konsultasi disertasi


Sudah hampir dua bulan sejak pertemuanku terakhir dengan profesor Sahari Besari, profesor promotorku, yaitu sejak seminar kemajuan penelitian I di bulan Januari kemarin. Oleh karena itu, dua hari kemarin aku meminta waktu beliau untuk konsultasi, via sms. Apakah hari Rabu pagi tadi, beliau menyediakan waktu, maksudnya tidak ada acara lain. Baru kemarin siang beliau membalas, jadi hari ini Rabu pukul 11 siang OK.

Tadi pagi aku menyiapkan diri, karena tujuannya jelas rumah beliau di Kanayakan, Dago, lalu setelah itu mampir ke lab ITB, lab struktur untuk ketemu pak Burhan, maka aku memutuskan memakai kendaraan, nyetir sendiri. Untunglah sekarang ada tol Cipularang, Bekasi-Bandung dapat ditempuh kurang dari dua jam dengan sedan tua kesayanganku. 🙂

Meskipun keluar rumah pukul 7.00 pagi, tetapi karena di sekitar rumah antri (macet) maka baru bisa masuk tol Jakarta – Cikampek pukul 8.00 pagi. Bayangkan di sekitar rumah di Bekasi aja udah satu jam sendiri, padahal jika di kilometerin nggak sebanding dengan jarak Bekasi – Bandung yang hanya perlu waktu dua jam tersebut. Ya begitulah hidup di pinggiran Jakarta, jadi pantaslah jika liburan panjang sedikit saja maka langsung nggeblas ke luar kota, ke Jogja. 😀

Sampai di Kanayakan pukul 10.00, prof Sahari ternyata tidak ada, kata yang di rumah ke Sangkuriang (kantor konsultan pribadi beliau). “Nggak apa-apa bi, saya udah janjian dengan beliau tapi pk 11.00, jadi ini memang kepagian“, jelasku kepada bibi di rumah tersebut.

Belum selesai duduk di pinggiran luar dekat garasi, eh ternyata beliau sudah datang. Naik Avanza kuning metalik dianter sopirnya, biasanya kalau bawa BMW yang satunya, beliau nyetir sendiri. “Wah gimana kabarnya, saya baru olah raga dan jalan-jalan nengok proyek !“, begitu sapa prof Sahari ketika menerima salamku. Bayangkan itu beliau sudah usia di atas 70, bahkan mungkin sudah mendekati 75, tetapi itu semangatnya. Hebat bo !

Pada usia seperti itu, beliau masih super aktif, bahkan hampir setiap bulan sekali beliau ke Semarang, ke UNDIP. Beliau memang menjadi profesor mengajar di sana, di pascasarjananya yaitu semenjak pensiun di ITB. Jadi bukan di UNPAR, bahkan tidak mengajar satu mata kuliahpun, jadi di UNPAR hanya khusus menjadi promotorku. Hebat pisan khan. Formalnya memang aku terdaftar di pascasarjana UNPAR, tetapi promotornya profesor senior ITB, yang di ITB sendiri sudah tidak menjadi promotor. Jadi kalau sekarang ngambil S3 di ITB, pasti dapet promotor yang muda-muda. Jelas dong, jam terbangnya pasti kalah jauh dengan promotorku ini. Jadi meskipun hanya ngambil S3 di Indonesia, bukan di luar negeri, tapi itu bo, pembimbingnya nggak tanggung-tanggung, profesor yang paling senior di negeri ini di bidang teknik struktur.

Lho khan ada profesor senior lain dari ITB, yang sekarang jadi profesor di UNTAR itu ! Itu lho prof Wiratman yang juga direktur PT. W&A !

O kalau dengan prof Wiratman ya aku kenal sekali. Itu khan bosku pertama kali aku kerja di Jakarta. Jadi pasti tahu dong, ilmu praktekku khan dari beliau juga. Meskipun secara keilmuan, beliau memang luar biasa juga, nggak kalah-kalah juga dibanding prof Sahari, tapi perlu diketahui bahwa disertasi doktoralnya bapak Wiratman adalah dibawah promotor prof. Sahari juga. Artinya ke profesoran pak Sahari lebih dulu dari pak Wiratman. Jadi lebih senior profesor Sahari khan.

Tapi hati-hati pak Wir, prof Sahari khan sudah sepuh. Mungkin sudah out-of-dated ilmu-ilmunya !“, demikian nasehat beberapa orang senior ketika dulu tahu rencanaku untuk mengambil promotor ke beliau.

