Debat PILKADA di hari Jumat (13/1/2017) kemarin di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, antara Ahok dan Anies, meninggalkan dikotomi menarik terkait dosen dan teori. Kita semua tentunya paham bahwa yang namanya dosen maka dalam pekerjaannya tentunya akan banyak berkutat dengan berbagai teori dan bahkan sangat menguasainya. Tanpa itu semua, maka kompetensinya sebagai seorang dosen akan diragukan.
Definisi tentang teori sendiri adalah sebagai berikut:
teori/te·o·ri/ /téori/ n 1 pendapat yang didasarkan pada penelitian dan penemuan, didukung oleh data dan argumentasi; 2 penyelidikan eksperimental yang mampu menghasilkan fakta berdasarkan ilmu pasti, logika, metodologi, argumentasi: — tentang kejadian bumi; — tentang pembentukan negara; 3 asas dan hukum umum yang menjadi dasar suatu kesenian atau ilmu pengetahuan: — mengendarai mobil; — karang-mengarang; — hitung dagang; 4 pendapat, cara, dan aturan untuk melakukan sesuatu: — nya memang mudah, tetapi praktiknya sukar; (http://kbbi.web.id/teori)
Dari definisi tentang teori yang diambil dari KBBI, dapat disimpulkan bahwa ada konotasi positip antara profesi dosen dan penguasaan teori.
Nah dalam debat kemarin, pak Ahok tidak memakai konotasi positip tersebut untuk mengamini pendapat pak Anies, calon gubernur DKI yang berlatar belakang dosen. Beliau itu tidak sekedar dosen biasa lho, bahkan dedengkotnya dosen. Maklum pak Anies ini khan pernah menjabat Rektor di perguruan tinggi. Itu berarti beliau adalah pemimpin dari dosen-dosen (di perguruan tinggi itu tentunya). Betul nggak.
Yang menarik dari debat pilkada tersebut, ada kesan bahwa pak Ahok berhasil menihilkan pendapat pak Anies (lawan debat) memakai latar belakangnya sebagai dosen tersebut. Caranya dengan memberi komentar pak Ahok bahwa jangan-jangan pendapat pak Anies yang disampaikan hanya sekedar teori saja.
Hebat khan, jika di awal tadi ada kesan yang positip antara dosen dan teori yang dikuasainya, tetapi setelah ketemu pak Ahok maka hubungan antara dosen dan penguasaan teori dapat menjadi berkesan negatif. Pernyataan yang disampaikan menjadi diragukan.
Nah gimana tuh, yang punya profesi dosen tentunya harus bisa memberi penjelasan. Kalau tidak bisa menjelaskan maka bisa-bisa profesi dosen itu sendiri yang diragukan. Ekstrimnya menjadi tidak dipercaya karena berprofesi sebagai dosen. Nah lho.
Pak Wir sendiri gimana, tersinggung juga ya ?
Ha, ha gimana hayo. Saya juga melihat banyak orang yang berprofesi dosen kelihatannya tidak terima dengan pernyataan pak Ahok di atas. Ini saya menemukan ada beberapa tulisan yang terkesan “tidak terima” atas argumentasi yang dimaksud.
- Dosen Berteori Apa Salahnya: Teori Adalah Sebuah Tahapan Dari Sebuah Kerja Besar,
tulisan Dr.Muhammad Nur,DEA. (Undip). - Dosen ITB: Sebut Dosen Hanya Teori, Ahok Lecehkan Dosen
Dua tulisan di atas menunjukkan bahwa ada yang tersinggung dengan pernyataan pak Ahok dari debat tersebut. Sebagai seorang pendukung pak Ahok yang kebetulan juga berprofesi dosen maka ada baiknya saya mengungkapkan argumentasi : mengapa saya tidak tersinggung. Biasa-biasa gitu lho dengan ucapan pak Ahok.
Itu pula sebabnya, saya mengawali tulisan ini dengan memberi definisi tentang teori terlebih dahulu. Tentunya setelah membaca definisi maka dapat disepakati bahwa yang namanya teori tidak sama dengan praktik atau fakta nyata. Teori ya teori, yaitu suatu pendapat atau uraian (biasanya dalam bentuk tertulis) yang diyakini kebenarannya akan sesuatu, tetapi jelas bukan sesuatu itu sendiri.

