adalah yang terbaik, tanpa bisa menunjukkan materi tulis yang digunakan.
Jadi selama dosennya memang layak untuk disebut guru, maka proses pembelajaran ilmu dengan cara teaching di kampus memang tidak perlu diragukan. Hanya saja untuk bentuk pembelajaran seperti itu, maka ilmu yang diperolehnya tidak lebih banyak dari guru yang mengajarkannya. Proses pembelajaran seperti itu juga cocok untuk ilmu yang bersifat ketrampilan. Jadi untuk level S1 prinsip belajar dengan cara teaching memang cukup dominan. Dari 146 sks yang diberikan, hampir 138 sks adalah diberikan dengan pengajaran kelas atau teaching tersebut. Hanya dua mata kuliah yaitu Kerja Praktek (2 sks) dan Tugas Akhir (6 sks) yang diberikan tanpa kelas, tetapi proses pembimbingan atau dengan cara research. Jika dikerjakan dengan baik, maka pada cara tersebut mahasiswa dapat memanen ilmu itu sendiri secara empiris.
Besarnya ilmu yang dapat dipanen atau tidak, juga tergantung dari dosen pembimbingnya. Nah disitulah bedanya KP dengan pembimbingan Wiryanto, dan dosen lain. Jadi KP di sini (di UPH tempat saya mengajar maksudnya) adalah tidak sekedar mengumpulkan Laporan KP dan melakukan presentasi. Tetapi juga dilakukan pembimbingan sehingga dapat secara sederhana melakukan pengamatan seperti halnya research dan semacamnya. Bagaimanapun juga mata kuliah KP adalah cara sederhana bagi mereka untuk secara sendiri (mandiri) mengais ilmu yang bahkan baru sekalipun. Ilmu yang diperoleh tidak harus menunggu ada guru atau tidak, karena itu dapat diperoleh sendiri melalui cara pengamatan di lapangan (dalam hal ini proyek yang diamati).
Saya bahkan bilang, ketika nanti anda sudah lulus S1 dan tidak mengambil kelas formal lagi. Langsung bekerja misalnya, maka sebenarnya ilmu dari level S1 yang masih melekat pada anda, adalah ilmu bagaimana kita belajar secara mandiri. Ini nggak gampang lho, bisa saja seseorang ketika di pelajaran dapat nilai A semua, tetapi ketika disuruh mengerjakan skripsi, maka bengong, bahkan gagal. Ada itu. Maklum, untuk bisa belajar sendiri, kita perlu disiplin, kreatif dan pro-aktif. Tanpa itu, maka pastilah gagal. Nah disitulah peran saya sebagai pembimbing. Jika mahasiswa rajin untuk datang ke pembimbing, maka aku berperan sebagai penunjuk jalan bagaimana proses KP dapat berjalan dengan baik, tetapi jika sebaliknya, maka ketika datang ujian, aku akan berubah menjadi penguji killer untuk menunjukkan bahwa materi yang mereka berikan adalah tidak ada apa-apanya. Tentang hal ini tentu aku akan mengevaluasi berdasarkan data yang mereka berikan, bukan asal menang lho.
Memang sih, bentuk akhir atau hasil dari mata kuliah KP ini adalah proses penulisan Laporan KP dan presentasi. Hanya menulis, . . . ya hanya menulis. Tentang hal itu tentu semua orang yang sekolah akan merasa gampang. Toh di perguruan tinggi itu juga telah diajarkan pada mata kuliah Writing (pakai bahasa inggris lagi kalau di UPH). Jadi siapa sih yang tidak bisa menulis Laporan KP.
Nah disitulah peranku ketika menguji KP. Aku akan mengevaluasi laporan atau tepatnya kalau di UTS adalah presentasi tertulis yang dibuatnya. Ini mungkin perbedaan nyata antara diriku yang penulis dengan dosen lain yang bukan berlatar belakang tulis. Saya biasanya akan mengevaluasi bukan berdasarkan istilah, atau tata-bahasa yang digunakan, tetapi berdasarkan logika dan konsistensi dalam penulisan. Pertama-tama tentu topik atau motivasi terkait dengan Kerja Praktek yang dilakukan. Ini tentu sangat beragam dan sangat luas. Jadi bagi mereka yang malas diskusi hal itu dengan saya di proses pembimbingan, dan langsung saja maju sidang maka ini makanan empuk. Tebas habis, . . . . .
