Panggilan Jendral adalah sesuatu yang istimewa. Maklum, semua orang tahu bahwa itu adalah gelar kepangkatan tertinggi di dunia militer. Pada dunia pendidikan, khususnya pendidikan tinggi ada juga yang mirip, kepangkatan tertinggi disebut Guru Besar atau jaman dulu disebut juga Maha Guru (sekarang tidak lagi digunakan). Hanya saja istilah kepangkatan tersebut tidak digunakan sekaligus sebagai gelar panggilan di depan nama seseorang. Adapun gelar panggilannya adalah Profesor.
Dunia militer dikenal masyarakat karena keberadaannya dijumpai di setiap pelosok tanah air, bahkan daerah terpencilpun. Adapun dunia perguruan tinggi tidak demikian, mayoritas masih berkumpul di pulau Jawa. Info grafis dari PDDikti berikut sangat membantu.
Oleh sebab itu, masyarakat di pulau Jawa lebih mengenal istilah Guru Besar atau Profesor dibanding masyarakat pulau-pulau lain di Indonesia. Maklum mayoritas kampus-kampus perguruan tinggi berada di pulau Jawa. Selain di perguruan tinggi, maka gelar profesor juga dipakai pada lembaga riset non-perguruan tinggi. Untuk itu sebutannya adalah profesor riset atau Prof (R) diikuti huruf R dalam tanda kurung untuk membedakannya. Untuk selanjutnya akan dibahas guru besar berbasis perguruan tinggi saja.
Basis perguruan tinggi menjadi penting, karena gelar ini hanya dapat diberikan oleh pemerintah jika diajukan oleh perguruan tinggi yang terakreditasi. Persyaratan utama untuk menjadi guru besar adalah dosen suatu perguruan tinggi dengan pengalaman kerja minimum 10 tahun, dan punya gelar jenjang pendidikan tertinggi atau S3 yaitu Doktor dari universitas atau institut yang diakui pemerintah atau terakreditasi. Jika Jendral adalah puncak karir seorang prajurit, maka Guru Besar adalah puncak karir kepangkatan seorang dosen yang diberikan oleh negara.
Komposisi jumlah orang yang berkarir sebagai dosen di seluruh Indonesia dapat dlihat dari data PDDikti sebagai berikut.
Jadi hanya kurang dari 300 ribu orang yang bekerja sebagai dosen di berbagai perguruan tinggi di Indonesia. Itu berarti jika rakyat Indonesia ada sekitar 200 juta, maka jumlah dosen Indonesia hanya sekitar 0.15 % saja. Sangat-sangat sedikit. Dari sejumlah itu, yang bergelar doktor hanya sekitar 9 % saja. Bayangkan itu, jika mengacu persyaratan guru besar maka jumlahnya maksimum di Indonesia hanya sekitar 0.011 % saja dari seluruh rakyat (jika dianggap dosen bergelar S3 dapat diangkat semua menjadi profesor).
Berbeda dengan Jendral yang institusi militernya hanya satu yaitu milik negara, adapun Guru Besar institusinya ada yang milik negara (PTN) dan ada yang milik swasta (PTS). Oleh sebab itu kondisi Guru Besar bisa berbeda-beda antara kampus satu dengan yang lainnya. Maklum Guru Besar hanya gelar jabatan akademis bukan jabatan birokrasi. Jadi kekuasaan yang dipunyai terbatas. Kekuasaan adalah identik dengan fasilitas dan pendapatan. Itu juga berarti sudah Guru Besar tetapi fasilitas dan pendapatannya belum tentu sama antar institusi pendidikan yang berbeda. Syukurlah saat ini pemerintah memahami hal tersebut, katanya ada tunjangan khusus untuk guru besar, yang membedakan mereka dengan dosen lainnya terkait pendapatan. Ini kelihatannya yang memotivasi dosen-dosen berupaya mencapai pangkat Guru Besar. Tetapi karena adanya tunjangan dari pemerintah itu pula, maka persyaratan menjadi Guru Besar menjadi lebih pelik dari sebelum-sebelumnya.
Untuk melihat prosentasi jumlah Guru Besar di antara jenjang-jenjang kepangkatan dosen maka diambilah data dari PPDikti sebagai berikut.
Dari data PDDIkti tahun 2017 maka jumlah dosen berpangkat Guru Besar atau Profesor hanya sekitar 2% saja dari jumlah dosen yang ada, atau hanya 0.003 % dari jumlah seluruh rakyat Indonesia (jika dianggap 200 juta). Jika melihat data-data statistik resmi seperti itu, maka tidak disangkal lagi bahwa menjadi Guru Besar adalah sesuatu hal istimewa.
Liputan berikutnya akan mengangkatan pengalaman pribadiku ketika dikukuhkan sebagai Guru Besar atau Profesor pada Bidang Ilmu Teknik Sipil di Universitas Pelita Harapan, Karawaci, Tangerang. Apa yang dirasakan dan bagaimana acara tersebut berlangsung dapat dibaca pada tulisan berikutnya.