Jokowi mencanangkan bahwa Indonesia perlu mencetak ribuan Insinyur untuk memperkuat kemandirian bangsa. Karena jelas, agar Indonesia itu sejahtera maka tidak hanya politikus saja yang dibutuhkan, tetapi juga pelaku-pelaku pembangunan itu sendiri, yaitu para insinyur. Keduanya harus seimbang, karena tanpa keputusan penting para politikus tersebut, mana ada jembatan Suramadu itu. Hanya memang, kalau sudah diputuskan, dan tidak ditindak-lanjuti oleh para insinyur maka jelas itu juga tidak akan mungkin terwujud.
Jadi sekali lagi, keberadaan Insinyur di Indonesia adalah kebutuhan vital agar pembangunan dapat terlaksana dengan baik, dan harapannya adalah kesejahteraan meningkat.
Banyak upaya melakukan hal itu. Pada tingkat perguruan tinggi, para penyelenggara pendidikan juga bekerja keras berupaya meningkatkan kompetensi materi pengajaran di bidang rekayasa, khususnya sipil agar dapat mencetak insinyur-insinyur mumpuni sebagaimana yang diharapkan di atas.
Nah penyelenggara pendidikan teknik sipil Indonesia yang tergabung dalam BMPTTSSI mengolah kembali kurikulum pembelajaran yang diberikan, yang disebut sebagai Kurikulum Inti Minimum S-1 PSTS (Program Studi Teknik Sipil) 2015.
Dari kajur JTS UPH, saya mendapatkan bocoran isinya, sebagai berikut.






Tanggapan :
Pada materi di atas, ada yang tertulis tinta merah. Mohon maaf itu adalah tanggapan saya langsung ketika mengetahui bahwa pada materi inti tersebut mata kuliah Struktur Baja mempunyai bobot SKS yang lebih sedikit dari Struktur Beton.
Sebagai orang struktur (structural engineer), baik sebagai pelaku maupun pengajar, yang menguasai dan mempelajari materi Struktur Baja maupun Struktur Beton sekaligus, maka agak bingung membaca bobot materi yang diusulkan oleh BMPTTSSI 2015 tersebut. Padahal saya hanya membahas tentang dua materi kuliah tersebut, meskipun sebenarnya ada juga telah dihilangkan, yaitu materi tentang Struktur Kayu. Ini dampaknya tentu jelas, materi tentang Struktur Kayu kedepannya tidak perlu dipelajari lagi, maklum tidak ada di kurikulum. Tentang hal itu, mengapa dihilangkan maka alasannya saya tahu yaitu sekedar melihat pasar di Indonesia bahwa kayu memang tidak pernah dipakai di industri konstruksi secara serisu. Padahal di negara barat, seperti di Jepang, Kanada maka konstruksi kayu berkembang dengan maju.
Jadi dari dua kondisi tentang Struktur Baja yang bobotnya dikurangi, dan Struktur Kayu yang dihilangkan, maka pertanyaannya apakah kurikulum Inti Teknik Sipil 2015 itu mendukung kemajuan produksi Insinyur Teknik Sipil Indonesia atau tidak ?
Terus terang, dari usulan kurikulum materi Struktur Beton dan Struktur Baja di atas, terlihat sekali yang menyusun adalah bukan para pakar yang terkait. Sangat terkesan asal-asalan. Ini bisa terjadi karena yang ikut rapat pastilah hanya para administratur pengelola jurusan itu saja. Padahal perguruan tinggi yang mengkoordinir penyusunan kurikulum tersebut cukup terkenal di Indonesia.
Tanggapannya, sampai di sini dulu, ya. Adanya fakta di atas jelas akan berpengaruh pada anda-anda yang menggeluti bidang pengajaran dan penelitian tentang Struktur Baja dan Struktur Kayu. He, he m m m , . . . . kasihan deh lu.
Catatan : ini lagi membuka-buka buku selain Struktur Baja dan Struktur Kayu. Kalau kedua materi tersebut dikurangi minimal bisa mengajar karang-mengarang. Kasihan, kedepannya sarjana S1 teknik sipil kita bisa-bisa tidak dipanggil pak insinyur tetapi pak tukang, adapun insinyur-insinyurnya lulusan luar negeri atau bisa juga lulusan UPH. Maklum saya ngotot untuk tidak mematuhi kurikulum pokok teknik sipil 2015 di atas, khususnya materi Baja dan Kayu. Salam.







Tinggalkan Balasan ke Sesi 1 (Struktur Kayu) – The works of Wiryanto Dewobroto Batalkan balasan