Apa istimewanya KP sampai bisa disebut sebagai cara research. Emangnya itu betul-betul research di laboratorium pak Wir ?
Emangnya cara research itu harus pakai laboratorium. Ini kelihatannya yang terjadi di Indonesia, bahwa riset itu haruslah ada laboratoriumnya. Lalu juga perlu duit untuk pelaksanaannya. Jika nggak ada duit maka nggak bisa riset.
He, he, pernyataan di atas adalah karena laboratorium di UPH adalah terbatas, jika punya laboratorium tentu akan lebih baik. Untuk mata kuliah KP maka yang menjadi laboratoriumnya adalah proyek aktual yang diikutinya.
Itulah makanya, memilih proyek yang representatif menjadi penting untuk mendapatkan pengalaman empiris yang baik. Pengalaman tersebut akan menjadi data primer dari mereka untuk nantinya dipresentasikan di hadapan dosen-dosen pengujinya. Kemampuan mengamati setiap kejadian yang ada di proyek, mencari maknanya terkait dengan teori yang diajarkan di kelas, yang didukung oleh adanya rekaman kronologis yang dapat menjelaskan setiap proses konstruksi dengan baik adalah salah satu tujuan dari pelaksanaan KP. Maklum, tidak semua tindakan proses tadi dapat dijumpai di buku-buku teks yang mereka baca di kelas. Itulah proses merangkum ilmu secara mandiri.
Ah masa pak, bisa itu dilaksanakan ?
Memang sih, itu gampang-gampang sulit. Tetapi nyata-nyatanya ilmu itulah yang aku gunakan selama ini untuk membuat buku-buku yang aku tulis. Ini penting, karena materi pada buku-bukuku bukan aku dapat dari mempelajari di kelas, baik pada level S3 sekalipun.
Itulah alasannya mengapa proses pelaksanaan KP dapat menjadi bagian penting dalam proses pembelajaran menjadi insinyur yang profesional nantinya.
Tulisan lain tentang pelaksanaan Kerja Praktek di Jurusan Teknik Sipil Universitas Pelita Harapan.
- berani hidup atau berani mati ? (Februari 6, 2008)
- pekerjaan loading test (Desember 1, 2007)
- pekerjaan tiang bor (Nopember 30, 2007)
- menulis Laporan KP (Oktober 6, 2007) **Wajib baca**
- precast hollow-core slab (Juni 16, 2007)
- precast-wall (Juni 15, 2007)
Halo Pak Wiryanto, blog-nya sangat informatif sekali, saya suka bacanya..
Saya ingin bertanya secara pribadi terkait artikel ini terutama tentang bobot sks untuk KP,
Saya sempat kepikiran mengapa mata kuliah ini hanya diberi beban 2 SKS,
Dengan segala hal yang harus dilakukan, kerja di lapangan, buat laporan, presentasi, dsb,
mengapa tidak 3 sks (hampir mendekati buat skripsi)
Saya kurang tau untuk anak non-teknik, tapi kalo untuk anak teknik, KP ini sangat berperan dalam menyiapkan diri kita di dunia kerja
Dan dengan segala upaya yang harus dilakukan untuk mata kuliah ini, saya kira perlu ditambah nilai beban studinya
Minta pendapat pribadinya seperti apa 🙂
Cheers,
Rifel
SukaSuka
Tentang bobot sks, ini memang menarik. Jika ditambah sks-nya maka yang kena pastilah mahasiswa itu sendiri, yaitu harus membayar lebih mahal. Selanjutnya, untuk mengukur beban sebenarnya yang harus dikerjakan oleh mahasiswa, pastilah akan bervariasi. Tidak gampang mengukur bobot KP teknik sipil untuk mata kuliah pengajaran di kelas. Maklum objeknya adalah proyek, yang berbeda dari satu proyek ke proyek lainnya. Lebih mudah menentukan kualitas KP teknik selain proyek, seperti KP di pabrik dan sebangsanya. Maklum, yang dipabrik bersifat rutin dan tempat serta produknya tetap, sehingga evaluasi dapat dilakukan berdasarkan proses KP sebelumnya. Nah, kalau teknik sipil. Proyek-proyek yang digunakan KP selalu pasti akan berbeda (kecuali proyek besar yang bersifat tahunan). Sudah itu susah, juga proses pembimbingan yang dilakukan tidak gampang. Harus melihat kasus per kasus. Ini tentu pembimbingnya harus berwawasan luas tentang apa saja yang dapat dilakukan pengamatan.
