Inovasinya meragukan ya pak. He, he, . . .


Artikel tentang inovasi proyek tempo hari, yaitu :

https://wiryanto.blog/2016/09/28/ini-inovasi-di-dunia-konstruksikah/

yang merupakan up-load ulang dari http://wiryanto.net ke http://wiryanto.blog ternyata masih eksis. Lihat saja komentar-komentar di Facebook. Hanya saja karena ada komentar terlalu pede, yang menyebutkan bahwa sistem hybrid-pier di LRT Palembang yang sedang aku pertanyakan tingkat inovasinya, disebut sebagai yang pertama. Apalagi disebutkan dunia persilatan konstruksi. Maka jadilah gempar. Maklum pembaca blog ini khan memang dedengkot-dedengkot praktisi maupun ahli di bidang konstruksi. Pernyataan tadi seperti melempar pemantik api di atas rumput kering. Langsung hot dan terbakar deh. 😀

Inovasinya meragukan ya pak. He, he, . . . .

Yah memang yang namanya inovasi itu sangat subyektif, tiap-tiap orang bisa berbeda-beda pendapat. Di satu tempat dianggap itu suatu inovasi, tetapi di tempat lain dianggaplah sebagai hal biasa, yang sehari-hari dan tidak mendapatkan tempat untuk dibicarakan. Seperti pepatah bahwa rambut orang bisa sama, yaitu sama-sama hitam, tetapi pendapat orang bisa berbeda-beda. Itu sah-sah dan tidak perlu diperdebatkan.

Hanya saja memang, jika ada pernyataan inovasi di satu pihak menyebabkan ada kesan bahwa pihak lain tidak berinovasi maka itu tentu akan berdampak. Harus hati-hati memang dalam menyatakannya, ada baiknya low-profile dan akan lebih baik lagi jika dapat dapat disebutkan bahwa inovasi yang dimaksud adalah juga berkat dukungan publik atau pembaca. Wah membacanya saja jadi senang karena pada dasarnya pembaca ingin dapat hal baru apa dari yang dibacanya dan itu dapat menyenangkan hatinya. Pepatah banyak memberi, banyak menerima itu memang  benar adanya.

Jadi ketika ada komentator yang meng-claim bahwa inovasi yang sedang dipertanyakan di artikel tersebut dianggapnya sebagai yang pertama kali di dunia persilatan konstruksi, maka itu bisa menjadi suatu pernyataan yang berlebihan. Itu sesuatu yang peka akibatnya, maklum bisa saja ada orang lain yang mungkin sudah kepikiran atau pernah melihat hal yang mirip, dan dianggapnya sama dengan claim yang ada. Jelas nggak rela dengan pernyataan tersebut. Bisa-bisa seperti kebakaran jenggot rasanya. Ibaratnya ada kesan, mereka semua pada ketiduran, dan tidak melakukan apapun. Padahal sudah pasti bahwa mereka juga telah bekerja keras, dan berusaha produktif serta melihat bahwa inovasi yang dimaksud hanyalah sesuatu yang sehari-hari baginya (sesuatu yang sepele).

Oleh sebab itu suatu claim kecap, yaitu yang paling nomer satu. Harus hati-hati, dipastikan terlebih dahulu batasan atau scope-nya. Itu perlu studi. Jadi kalau aku bilang, bahwa buku karanganku yang ke-9 tentang Struktur Baja adalah buku pertama di Indonesia setebal hampir 1000 halaman, dan yang pertama-tama memuat materi Direct Analysis Method (AISC 2010) di Indonesia, maka itu tentunya tidak sekedar tulis. Itu memang aku sudah survey bahwa belum ada orang Indonesia sama sekali yang menulis seperti itu, bahkan selevel profesor sekalipun. He, he, ini memang kecap untuk menjual buku tersebut. Masih nggak percaya, langsung saja meluncur ke LUMINA Press untuk membuktikannya.

Nah untuk yang namanya hybrid-pier di proyek LRT Palembang itu maka aku juga lakukan survey. Itulah makalah makalah di atas aku perlu tulis.

Jujur saja adapun survey yang aku maksud waktu itu adalah untuk keperluan aku sendiri, yaitu untuk membuat artikel ke jurnal international bereputasi kelas dunia. Itu diperlukan untuk persyaratan menjadi guru besar bagi seorang dosen.

O ya, tentang inovasinya tidak sama dengan Sosrobahu di proyek Cawang-Tanjung Priok. Wah itu lebih baik lagi, karena kalau sama maka pernyataan kebaharuan tidak bisa diungkap, wah cocok masuk jurnal di atas. Hanya memang sih, fungsi keduanya adalah mirip, yaitu untuk mengatasi masalah timbulnya kemacetan parah akibat proses konstruksi. Di Palembang, jika ngotot pakai sistem lama (RC Pier konvensional) maka ditakutkan kemacetan parah yang terjadi bisa berimbas pada keterlambatan penyelesaian proyek. Padahal proyek LRT tersebut harus rampuns sebelum Asean Games 2018 nanti.

