Selamat pagi semua, senang tentunya jika anda masih tetap membaca blog ini.
Pada penghujung tahun 2016 ini, ada baiknya saya melakukan refleksi peristiwa-peristiwa penting yang telah terjadi di seputaran kehidupan saya. Ini penting karena jika tidak dicermati dari tulisan-tulisan yang saya buat, rasa-rasanya tidak banyak yang tahu bahwa ada seorang yang bernama Wiryanto Dewobroto di dunia ini. Jujur saja, banyak orang yang lebih mengenal nama tersebut secara tertulis daripada dari orangnya langsung. 😀
Saya ini pendiam, tapi bukan berarti seperti patung. Saya ini ibarat gong, jika ada yang “memukul”, bisa nyaring suaranya. Untuk soal basa-basi memang saya ini bukan jagonya, ngalah deh. Juga soal berdoa, rasa-rasanya koq nggak pede-pede juga. Hanya saja kalau untuk ngomong atau khususnya nulis di bidang yang digeluti, wah demen sekali. Sudah pernah baca buku-buku yang saya tulis atau belum. Kata orang, saya ini cocok disebut novelis di bidang engineering. Itu kata pembaca lho. Kalau belum pernah membaca buku saya, pasti tertawa deh dengan sebutan tersebut. Ini buku karya saya yang terbaru dan tanggapan pembacanya. Jika anda berlatar belakang teknik sipil, kebangetan jika belum tahu soal buku tersebut, maklum ketebalan buku hampir 1000 halaman, adalah langka sekali di Indonesia. Bisa dihitung dengan jari lho. << serius mode on >>
Terus terang, bagi orang-orang pendiam atau istilah kerennya introvert (orang-orang yang suka menyendiri) seperti saya ini, maka kemampuan tulis-menulis adalah anugerah terbesar yang telah Tuhan berikan. Itulah mengapa itu perlu disyukuri dan dapat memakainya secara benar. Itu harus menjadi berkat bagi sesamanya, khususnya yang hanya diberikan kemampuan membaca saja. Jadi soal tulisan hujat-menghujat seperti yang sering kita jumpai di Facebook atau media on-line, itu semua harus dihindari. Tidak baik menulis soal-soal seperti itu, meskipun pada satu sisi, itu adalah cara termudah untuk menarik perhatian orang lain, khususnya di negeri ini.
Terkait dengan tulisan hujat-menghujat yang sering di jumpai di Facebook, maka permasalahan terkait agama ternyata mendominasi topik yang dibuat. Tentang hal itu, saya sebenarnya prihatin. Jika mau dicermati, sebagian besar komentar yang dibuat sebenarnya hanya ingin menyatakan bahwa agamakulah yang paling benar, sedangkan yang lainnya adalah salah. Oleh sebab itu, semua tindakan yang berdasar agama yang dimaksud, maka pastilah dianggap benar tanpa perlu bernalar. 😦
Pemahaman seperti di atas jelas adalah bukan sepenuhnya pemahaman yang kumiliki. Jika ditinjau secara personal, memang pernyataan tersebut terkesan ada benarnya. Itulah salah satu alasan mengapa orang-orang meyakini agama tersebut dan mau memeluknya. Hanya saja itu adalah keyakinan pribadi dan tidak harus berlaku secara universal untuk setiap orang (maksudnya agama setiap orang harus sama). Jadi keinginan kuat untuk menyatakan hal itu agar juga berlaku umum (orang lain harus beragama sama), hanya petunjuk bahwa orang yang beragama tersebut pada dasarnya masih ragu. Akibatnya orang-orang seperti itu ingin mencari teman yang sama agamanya. Takut jika sendirian !
Jujur saja, sebagai orang dengan agama minoritas di negeri ini, maka kondisi sendirian adalah bukan masalah, sudah terbiasa. Bahkan hal itu dianggapnya sebagai suatu keistimewaan, karena tidak setiap orang memilikinya. Jadi tentunya, aku tidak perlu berteriak lantang ke semua orang bahwa agamakulah yang terbaik. Adalah lebih penting untuk menyatakan, apa perlunya keberadaanku di dunia ini, hanya untuk diriku saja, atau bisa juga ke yang lain. Tentu saja untuk bisa ke hal yang lain (di luar diri sendiri) maka kata kunci utamanya adalah kemandirian. Kemampuan untuk berdiri tegak tanpa bantuan orang lain. Jika itu sudah bisa, maka tentunya perlu kuat agar mampu diberi beban atau memikul tugas dan tanggung-jawab. Mampu memberi petunjuk atau bantuan kepada orang lain agar dapat menjadi mandiri pula, tidak membebani orang lain. Mula-mula tentu ke lingkungan terdekat, keluarga, istri dan anak-anak. Akhirnya ke masyarakat luas / bangsa. yang lebih luas pengaruhnya.
