Harian KOMPAS memberitakan bahwa akan ada sekitar 300.000 guru akan pensiun, satu sisi tentu ada yang prihatin dengan kondisi seperti itu, tapi seperti biasa pada sisi lain tentu ada yang berharap banyak. Siapa itu ? Tentulah yang belum punya pekerjaan, khususnya yang mempunyai ijazah S1.
Mengapa S1, ya jelas sarjana yang nganggur di tahun 2007 saja tercatat sebanyak 409.890 orang (ini menurut bapak Budi Hermana dari Gunadarma, link-nya di sini). Peluang itu memungkinkan karena dapat diikuti oleh lulusan perguruan tinggi umum, maupun kependidikan. Kasihan juga ya, ini khan artinya peluang lulusan kependidikan menjadi lebih berat. Tambah saingan.
Untuk mencermati peluang tersebut, tentu perlu strategi, karena jelas yang nganggur dengan jumlah lowongan yang ada masih banyak yang nganggur. Itu dengan asumsi bahwa para sarjana nganggur tersebut mau jadi guru semua. Yah, minimal untuk status dulu ya, karena kalau disebut penganggur khan rasanya kurang keren jika dibanding dengan guru, meskipun untuk sehari-harinya sih masih nebeng orang tua. 😛
Ternyata untuk mereka yang ingin jadi guru, harus mempunyai atau memenuhi syarat-syarat sebagai berikut (Kompas, Sabtu 12-4-2008) :
- Mempunyai ijazah, atau mereka sebut sebagai kualifikasi pendidikan D-4 atau S1. Itu minimal mungkin. Jadi kalau punya gelar S2 mungkin bisa dianggap kelebihan. Eh, emangnya ada, yang bergelar S2 nganggur ?
- Memiliki kompetensi paedagogik, profesional, sosial dan berkepribadian
- Memiliki sertifikat pendidik.
Wah-wah, banyak juga ya syaratnya.
Sebagai orang yang bekerja dibidang pendidikan lama, melihat persyaratan di atas saja koq masih mengernyitkan kening. Apalagi yang belum pernah kerja.
Coba kita pikirkan hal tersebut di atas. Jika persyaratan ijazah, wah itu jelas. Pokoknya kalau sekolahnya terakreditasi dikti, kemudian dia diberi kesempatan mengikuti wisuda di kampusnya atau minimal sudah yudisium. Dapet deh, persyaratan tersebut. Meskipun demikian ini bukan jaminan dapet kerja, iya khan. Wong buktinya ada sekitar 400 ribu pengangguran. 😛
Syarat ke-3, rasanya juga jelas, tinggal mengikuti persyaratan lembaga yang mengeluarkan sertifikasi tersebut, memenuhi ketentuan-ketentuan yang diberikan. Tentunya ada biaya juga ya.
Tapi yang kedua itu lho, yaitu kompetensi paedagogik, profesional, sosial dan berkepribadian. Apakah jika persyaratan no.1 dan no.3 terpenuhi, maka tidak berarti bahwa persyaratan ke.2 dapat tidak terpenuhi ? Lalu apa gunanya sertifikasi mengajar, yang katanya perlu waktu pendidikan setahun lamanya itu.
Apalagi kalau belum pernah bekerja mengajar. Juga bagaimana cara mengevaluasinya.
Coba aja itu kalau diterapkan kepada diriku, yang sudah jadi guru lebih dari sepuluh tahun ini.
Apakah aku ini mempunyai kompetensi peadagogik, wong kemarin mata kuliah analisa struktur 1 yang aku berikan, nilai UTS-nya yang kurang dari 50 hampir 50%. Padahal materi ujian yang aku berikan gampang-gampang semua. Ada di diktatku. Ini yang gak kompeten gurunya atau muridnya. Bingung. 😕
Juga bersikap profesional. Aku kurang jelas maksudnya. Jika aku berani menyatakan diri profesional, itu terbatas atas produk desain yang aku kerjakan. Pemahaman itu tidak aku peroleh dari dunia guru, tetapi sewaktu dari dunia kerja di konstruksi dulu. Jadi jika belum pernah punya pengalaman, apa bisa ngomong tentang profesional. Bingung
.
itu pak, kalau guru yang profesional, itu artinya tepat waktu, harus punya persiapan matang sebelum mengajar, tidak boleh bolos, harus masukkan nilai juga on-time. gitu pak !
walah-walah. Kalau itu sih adalah kedisplinan. Kalau kerja khan memang harus begitu. Itu khan yang ngurusin HRD, setiap orang kerja khan memang begitu mas. Emangnya perlu digembar-gemborkan lagi. Lho emangnya guru-guru yang ada kebanyakan nggak seperti itu. Kayaknya bukan itu lho mas. Atau memang begitu, ditempat lain. Kalau memang seperti itu khan udah aku lakukan lama. Jadi kalau begitu , profesional ya mas ?
Kembali lagi membahas ya.
Sekarang tentang sosial !. Ini juga kurang jelas. Apakah jika dalam setahun aktif, bisa memberi presentasi, itu bisa disebut sosial. Khan intinya ketemu dengan masyarakat ilmiah. Atau kalau ada undangan perkawinan, mesti datang, lalu itu juga disebut sosial. Atau kalau ada layatan juga datang. Kalau itu khan tidak hanya bagi guru. Pokoknya jika mau disebut anggota masyarakat. Khan mestinya begitu ya. Bingung lagi
.
Dan yang terakhir tentang berkepribadian. Apa pula ini. Maksudnya kaitannya langsung dengan guru. Mungkin itu maksudnya, bahwa guru tersebut telah melengkapi dirinya dengan kendaraan pribadi, rumah pribadi, atau apa lagi gitu. Bingung lagi
.
Wah, kayaknya kalau sekarang aku baru mau jadi guru, kelihatannya bisa nggak keterima lho. Untung produk masa lampau. Kuno tapi antik, untuk jadi guru itu yang penting adalah dapat di GUGU dan di TIRU.
Gitu aja koq pusing. 😛
Eh pak guru, bentar-bentar ! Kalau guru itu boleh nggak sih kalau poligami ?
Tambah bingung lagi ini. 😀
ya, ya, ya, bingung ya pak. Kalau Indonesian IDOL aja gimana ?
😛







Tinggalkan Balasan ke hmcahyo Batalkan balasan