Ah masa ! Ini khan level S3, bukan S2 maupun S1. Pada level S3 semuanya adalah atas inisiatif kandindat, sudah bisa mandiri begitu. Nggak perlu dicekokin, kaya di level bawahnya. Jadi dengan cara berpikir seperti itulah aku memilih prof Sahari sebagai pembimbing disertasi doktorku. Aku merasa bahwa bekal yang aku punyai sudah mencukupi untuk melaksanakan secara mandiri penelitian di level doktoral ini, jadi aku mempunyai kebebasan dalam berpikir dan bertindak, yang aku butuhkan adalah penilaian apakah yang aku sebut mandiri tersebut memang dapat diakui berlevel disertasi, diakui bahwa itulah pemikiran seorang yang disebut doktor.

Siapa yang bisa memberi penilaian seperti itu ?

Bisakah itu dilakukan oleh seseorang yang baru diangkat profesor ? Meskipun secara formal diakui mempunyai keilmuan yang kuat dan memang mampu membimbing seorang kandindat, tetapi menurutku belum cukup untuk dapat menerima kriteria promotor seperti yang aku sebutkan tersebut. Alih, alih hanya berdebat ilmu untuk membuktikan bahwa sang profesor lebih jago dari muridnya. Gitu khan.

Tetapi promotorku jelas tidak seperti itu. Dengan pengalamannya membimbing puluhan doktor, yang banyak diantaranya banyak pula yang jadi profesor dan pejabat-pejabat penting lainnya, juga banyak terlibat dalam penentu kebijakan negeri ini di LIPI jakarta dan sebangsanya, maka tentunya beliau dapat menilai kualitas kerja seorang yang disebut doktor dengan lebih bijak dibanding lainnya.

Itulah yang aku harapkan. Tidak lebih dan tidak kurang. Memang sih, kalau masih minta suapan dari promotor dan belum bisa mandiri, mungkin akan menemui kesulitan mendapat bimbingan beliau.

Dengan latar belakang cara berpikir seperti itulah aku melakukan konsultasi disertasi pagi ini di rumah beliau di Kanayakan, Dago. Tahu sendiri khan Dago daerah elite di Bandung, di bagian atas yang terasa masih sejuk udaranya. Rumah beliau juga termasuk elite menurut kaca mata penilaianku, rasanya rumah profesor sipil di Indonesia yang seperti beliau mungkin bisa dihitung dengan jari. Terus terang, saya banyak mengenal profesor-profesor lain di Indonesia ini, juga rumah-rumahnya. Tetapi yang sampai terkesan seperti ini rasanya tidak banyak, rumah profesor lain yang cukup bagus menurutku adalah rumah profesor Wiratman di daerah Kebayoran baru atau Mampang ya (koq agak lupa tepatnya).

Sambil menunggu prof Sahari mandi sehabis berolahraga, aku duduk di ruang keluarga di dalam rumah beliau, di depanku terlihat banyak kayu berukir, lalu ada meja makan besar dari marmer sebagai tempat biasa kami berdiskusi. Eh, ternyata bibi datang membawakan minuman teh manis. Wah terima kasih ! Bayangkan mana ada konsultasi disertasi seperti itu. Bahkan saya sering mendengar ada teman-teman kandidat yang mengeluhkan mengenai perilaku promotornya, seakan-akan mereka merasa dikerjai. Bayangkan, kayak apa itu rasanya. Aku koq selama ini nggak pernah merasakan seperti itu. Aku benar-benar dihargai sebagaimana yang aku sampaikan seperti di atas tersebut. Bahkan dianggap sebagai teman seprofesi. Mungkin itulah penyebabnya mengapa pada blog ini aku kelihatan begitu pede pada bidang kompetensi formalku. Para senioren aja menganggap begitu. 😛

Akhirnya, beliau menemuiku untuk diskusi tentang kemajuan disertasiku. Seperti biasa, jika bertemu dengan beliau aku tidak pernah menyajikan permasalahan yang belum kelar, aku selalu menyajikan penyelesaian permasalahan, argumentasi-argumentasi yang mendasari penyelesaian tersebut dan rencana kerja kemudian. O ya, sebelumnya tentu aku menceritakan bahwa intinya “mohon maaf lama belum maju konsultasi”, meskipun demikian bukan berarti aku selama tidak nongol itu tidak bekerja. Tetapi memang benar-benar bekerja, untuk itu biasanya aku ceritakan kronologis progress kerja yang aku sampaikan.

Dalam melakukan diskusi tersebut, umumnya penyelesaian masalah yang aku berikan dalam bentuk data-data tertulis, jadi aku ngomong dan aku tunjukkan data yang mendukung. Intinya harus menyakinkan.