Kemampuan untuk berpikir bahwa minoritas adalah keistimewaan tentu ada kaitannya bahwa beragama adalah anugrah bagi yang bersangkutan. Jika dianggap anugrah tentunya perlu disyukuri, karena tidak tiap orang tentunya dapat melihat hal itu sebagai anugrah. Selanjutnya dari rasa syukur tersebut tentunya perlu ditunjukkan akan buah-buah kebaikan yang dihasilkannya kepada orang lain, dampak adanya anugrah tersebut.
Khotbah ya pak ?
E . . . mulai dianggap nglantur ya. Baik . . . . . kita kembali ke topik semula, yaitu refleksi tahunan yang mewakili kerja seorang bapak satu istri dan dua orang anak, seorang yang sehari-harinya hidup dari gaji seorang dosen, yang mengamalkan ilmunya sebagai seorang structural engineer, dan berharap banyak dapat menjadi gurunya insinyur-insinyur di Indonesia. Seorang yang mempunyai hobby menulis dan telah menjadi blogger sejak 2006, yang berarti lebih 10 tahun ini. Bagaimana kehidupannya di tahun 2016 ini tentunya dapat dilihat, apakah yang ada dipikirannya telah merefleksi ke dunia nyata. Monggo.
Mengajar di UPH.
Cerita tentang kegiatan mengajar di kampus, bukanlah sesuatu yang istimewa. Maklum namanya saja bekerja, yang dibayar. Hasilnya tentu harus baik, tentunya itu harus sesuai dengan kaidah-kaidah penilaian pihak HRD kampusnya. Jika tidak, maka jelas pasti akan berurusan dengannya. Bisa-bisa gajipun menjadi terpengaruh. Intinya, harus dapat bekerja sesuai fungsinya sebagai dosen, dan tidak bermasalah dengan peraturan kepegawaian yang ada. Standar khan.
Jadi kalaupun ada hal yang dapat diceritakan maka itu adalah pemberian nilai ke mahasiswa. Maklum, yang namanya nilai itu khan mati hidupnya mahasiswa, masa depannya bisa terpengaruh. Padahal menariknya, tidak segan-segan aku memberikan nilai pada mahasiswaku antara angka 0 sampai 100. Nggak pakai distribusi statistik lagi. Dari proses pemberian nilai tersebut maka peristiwa yang akan menyentuh emosi adalah ketika menghadapi complaint dari mahasiswa yang nilainya jelek. Tentang hal itu pernah lho, ibunya mahasiswa datang (tanpa sepengetahuan anaknya) dan minta penjelasan tentang nilai anaknya yang mendapat nilai 10 dari skala nilai 100. Untuk urusan ini sih, kita sebagai dosen harus pede dan tidak boleh takut. Ini penting, mengapa harus takut kalau apa yang kita lakukan itu pada dasarnya adalah untuk kebaikan mahasiswanya. Jangan sampai mereka terlambat, baru merasa sadar ketika bangunan yang mereka rencanakan itu runtuh. Betul nggak.
Lho mana cerita ibunya mahasiswa itu pak ?
Sabar-sabar, ini khan belum selesai. Intinya kita harus bijak dan percaya diri ketika menghadapi complaint tersebut. Untuk ibu tersebut, maka solusinya cukup sederhana. Saya cukup menunjukkan jawaban mahasiswa lain yang mendapatkan nilai 100 dan dibandingkan dengan jawaban anaknya. Selesai.
Koq ngeri begitu pak, apakah soal Bapak memang susah, sampai-sampai ada yang dapat nilai nol begitu ?
Itulah yang aku heran. Saya ini orang yang nggak mau cari masalah. Oleh sebab itu, soal yang aku buat adalah yang paling sederhana, asalkan prinsip-prinsip utama yang aku ajarkan sudah bisa dievaluasi. Hanya saja memang, tiap tahun soal-soal yang aku buat, tidak selalu sama, selalu coba aku kembangkan. Ini penting karena memang selama ujian itu, aku membebaskan mereka untuk membuat dan membawa note untuk dapat dibuka saat ujian. Itu bisa karena soalnya adalah tipe esai, maka kuminta mereka untuk menjawabnya panjang lebar. Maklum aku adalah yang percaya bahwa tulisan adalah isi pikiran seseorang, maka dari melihat jawaban mereka ketika mengerjakan soal ujian, aku bisa memahami seberapa dalam pengetahuan mereka akan materi yang aku ujikan.