Image credit: Science Cartoons Plus
Saya menekankan pada diyakini, karena memang itu yang penting. Adapun apakah isi teori itu betul-betul ada dalam praktek, atau tidak, maka itu adalah hal yang lain lagi. Itu pula alasannya mengapa dapat dijumpai teori tentang adanya mahluk luar angkasa pada jaman dulu. Teori itu ada, tanpa pernah ketemu mahluk luar angkasa itu sendiri, itu hanya dapat terjadi hanya karena ada bukti-bukti yang bisa dikaitkan dengan hal itu. Juga tentang adanya teori bumi bulat dan teori bumi datar. Teori-teori itu bisa berkembang hanya karena ada yang meyakini, dan bukan karena teori itu benar atau salah.
Nah terkait dengan tanggapan pak Ahok, bahwa jangan-jangan pendapat pak Anies yang disampaikan itu ternyata hanya sekedar teori saja, itu adalah sah-sah saja. Sehingga kalau saya menjadi pak Anies maka tentu dapat beragumentasi bahwa jika tidak percaya maka berikan waktu ke saya (Anies) untuk menjadi pejabat publik dan membuktikannya. Selesai.
O begitu ya pak. Jadi kalau begitu yang ahli teori apakah berarti juga ahli dalam praktek.
Tentu saja tidak. Itu sesuatu yang berbeda. Ahli teori lebih banyak diarahkan pada pekerjaan otak, sedangkan praktek adalah lebih dari itu. Itu pula alasannya mengapa ada jurusan S1 dan ada jurusan D4. Dalam konteks tersebut, sebagai contoh : saya sangat tahu sekali bagaimana caranya mengencangkan baut mutu tinggi pada jembatan yang benar, tetapi tidak berarti bahwa saya dapat secara sukses untuk mengencangkan sendiri baut jembatan di lapangan. Jelas itu adalah tidak sama.
Lho kalau begitu, mengapa pak Ahok meragukan pernyataan pak Anise di debat tersebut?
Wah itu mah soal lain. Soal dipercaya atau tidak, itu tidak terkait soal teori yang disampaikan. Itu tergantung reputasi orang yang menyampaikan, apakah dipercaya atau tidak oleh pendengarnya. Ini kasusnya seperti buku Struktur Baja yang kutulis, isinya banyak mengandung teori tentang perilaku, cara analisis dan desain tentang struktur baja. Apakah teori itu lalu boleh dipercaya atau tidak maka tentu perlu mendapatkan keyakinan terlebih dahulu. Masalah kalau ada orang yang tidak percaya, maka itu adalah hak orang.
Gitu aja koq repot.
Seperti di Seminar Gempa Jakarta beberapa tahun lampau . Engineer vs Scientist.
Scientist aka Dosen mengembangkan pengetahuan seperti hipotesa, dan mengetes apakah hipotesa itu benar. Scientist bisa saja salah, hal ini diperbaiki seiring bertambahnya waktu. Scientist membuat code atau peraturan yang digunakan engineer.
Engineer atau praktisi menggunakan code atau peraturan yang dikembangkan scientiest, tapi tidak semua peraturan itu melingkupi semua teknikal pekerjaan yang ada, kadang kadang hal luar perkiraan ada, dan perlu inovasi, plan A plan B.
SukaSuka
Setuju Pak Wiryanto, Bapak sangat bijaksana. Saya berpendapat bahwa masing2 punya kompetensi, dosen dengan riset2 nya, pengabdian masyarakat dan pendidikan. Praktisi dengan judgment dan pengalaman nya,
SukaSuka
Setuju pak . Membalas dengan cara mengecam terkadang bisa bikin pikiran sempit . Lagipula selama belasan tahun aku belajar pak, yang saya tau kalo beberapa teori itu didapat dalam kondisi ideal faktor – faktor lain gak dimasukin . Jadi “suatu pendapat atau uraian (biasanya dalam bentuk tertulis) yang diyakini kebenarannya akan sesuatu, tetapi jelas bukan sesuatu itu sendiri” setuju banget tulisan pak wir yang satu ini .
SukaSuka