Mungkin yang dimaksud bahwa inovasi Bapak tidak selevel Sosrobahu, begitu pak !

Itu apalagi. Jika nggak selevel Sosrobahu saja sudah bisa menyelesaikan permasalahan yang terjadi mengapa harus levelnya setingkat itu. Ini khan proyek, solusi ya harus efisien dan secukupnya. Beda memang dengan politikus, kecil dibesar-besarkan, adapun yang penting dikecilkan. Ya nggak 😀

O ya, yang namanya bobot inovasi, mana yang besar. Ini juga relatif sifatnya. Bayangkan saja ketika suatu proyek yang dituntut oleh jadwal pelaksanaan yang ketat, ternyata ditemukan ada desain yang orang-orang pelaksananya saja meragukan untuk dikerjakan. Keyakinan mereka, itu akan sukses jika sistem yang sudah siap tersebut digantikan. Ini kasus di proyek Palembang tersebut. Bahkan orang yang mengkontak akupun bilang, bahwa beliaunya telah mencoba mengkontak ahli-ahli dedengkot konstruksi yang dikenalnya (mulai dari pimpinan konsultan senior sampai profesor perguruan tinggi terkenal). Katanya nggak ada respon, ada juga yang bilang bahwa struktur baja bukan keahlian dari orang yang beliau kontak tersebut.

Pernyataan di atas tentu sangat subyektif sifatnya. Bisa saja ada orang yang bilang, nggak menghubungi dia sih. Coba kalau menghubungi, clear itu masalah.

Nah disinilah bedanya aku, yang suka menulis dan membuat pernyataan tentang buku Struktur Baja itu. Makanya aku yang dikontak. Jelaslah bahwa itu tidak berarti aku satu-satunya yang bisa bikin solusi. Iya khan, paham khan. Itu rejekiku saja. 😀

Rejeki ya pak ?

Ya benar, rejeki. Apa yang aku kerjakan sebenarnya biasa-biasa saja bagiku. Suatu rutinitas sebagaimana aku kalau mengajar atau membimbing untuk penelitian struktur baja pada level S1 dan S2. Jadi heran juga jika dikatakan bahwa masalah yang diberikan ke aku itu sesuatu yang istimewa.

Hanya saja memang agak heran, mereka yang mendiskusikan apa yang aku sebut inovasi tersebut merasa bahwa itu sesuatu yang istimewa, sesuatu yang belum pernah mereka lihat atau kerjakan sebelumnya. He, he pada satu sisi, situasi seperti ini tentu menyenangkan bagiku karena membuatnya lebih bersemangat untuk mengerjakan. Apresiasi yang kuperoleh dari sekitarku (pada waktu itu) jelas lebih baik. Kesannya kayak betul-betul pakar. 😀

Adanya pemicu seperti kondisi di atas, mengingatkan kepada aku tentang Jurnal International yang diperlukan untuk kum dosen, sepertiku. Wah kalau kasusnya istimewa (itu kesan yang aku peroleh dari praktisi yang terlibat pada perencanaan pergantian sistem dari RC Pier ke Hybrid-Pier), maka tentunya bisa juga di submitt ke jurnal tersebut. Maklum yang disebut Jurnal International bereputasi dunia ada kesan oleh para peneliti atau pakar Indonesia adalah susah sekali. Ini dibuktikan dengan pernyataan DIKTI yang menyebut sampai-sampai Indonesia kalah dengan negara tetangga.

Lihat kutipan berikut :

Indonesia berada pada urutan ke-61  dengan jumlah publikasi sebanyak 25.481. Indonesia kalah jauh dari negara tetangga  ASEAN seperti Malaysia yang menempati  urutan ke-37 dengan jumlah publikasi karya  ilmiah 125.084, Singapura yang berada di  peringkat ke-32 dengan jumlah publikasi  171.037, dan Thailand pada peringkat ke-43  dengan jumlah publikasi 95.690.
Sumber : Koran Sindo

Itu berarti tulisan ilmiah yang bisa diterima di jurnal international yang bereputasi, adalah sangat WAH sekali. Suatu kebanggaan yang lebih besar dan nyata dari sekedar diakui oleh pembaca. Karena adanya bukti tulisan ilmiah di Jurnal International tersebut maka reputasi yang didapat dapat dijadikan modal untuk menjadi guru besar. Kondisi seperti itu pula yang diharapkan oleh para dosen di Indonesia untuk berlomba-lomba mendapatkan HIBAH dana dari pemerintah. Hanya saja administrasi untuk mempertanggung-jawabkannya adalah ribet. Orang-orang seperti saya, yang bekerja seperti seniman, suka-suka sendiri, maka tentu tidak terlalu menikmati untuk mengerjakannya.