Untuk itu ada baiknya aku tampilkan contoh soal ujian yang kubuat. Dengan melihat soal tersebut, tentu dapat dibayangkan bagaimana materi perkuliahan di Jurusan Teknik Sipil UPH.



Simpel khan soalnya. Itu perlu agar yang memeriksa juga tidak pusing. Selama mahasiswanya paham, maka biasanya soal-soal seperti di atas dapat dikerjakan dengan baik. Tetapi kalau baru belajar semalaman dan hanya mengandalkan catatan yang diperbolehkan, maka biasanya pada nggak bisa mengerjakan. Nggak tahu kenapa, sekarang banyak yang nggak mau membaca, padahal materi perkuliahanku di bidang Struktur Baja materinya sudah berupa buku teks yang bagus. Mana ada dosen baja di Indonesia yang memakai buku buatannya sendiri setebal bukuku.
Jika kamu tertarik dengan materi ujian yang aku buat, silahkan saya up-load semua di sini.
Semester Genap 2015/2016
- UTS Struktur Baja 1 – Jumat, 19 Februari 2016
- UAS Struktur Baja 1 -Rabu, 6 April 2016
- UTS Komputer Rekayasa Struktur – Kamis /18 Februari 2016
- UAS Komputer Rekayasa Struktur – Kamis, 7 April 2016
- UTS Bahasa Pemrograman Komputer – Rabu, 17 Juni 2014
- UAS Bahasa Pemrograman Komputer – Jumat, 8 April 2016
Semester Akselerasi 2015/2016
- UTS Struktur Baja 2 – Selasa, 31 Mei 2016
- UAS Struktur Baja 2 – Selasa, 26 Juli 2016
- UTS Struktur Baja 3 – Kamis, 2 Juni 2016
- UAS Struktur Baja 3 – Kamis, 28 Juli 2016
Semester Ganjil 2016/2016
- UTS Struktur Kayu – Rabu, 12 Oktober 2016
- UAS Struktur Kayu – Rabu, 7 Des 2016
- UTS Struktur Baja 3 – 11 Oktober 2016
- UAS Struktur Baja 3 – Kamis, 8 Des 2016
- UTS Bahasa Pemrograman Komputer – Senin, 10 Oktober 2016
- UAS Bahasa Pemrograman Komputer – Senin, 5 Desember 2016
Itulah kira-kira materi perkuliahan yang aku ajarkan di Jurusan Teknik Sipil UPH. Meskipun mungkin terlihat sederhana, tetapi dari materi-materi tersebut aku sudah berhasil menuliskan tiga buku, yaitu Aplikasi Sain dan Teknik dengan VB 6.0, Struktur Baja – Perilaku, Analisis dan Desain – AISC 2010 (edisi 1 dan edisi 2), serta Komputer Rekayasa Struktur. Itu menunjukkan bahwa materi-materi yang aku ajarkan adalah orisinil khas Wiryanto, yang bisa saja berbeda dari teman-teman lainnya. Jadi meskipun dari segi ukuran kampusnya relatif kecil, tetapi soal materi yang aku ajarkan di kelas, aku percaya diri. 😀
Mengajar di kampus lain.
Jangan bayangkan kalau saya punya obyekan : mengajar di kampus lain. Nggak ada itu, maklum ada kebijakan di UPH bahwa dosen tetap dilarang mengajar di kampus lain. Tahu sendiri, jam kerja di UPH khan padat, full-day dari pk 07.00-16.00, dari hari Senin s/d Jumat. Sabtu dan Minggu libur. Dengan demikian, tidak ada waktu lowong untuk digunakan, kecuali jika orangnya mau ngoyo. Untung saja pihak kampus memberikan kompensasi yang setara atas kebijakan yang dibuat. 😀
Meskipun mengajar dalam artian sebagai dosen tidak tetap di kampus lain adalah tidak diperkenankan, tetapi jika ada yang mengundang untuk memberi perkuliahan di kampus lain adalah sangat WELCOME. Pihak kampus bahkan memberikan Surat Tugas Dinas untuk mendukungnya. Ini tidak aneh, meskipun yang dilakukan sama, yaitu mengajar di kampus lain, tetapi yang pertama umumnya atas dasar motivasi pribadi mencari tambahan penghasilan (duit tambahan), adapun yang kedua adalah adanya pengakuan dari luar kampus akan dosen yang dimaksud. Reputasi kampusnya juga ikut meningkat. Jadi tidak hanya dosen tetapi juga institusinya mendapatkan keuntungan, win-win solution.