Dengan dilengkapi data visual maka selanjutnya aku bla-bla-bla ke beliau. Wah bisa lama itu, di atas satu jam biasanya. Gimana, meyakinkan bukan. Yah, pokoknya selama ini konsultasiku dengan beliau lancar-lancar saja, bahkan sering-sering mendapat nasehat beliau tentang hal-hal lain diluar bidang disertasiku, masing berhubungan sih yaitu tentang hakekat engineer, atau research atau semacamnya begitu.

Jadi aku ini bisa begini karena memang guru-guru disekelilingku ini memang luarbiasa-luarbiasa semua. Semoga guru-guruku tersebut memang mendapat rahmat dan berkat Tuhan  serta umur panjang selalu. Amin.

Dengarkanlah nasihat dan terimalah didikan, supaya engkau menjadi bijak di masa depan.
Amsal 19:20

7 pemikiran pada “konsultasi disertasi

  1. Santanu

    Liputan 6 ya.

    Rasanya ilmu gak kenal kedaluarsa. Jadi ingat tahun 80an. Beliau mengajar kami dan waktu itu ilmunya keduluan (lebih maju dari zamannya), karena komputer belum Zaman. Masa itu belum dikenal flopy disk, kami masih pakai punch card. Eh sekarang sudah ketinggalan zaman.

    Enaknya jadi pendidik, sudah tua masih bekerja dan mendidik. Semoga Sukses.

    Suka

  2. Noe

    Iya pak aku juga kerasa banget manfaatnya di bimbing oleh dosen yang paling senior, waktu itu pengalamannya cuman TA sih S-1 (mudah-mudahan pengalamannya bisa berlanjut ke Tesis dan Disertasi kayak Pak Wir) di UPI jurusan Pendidikan Teknik Sipil, TA nya Tentang Jembatan Beton Pratekan Pembimbingnya Pak Djaelani Tarmidi (makasih banyak ya pak).

    Waktu itu pak Djaelani sebenarnya sudah pensiun tetapi masih diperbantukan di UPI (karena Ilmunya kali ya), walaupun beliau sedikit ketus (judes) nada bicaranya (karena saya aja kali, yang ga bisa jelasin konsepnya, gak kaya pak Wir) tetapi beliau banyak ngasih konsep – konsep dan hal – hal praktis yang dapat memperkaya khasanah kesipilanku (walaupun jurusanku kependidikan).

    Oh ya ada pesan beliau yang masih aku ingat dan mudah-mudahan aku ingat terus dan menjalankannya, yaitu kurang lebih gini “walupun kamu nanti sudah kerja, jangan berhenti beli buku” (maksudnya harus belajar terus kali ya, karena mungkin beliau melihat keilmuanku di bidang teknik sipil yang masih dangkal)

    Suka

  3. wuuuiiihhh… kapan ya bimbingan disertasi..?? kekekeke… 😀 terima kasih pa atas sharingnya.. senang bisa membaca tulisan bapak.. 🙂

    Wir’s responds: syukurlah. Semoga yang muda-muda juga terinspirasi hal yang sama. Jika semuanya begitu, negara ini pasti menuju kebaikan.

    Suka

  4. irfan

    sayang kawan nasib gue nggak seindah dikau.

    Setiap aku kontak, promotorku selalu janji rabo jam 10, tapi tak pernah ada di sana. Sementara beliau tidak melayani konsultasi di luar kantornya di kampus. Setelah rabo yang dijanjikan lewat, akhirnya aku tunggu saja setiap hari di depan kantor, tapi rupanya beliau sangat jarang di sana.

    Setelah 11 minggu bengong di depan kantor orang ternyata beliau datang juga. Aku nekad aja nylonong masuk. Aku pikir nasibku lagi baik hari itu. Ternyata tidak juga, karena beliau datang buat layani promovendus penting (pejabat). Aku bahkan dimaki-2 karena konsultasi tanpa janji.

    Kini sudah 3 bln aku janji dan menunggu, ninggalin kerjaan entah sampai kapan. Bahkan tulisanku sdh kureparasi hingga 6 edisi terbaru, tapi janji promotor tinggal janji.

    Semoga hari-hari depan aku bisa kasih pujian buat promotorku kaya kamu.

    wir’s responds: ikut prihatin juga mas. Saya bisa merasakan hal tersebut, untuk tingkat doktoral khan kuncinya di promotor itu aja. Banyak doa mas, kalau memungkinkan coba pertimbangkan yang lain aja mas. Karena kalau disikapi seperti itu, maka biasanya idenya juga jadi ‘bujel‘ (jawa= tumpul).

    Suka

  5. Ping-balik: closed examination « The works of Wiryanto Dewobroto

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s