Nah jadi jika ada sesuatu yang sedang aku kerjakan dianggap oleh sebagian orang bahwa itu mengandung kebaharuan atau inovasi maka cocoklah itu untuk dijurnalkan.

Tentang hal ini aku berkonsultasi ke seorang profesor. Bisa ya jika kasus yang sedang saya kerjakan itu masuk jurnal. Beliaunya yang benar-benar seorang peneliti konvensional menyatakan bahwa untuk bisa disebut penelitian harus ada masalah, harus ada hipotesis dan dibuktikan hipotesis tersebut.

Di dunia ilmu teknik sipil empiris, untuk bisa dibuktikannya suatu hipotesis maka diperlukan suatu pengukuran instrumen. Karena kasus di proyekku tidak ada proses pengukuran yang dilakukan sebagaimana pengalaman profesor tersebut dalam penelitian ilmiah, maka beliaunya ragu jika inovasi yang kumaksud tersebut bisa masuk jurnal ilmiah international yang bereputasi.

Wah gawat. Sekelas profesor saja ragu akan inovasi yang aku kerjanya. Mungkin kondisinya bisa sama  dengan judul artikel ini :

Inovasinya meragukan ya pak. He, he, . . . .

Bagi orang lain yang sedang sekolah, maka tentu hal itu akan menyurutkan rencana. Ngeper !

Untunglah pengalamanku sebagai penulis, yang selalu sendiri terdepan dalam menyampaikan sesuatu, bahkan dapat menjadikan komentar Profesor tersebut sebagai suatu tantangan. Inilah mungkin akan membedakan Wiryanto Dewobroto dengan peneliti lainnya. Nggak perlu dana HIBAH khusus, tetapi bisa tampil dan dimuat tulisannya di Jurnal International bereputasi kelas dunia. Sesuatu yang saat ini diperlukan untuk mengejar reputasi Indonesia di kancah manca negara.

Hanya saja pernyataan saya di atas belum berani saya tuliskan. Hanya ada dalam benak yang menjadi motivasi saya untuk bekerja keras. Dalam hal ini pintar-pintarnya menulis untuk memoles sesuatu inovasi yang diragukan oleh profesor Indonesia untuk agar bernilai. O ya, aku sengaja tidak mau mempublikasikannya di jurnal ilmiah Indonesia. Saya berpikir editor Indonesia tentunya tidak berbeda banyak dengan kualifikasi profesor kenalanku tersebut, sehingga karena diragukan maka bisa saja ditolak. Biasalah orang Indonesia itu akan terkagum-kagum kalau melihat sesuatu yang wah, ada instrumen mahal dan semacamnya. Adapun punyaku mungkin bagi orang awam terkesan biasa-biasa saja. Persis seperti yang memberi komentar meragukan itu. Nggak apa-apa memang Indonesia banget koq.

Jadi keistimewaan dari inovasi yang aku sampaikan bukan pada tampilan fisik  yang terlihat tetapi dalam penyampaian ide dan solusi masalah yang aku kerjakan. Ini sangat membumi dan harus dikaitkan dengan ilmu struktur baja yang aku punyai.

Wah yang mana pak inovasinya, dari tadi koq belum keluar ilmu teknik sipilnya ?

He, he, penasaran ya. Jelas saja, di sini nggak nongol. Ini pembaca blog yang ingin yang populer-populer saja. Yang agak teknik nanti aku akan presentasikan kepada teman-teman di Medan, melalui acara Seminar dan Pelatihan HAKI Komda Sumut tanggal 28 Juli 2017 nanti. Kalau penasaran dan tinggal di Medan, datang ya.

Jadi itulah latar belakang saya menulis artikel yang aku up-load lagi itu. Maklum untuk bisa masuk masuk dan dipublikasikan di Jurnal International bereputasi maka artikel teknik yang disampaikan harus mengandung suatu kebaharuan, sesuatu yang orisinil dan belum ada sebelumnya. Unsur-unsur penting yang mendukung sesuatu disebut sebagai inovasi atau tidak.

Apakah sekarang pertanyaan pada artikel itu sudah terjawab, bahwa hybrid-pier itu suatu inovasi penting ? 

Syukurlah sekarang ini pertanyaan pada threat itu sudah mendapatkan jawabannya yaitu dengan dimuatnya artikel tentang hybrid-pier proyek LRT Palembang di jurnal milik ASCE di Amerika. Tidak percaya, langsung saja baca sendiri di sini link-nya.

Jadi bagi orang-orang yang masih meragukan inovasi yang aku sampaikan, nggak ngaruh. Maklum inovasi yang diragukan tersebut sudah mendapatkan apresiasi yang aku harapkan. Jadi bilamana ada yang merasa punya inovasi sejenis yang lebih baik, maka kirim saja ke jurnal international bereputasi. Toh Indonesia saat ini membutuhkan hal itu, tidak sekedar nyinyir mempermasalahkan claim yang aku sampaikan.

Matur nuwun. Semoga NKRI selalu jaya selalu.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s