Untuk tahun ini, undangan mengajar di kampus lain memang tidak semeriah tahun 2015 yang lalu.Tahun 2016 ini hanya satu undangan yang datang. Meskipun hanya satu saja, tetapi ini istimewa karena yang mengundang adalah almamaterku sendiri, Jurusan Teknik Sipil UGM. Acaranya diadakan pada hari Jumat tanggal 11 Maret 2016.

Senang bertemu dengan calon engineer-engineer muda dari almamaterku sendiri. Juga bertambah senang karena ternyata dari mereka ada juga pembaca buku-buku karyaku.

Momen di atas tentunya patut dikenang, bayangkan saja sejak lulus tahun 1989 dulu maka baru hari itu aku masuk lagi ke kelas di JTS FT UGM. Dulu sewaktu mahasiswa, kampusnya di utara selokan Mataram, saat kemarin Maret 2016 itu, kampusnya sudah pindah ke selatan sungai, lebih besar lagi karena terpadu dengan anggota Fakultas Teknik lainnya.
Selain di kampus Bulaksumur, Yogyakarta, maka di bulan yang sama (Maret 2016) sebenarnya juga ada acara mengajar di tempat lain, di Jakarta. Ini semacam training profesional bagi pegawai untuk persyaratan kenaikan jabatan. Acaranya sendiri satu hari sebenarnya. Hanya karena tanggapan para pesertanya datar, dan tidak ada foto dokumentasinya, nggak usah diceritain secara lebih detail ya. Ini mah, senengnya dapat amplop yang agak tebal, maklum instasi pemerintah. 😀
Banyak pak, honorariumnya ?
Nggak dik, hanya karena di amplop tersebut banyak yang berwarna biru dan hijau, maka jadi tebal kelihatannya. 😀
Kehidupan perkawinan !
Kehidupan dalam perkawinan adalah sama pentingnya dalam kehidupan karir. Bahkan menurut saya pribadi, bisa lebih penting. Maklum dalam kehidupan yang aku jalani ini, ada pendapat bahwa karir boleh saja bergonta-ganti, cari yang sesuai, tetapi kehidupan perkawinan hanyalah satu, sampai maut memisahkan. He, he, . . . ini kelihatannya melankolis sekali ya. Kayak hanya ada di film-film. Benar nggak ?
Faktanya, untuk orang yang menganut agama Katolik, seperti diriku ini, maka itu tidak sekedar ucapan melankolis saja. Itu adalah salah satu janji perkawinan yang diucapkan dihadapan Romo (Pastur) di altar gereja. Jadi perkawinan yang aku jalani tidak hanya resmi tercatat pada Catatan Sipil, tetapi juga di depan Allah Bapa di surga dengan mengucapkan janji tersebut. Perkawinan dalam iman Katolik adalah satu, sampai maut memisahkan. Selain itu juga berjanji satu dalam suka dan duka. Jaman dahulu, ketika masih bujang, membayangkan janji-janji tersebut maka rasanya adalah seperti beban dan membuat bimbang. Nggak kebayang begitu.
Nah di tahun 2016 ini, tepatnya 6 Juli, maka tidak terasa bahwa usia perkawinanku telah menginjak tahun yang ke-25. Suatu waktu yang dianggap cukup lama untuk menilai usia perkawinan seseorang, apakah sukses atau tidak. Yang jelas pada hari itu, aku bersyukur dapat hidup ditemani istriku, dan juga dua orang anak-anakku. Saat perkawinanku dulu, yaitu 6 Juli 1991, usiaku 27 tahun dan istriku 23 tahun. Ketika kawin, aku sudah bekerja selama 3 tahun di Jakarta, adapun istriku masih kuliah di UGM, sedang menyelesaikan skripsi. Aku pacaran sejak istriku masih kelas dua SMA dan aku mahasiswa tingkat 3. Jadi karena usia pacaran yang telah lama itu (kira-kira 6 tahun) maka perkawinanku mendapatkan restu dari kedua belah pihak keluarga besar.