Tentang pembimbingan yang harus sama dengan skripsi, maka jelas berbeda. Jika skripsi adalah penelitian ilmiah, harus cari masalah dan solusinya. Adapun KP tidak bisa segitu, nanti nggak lulus-lulus. Maklum, skripsi yang begitu saja di Indonesia ini bikin heboh. Nanti kalau KP juga ditingkatkan, maka bisa-bisa tambah heboh lagi. Saya secara tegas menekankan, bahwa KP tidak seberat skripsi. Laporan KP adalah seperti ketika anda melakukan perjalanan berlibur di Bali dan menjelaskan secara tertulis kronologi perjalanan yang dilakukan, sebelum perjalanan tentu diberikan hipotesis atau argumentasi, mengapa anda memilih objek yang akan dikunjungi. Berikan uraian tertulis yang logis yang menyebabkan anda ingin ke sana. Selanjutnya buktikan apakah argumentasi anda dengan data real yang anda temukan di perjalanan itu, ceritakan. Nah seperti itu saja kira-kira KP yang dimaksud.
Jadi agar tidak menjadi beban bagi mahasiswa, jadi selama proses pembimbingannya tepat, maka jumlah sks 2 adalah mencukupi. Maklum, kalau jadi 3 maka bisa-bisa keberatan saya membimbingnya, maklum jumlah mahasiswa di JTS UPH semakin bertambah. Jika 5 – 9 tahun dulu masih bisa ditangani, nanti lama-lama dengan jumlah yang seperti sekarang ini, bisa kewalahan. 😀
Note : maklum jika jumlah mahasiswanya terlalu banyak, maka jelas proses pembimbingannya tidak akan efektif, karena person to person sifatnya. Kayak skripsi.
SukaSuka
Menurut saya KP (Kerja Praktek) sangat penting. Pentingnya adalah kita sebagai mahasiswa teknik sipil mengerti keadaan di lapangan yang sebenarnya. Kita mengerti secara prakteknya, tidak cuma teori di kelas saja. Saya merasakan sendiri manfaat KP sewaktu kuliah.
Tetapi ada juga mahasiswa yang menganggap KP tidak penting, datang cuma absen, pulang dan cuma mementingkan nilai.
Sewaktu kuliah, tidak ada dosen yang menjelaskan secara langsung bagaimana kerja praktek yang benar. Semua jalan sendiri-sendiri. Prosesnya mirip dengan skripsi. Mahasiswa harus aktif jika ingin cepat selesai.
SukaSuka
Pak wir, artikel anda bermanfaat ketika saya KP mengenai jembatan , saat ini saya sedang menimbang2 untuk mengambil tugas akhir/skripsi mengenai “overpass I girder beton prestres, simple beam ” ataukah mengenai ”struktur gedung baja” , mohon pencerahannya? Thnx salam wisnu
SukaSuka
Itu untuk skripsi ya, tentunya agak berbeda dengan KP. Skripsi adalah untuk mengenalkan tentang penelitian, sehingga harus dicari dahulu masalahnya apa yang akan ditinjau. Kalau melihat topik yang diajukan, maka bisanya adalah penelitian simulasi numerik, bukan penelitian empiris. Karena kalau penelitian empiris, dua topik di atas pasti perlu biaya mahal.
Jadi masalah apa yang akan diungkapkan dari ke dua topik di atas. Itu yang penting.
SukaSuka
Mata kuliah kerja praktek sangat penting, agar segudang terori yang diajarkan bisa di praktekkan dan diaplikasikan dalam disiplin bidangnya, karena pada akhirnya hasil kuliahan adalah outputnya dalam kehidupan di dunia kerja atau kemasyarakatan.
SukaSuka
Thanks gan infonya
SukaSuka
di kampus saya beban sks untuk mata kuliah kerja praktek 3 sks, memang bagi anak teknik kerja praktek sangat menentukan, kerja praktek menurut saya adalah peng aplikasian ilmu mahasiswa selama menjalankan kuliah,
SukaSuka