Ulang tahun perkawinan yang ke-25 adalah suatu peristiwa yang istimewa. Meskipun demikian aku tidak merayakan khusus dengan mengundang teman-teman atau kolega. Aku mengucap syukur dengan menambahkan dua halaman khusus yang aku dedikasikan untuk kehidupan perkawinanku pada bukuku yang ke-9. Nah pada edisi Kaleodoskop 2016 ini maka halaman persembahan tersebut akan aku tampilkan lagi. Bagi pembaca buku karyaku tersebut, tentu halaman yang dimaksud adalah sudah tidak asing lagi, tetapi bagi yang belum membacanya, maka rasa-rasanya buku yang memuat sesuatu yang mirip dengan halaman yang aku maksud tentunya suatu yang langka. Di Indonesia, mungkin hanya aku yang merayakan ultah perkawinan seperti ini.
Akhirnya ini halaman persembahan untuk kehidupan perkawinan yang aku maksud.

Selanjutnya pada halaman persembahan ke-2, aku menampilkan foto diri bersama keluargaku. Nggak aku up-load ya, maklum mirip dengan foto bersama di halaman kolase yang paling bawah. Jika masih penasaran, silahkan lihat saja di halaman awal bukuku terbaru. Jadi benar khan, mana ada yang merayakan ultah perkawinan dalam suatu buku sepertiku ini.
O ya, aku ingin sedikit berbagi terkait filosofi perkawinan yang aku geluti selama 25 tahun ini. Filosofi yang aku maksud, memang tidak banyak aku gembar-gemborkan. Maklum, dulu aku merasa masih hijau dalam perkawinan. Kini, ketika usia perkawinanku sudah menginjak tahun ke-25 dan ternyata masih bisa menyukuri atas keputusanku kawin dengan istri pilihanku dulu, maka tentu ada baiknya juga filosofi tersebut aku sampaikan. Siapa tahu ada yang dapat mempraktekkan, sehingga nantinya dapat mensyukuri juga perkawinannya.
Bagiku yang namanya perkawinan adalah proses kehidupan bersama. Oleh sebab itu kita harus saling memahami karakter pasangan kita masing-masing. Terlepas dari itu semua, maka yang namanya kepercayaan adalah segala-galanya. Untuk menjaga agar kepercayaan yang dimaksud tidak menikam dari belakang, maka harus didampingi sama besarnya dengan yang namanya kasih. Nah itu mah kristen banget ya. Gabungan antara kepercayaan dan kasih yang sama-sama total maka dibenarkan juga untuk melakukan apa-apa saja dengan pasanganmu asalkan dalam kasih. Kasih di sini, tentu saja kasih dalam Kristus. Maklum kita di sini kadang-kadang menerjemahkan kasih dengan LOVE. Tahu sendiri khan yang dimaksud dengan making love. Lain itu.
Kecuali hal di atas, ada beberapa filosofi yang aku sampaikan pada istriku ketika muda dulu, yaitu :
- lanang, ini sebutan bagi seorang pria di kebudayaan Jawa. Itu punya makna, bahwa wong lanang, itu adalah “ala-ala tetapi menang“. Istriku kebetulan orang Jawa, jadi dapat memaklumi mengapa suaminya minta disebut wong lanang. Itu punya makna, sejelek-jeleknya suamimu ini, kamu harus menghormati. Jadi suami perlu dimenangkan hatinya. Kalau sampai merasa kalah, wah gawat itu. Kalau kondisinya seperti itu, itu ibaratnya suami akan impoten. Aplikasi praktis dalam kehidupan saat ini, jadi meskipun sang istri di kantornya adalah boss, tetapi kalau dirumah, maka suaminyalah yang jadi boss. Istri harus memberi kesan mau melayani sang suami. Catatan : persyaratan ini aku perlukan agar ketentuan berikutnya dapat berjalan dengan baik.
- kehidupan dalam perkawinan ibarat seperti naik anak tangga. Kita samakan dulu dengan yang namanya tangga, maklum jika tidak ditunjukkan dengan gambar maka bisa bermacam-macam yang ada di benak. Adapun tangga yang kemaksud adalah gambar seperti di bawah ini.
- Untuk naik tangga seperti gambar di atas, maka tentu dapat dibayangkan kedua kaki kita tidak bisa digunakan secara bersama-sama pada satu tingkat anak tangga. Betul khan. Ketika menaiki, maka akan ada satu kaki di bawah (menahan/menopang) dan satu kaki ke atas (bebas / tidak tertopang/ lemah), bergonta-ganti kedua kaki (kanan dan kiri) maka akhirnya bisa juga menapak semua anak tangga dan mencapai posisi yang lebih atas. Itulah esensi kehidupan perkawinan yang aku jalani . Jadi, sepasang suami dan istri, adalah ibarat seperti sepasang kaki dalam menaiki tangga kehidupan (karir dan cinta). Oleh sebab itu kalau diperhatikan pada kolase foto-foto di atas, saya sangat mendukung sang istri untuk berkembang juga di karirnya. Faktanya, istri saya memang boss di kantornya, punya anak buah (saya hanya punya banyak murid. bukan anak buah), tetapi kalau di rumah, maka saya adalah boss-nya. He, he, . . . . .
Sesi berbagi dengan para profesional konstruksi di Indonesia
Sampai di sini, moga-moga para pembaca tidak bosan membaca. Saya sih sudah mencoba menulis pendek, ternyata warna-warni kehidupanku di tahun 2016 banyak juga. Padahal hanya kehidupan seorang dosen lho.
Bisa mandiri dan tidak menjadi beban, adalah persyaratan yang standar atas kesuksesan seseorang. Mau seterkenal apapun, tetapi ternyata dianya tidak mandiri dan menjadi beban, maka hilang sudah respect kepadanya. Jadi langkah awal bagi anak-anak muda adalah dapat mandiri, bebas dan merdeka tidak tergantung oleh orang lain. Itu dulu yang harus diraih.
Jika sudah, maka ada saatnya untuk masuk pada tingkat berikutnya, yaitu membantu yang lain. Karena kekuatan yang aku punyai bukanlah di segi materi, maka kata bantu yang tepat bagiku adalah dapat berbagi bagi orang lain. Untuk dapat berbagi untuk seorang dosen maka modal utamanya adalah kemampuan mengajar dan menulis, yang terakhir inilah yang sangat berdampak. Adanya motivasi seperti inilah yang membuatku menyisihkan waktu untuk membuat makalah yang berguna, yang dapat dibagikan. Itu juga yang menjadikan alasanku, mengapa selama beberapa tahun ini aku berusaha aktif di acara seminar HAKI yang berlangsung di Hotel Borobudur Jakarta.
Bagi para profesional di bidang konstruksi di Indonesia, acara tersebut cukup terpandang dan dianggap penting. Wajar jika acara tersebut dihadiri oleh lebih dari 1/2 juta peserta, selain itu di luar ruang seminar banyak perusahaan menyewa both mempromosikan produknya. Seminar HAKI adalah salah satu acara yang ditunggu-tunggu oleh para profesional konstruksi. Oleh sebab itu, sangat membanggakan bisa berdiri di podium acara mengenalkan temuan atau hasil kerja kita kepada banyak pihak.

Selain foto di atas, aku juga punya bukti lain bahwa aku telah berbagi kepada para profesional di Indonesia dengan adanya sertifikat sebagai pembicara sebagai berikut.

Jika dulu bertemu di depan orang yang banyak, pasti akan timbul keringat dingin, menjadi beban (stress). Itu semua berubah ketika ilmu menulisku sudah mulai diakui banyak orang. Jadi ketika sekarang ada pertemuan besar seperti HAKI di atas, maka didukung oleh penerbit LUMINA Press, aku menampilkan karya besarku tahun ini, yaitu buku Struktur Baja Edisi ke-2. Pihak panitia seminar HAKI berbaik hati dengan memberiku ruang untuk memamerkan buku karya-karyuku untuk dijual. Terima kasih HAKI. Jadi begitulah, acara HAKI tahun ini bisa menjadi ajang launching bukuku. Ini dokumentasinya.

Ini karyaku ke-9 tahun 2016 ini, jika tertarik langsung ke http://lumina-press.com
Dalam acara launching buku tersebut, aku mengajak juga mahasiswa/i di Jurusan Teknik Sipil UPH untuk berpartisipasi menjaga stand buku. Ini penting untuk menunjukkan bahwa apa yang aku ajarkan di kelas, juga laku di dunia nyata (real).

Buku yang terjual di acara besar tersebut lumayan banyak, ada sekitar 350 buah yang terjual. Yah bukti kalau materinya cukup baik. O ya, tentang ketiga alumni yang berfoto di atas, percaya nggak percaya, ternyata ketiganya memilih aku sebagai pembimbing TA. Topik yang dipilih ketiganya adalah tentang baja, tidak jauh berbeda dengan materi buku yang aku tulis di atas. Moga-moga mereka semua dapat menjadi percaya diri dengan ilmu struktur baja yang aku berikan. Semoga.
Wisuda anakku yang sulung
Hadiah istimewa di tahun perkawinanku ke-25 (1991-2016) adalah dapat di wisudanya secara tepat waktu, anakku yang sulung. Seperti diketahui, bidang ilmu yang dipilih anakku adalah tidak sama seperti bidang ilmu yang aku geluti. Anakku memilih bidang medis, seperti kakeknya. Tentang hal itu, aku sendiri tidak mempermasalahkan. Toh ilmu yang aku dalami, sudah dapat aku sebarkan kepada murid-muridku baik secara langsung (di kelas) maupun via tulisanku di buku. Biar saja anakku mencari jalannya sendiri. Sebagaimana yang aku ungkapkan di depan, bahwa yang penting di dalam kehidupan ini adalah pertama-tama harus dapat mandiri dan merdeka untuk berkehendak.

Saat ini anakku sedang menjalani program KOAS agar dapat menjadi dokter. Selesainya masih sekitar dua tahun lagi, yah pendidikan dokter memang terbukti lebih lama dari pendidikan insinyur.
Jurnal Internasional Bereputasi.
Nggak tahu ini suatu gurauan atau serius, banyak orang yang berkomunikasi kepadaku banyak yang memanggil dengan sebutan prof. Pada awal-awalnya aku mencoba memberi penjelasan, bahwa aku ini baru bergelar doktor, belum profesor. Tapi itu sering terjadi, lama-lama aku biarkan saja mereka memanggilku dengan sebutan tersebut. Dari sisi lain, aku juga mulai menyadari bahwa gelar profesor memberikan pengaruh pada lama bekerja pada universitas. Aku saat ini lektor kepala, akan pensiun pada usia 60 tahun. Adapun profesor masih diberikan waktu untuk pensiun sampai umur 65. Adapun saat ini sudah melewati setengah abad usianya.
Menyadari akan hal itu, maka keinginan untuk meraih gelar profesor menjadi logis. Umurku memang sudah memadai, selain itu juga memahami bahwa orang-orang yang memanggilku profesor adalah memang suatu pengakuan, bahwa sudah pantas aku meraih gelar tersebut. Nah masalah utama untuk mencapai kedudukan tersebut adalah perlunya publikasi di Jurnal Internasional Bereputasi sebagai penulis pertama. Itu menjadi kendalaku selama ini.
Kendala itu pula yang tempo hari ditanyakan pada rapat senat fakultas (sekitar Juli atau Agustus 2016) akan kondisiku. Meskipun aku sudah lihai dalam hal tulis menulis, tetapi karena basic pendidikanku adalah lokal di dalam negeri, maka diterima di Jurnal International Bereputasi adalah suatu hal yang pada waktu itu, tidak terbayang bagaimana caranya. Jadi di rapat tersebut aku hanya meminta mohon doa, jika Tuhan berkehendak, maka tiada sesuatupun yang dapat menjadi penghalangnya.
Nggak tahu nggak kenapa, apakah itu karena doa yang dahyat atau memang ini sudah menjadi jalanku. Sekitar bulan September tahun 2016 ada suatu proyek di Indonesia yang bermasalah dengan desainnya. Semua sudah beres, tinggal ada satu detail khusus yang belum mendapat persetujuan. Maklum, materi desain yang dibahas belum pernah dilakukan sebelumnya. Ini kata konsultan dan kontraktor yang menghubungiku ketika itu. Masalahnya ternyata terkait dengan struktur baja, materi yang aku tulis dibukuku yang terakhir itu. Ya sudah aku bantu saja penyelesainnya.
Cerita punya cerita, materi yang aku kerjakan tersebut banyak disebut orang cukup istimewa dan belum ada sebelumnya. Untuk itu aku percaya saja, maklum reviewernya adalah profesor Iswandi dari ITB, seorang pakar yang tidak perlu diragukan terkait permasalahan konstruksi di Indonesia.
Ini lho masalah yang dikatakan istimewa dan belum pernah dilakukan sebelumnya, yaitu hybrid pier di proyek LRT Palembang, ini foto yang aku dapat dari lapangan.

Berbekal masukan yang ada, juga keterangan dari Prof Iswandi, bahwa belum pernah melihat sistem tersebut di Indonesia, maka aku berkesimpulan bahwa topik yang aku kerjakan tersebut adalah suatu inovasi yang tidak setiap orang memahaminya. Oleh sebab itu aku kemudian menghubungi pihak-pihak terkait, yang mengerjakan proyek tersebut apakah materi yang aku kerjakan untuk mereka tersebut dapat aku bawakan dalam bentuk tulisan atau makalah di jurnal international bereputasi. Mereka ternyata tidak berkeberatan dan bahkan mendukungnya dengan memberi data-data baru untuk melengkapi materi yang aku tulis.
Aku merasakan kebahagiaan atas dukungan ini. Selanjutnya aku mencoba mengungkapkannya dalam bentuk tulisan akan tema yang dimaksud. Semua aku pasrahkan pada yang di atas, jika Tuhan berkehendak maka tentunya tidak ada yang bisa menghalangi jalannya. Tulisan aku kerjakan pada bulan Agustus dan September 2016 ini. Selanjutnya di bulan Oktober aku mulai mempelajari apa yang dimaksud dengan Jurnal International Bereputasi. Dari berbagai jurnal yang ada (hati-hati ternyata ada ratusan jurnal internasional yang abal-abal), aku menemukan jurnal yang tepat dengan isi makalah yang aku tulis, yaitu Practice Periodical on Structural Design and Construction, salah satu publikasi dari ASCE di Amerika.
Nggak tahu kenapa, mungkin ini adalah tahun keberuntungan bagiku. Nggak lebih dari seminggu materi yang aku up-load, aku sudah mendapat tanggapan. Ada sedikit masalah teknis. Selanjutnya setelah aku lengkapi, tidak beberapa lama kemudian sudah ada surat jawaban bahwa makalahku diterima (accepted), sebagai berikut.
Adanya email di atas, tentu saja sangat disyukuri sekali. Maklum ada komentar dari teman-teman lain, bahwa menulis jurnal international itu memerlukan waktu yang lama. Padahal dengan apa yang temui di atas, saya merasakan respon editor jurnal tersebut sangat cepat, bahkan lebih cepat dari jurnal lokal sekalipun. Bayangkan saja, jurnal lokal itu biasanya terbit tiap semester, yaitu 2x dalam setahun. Adapun jurnal international di atas adalah Quarterly atau tiap tiga bulan sekali. Bahkan untuk yang lain, yang lebih terkenal ada yang tiap bulan. Inilah salah satu keunggulan jurnal luar di banding jurnal dalam negeri. Pantas DIKTI mensyaratkan jurnal luar negeri untuk mengukur derajat kepiawaian calon profesornya.
Adapun apakah itu jurnal tersebut bereputasi, maka tentu nama besar ASCE menjadi jaminan. Hanya saja itu tidak terdapat pada petunjuk DIKTI, karena yang mereka maksud bereputasi adalah jurnal yang terindeks oleh Scimago Journal & Country Rank. Untunglah nama jurnal yang aku pilih untuk makalahku tersebut terdapat pada indeksnya, ini buktinya.
Semoga dengan diterima makalahku pada Jurnal Internasional Bereputasi di atas, maka kepangkatanku yang ada saat ini, yaitu Lektor Kepala (670) dapat ditingkatkan lebih tinggi lagi. Untuk itu semua, saya dengan rendah hati memohonkan doa restu dari para pembaca sekalian.
Silaturahmi dengan pakar baja manca negara
Terakhir belum lama ini saya diundang oleh AMBI (Asosiasi Masyarakat Baja Indonesia) untuk mengikuti acara “Expert-Japan Program on Steel Construction for Indonesia”. Ini dokumentasi yang aku peroleh.

Demikianlah sepintas perjalananku di tahun 2016 yang penuh berkah ini. Semoga ini dapat menjadi inspirasi bagi anak-anak muda Indonesia lainnya, untuk berprestasi dengan lebih baik lagi.
Semoga hidup kita dapat menjadi berkat bagi sesama. Amin.
Links yang terkait :
- Jurnal Internasional Bereputasi Teknik Sipil – 10 Desember 2016
- temu ahli baja Jepang – Indonesia – 25 November 2016
- Ini INOVASI di dunia konstruksikah ? – 28 September 2016
- Testimoni Buku Struktur Baja Edisi ke-2 – 2 September 2016
- Aku dan Seminar HAKI 2016 ini – 25 Agustus 2016
- buku Edisi 2016 telah SIAP ! – 21 Agustus 2016
- mengajar di UGM – 16 Maret 2016
Mantap artikel nya.
SukaSuka
Amiiin…
Makin sukses & berkah untuk kita semuanya. Makasih banyak sharingnya, Pak.
SukaSuka