kegagalan


Jika anda pembaca setia blog ini, secara sadar atau tidak, cukup banyak saya bercerita tentang hal-hal yang dianggap sukes yang telah saya kerjakan. Biasa, sangat manusiawi, maunya kelihatan yang baik-baik saja. Saya kira sebagian besar dari kita juga demikian.

Tentang hal itu, beberapa orang menganggap saya narsis atau bahkan mungkin ada yang bilang sombong (menyombongkan diri). Padahal dengan semua yang saya ceritakan tersebut, saya ingin mengungkapkan rasa syukur, juga rasa terima kasih kepada-kepada orang yang terlibat dalam kesuksesan tersebut. Bahwa kesuksesan tersebut ada karena orang lain. Adanya kesukesan tersebut diharapkan dapat menjadi motivasi bagi orang lain. O ternyata pak Wir bisa, apalagi aku yang lebih muda, dll. Jadi seperti halnya share tentang adanya masalah, jika seseorang mengeluh kepada seseorang, maka orang yang mendengar keluhan tersebut juga bisa merasakan kesedihan atau bahkan kesal. Maka seperti itu pula halnya, jika saya share tentang hal-hal yang membanggakan atau yang menyenangkan maka diharapkan itu akan dirasakan pula oleh orang lain. Seperti virus, gitu lho.

Alasan seperti itulah yang mendasari mengapa saya jarang bercerita tentang hal-hal yang sedih. Memang sih, hal-hal itu tidak sebanyak hal-hal senang yang saya rasakan. Jikapun ingat, maka rasa sedih itu telah menjadi masa lalu, telah lewat, jadi lupa untuk diceritakan.

Itu khan artinya, pak Wir tidak selalu sukses ya ?

Lho, lha iya. Manusiawi lha.

Menurut pendapat saya pribadi, kegagalan adalah sesuatu yang sama pentingnya dengan kesuksesan. Maksud saya, adalah bagaimana sikap kita terhadap kegagalan yang kita temui. Kedewasaan seseorang ditandai dengan bagaimana sikap kita terhadap kegagalan tersebut. Perhatikan, yang dimaksud dengan kedewasaan tersebut adalah tidak tergantung dari umur atau tingkat pendidikan seseorang. Karena bagaimanapun, itu tidak tercakup secara eksplisit pada mata kuliah yang kita pelajari (khususnya calon engineer ya). Memang sih, jika semakin tinggi tingkat pendidikan yang dijalani, maka semakin banyak tantangan yang dihadapi pula, dan selama mengelola dan mengatasi tantangan tersebut maka sedikit banyak kedewasaan seseorang akan juga bertumbuh.

Salah satu hal yang penting untuk meningkatkan kedewasan tersebut adalah selalu introspeksi diri, berhenti sejenak dan merenung tentang hal-hal apa yang telah dikerjakan dan maknanya bagi kehidupan yang kita jalani. Untuk mengetahui makna dan kaitannya dengan kehidupan kita, yang tidak tahu berapa lama di dunia ini, memaksa kita untuk memiliki visi dan misi dalam hidup ini. Apa sih sebetulnya yang kita cari dalam kehidupan ini. Sekedar perut kenyangkah, atau rumah yang mega, istri cantik, pendidikan tinggi, atau apa ?

Bagi anak-anak muda, memikirkan tentang visi dan misi mungkin masih jarang. Tentu saja ini bercermin dari pengalaman pribadi saya dulu, yang memang kelihatannya tidak bisa mengetengahkan visi dan misi yang dipilih. Tetapi tahapan tersebut dapat digantikan dengan adanya cita-cita, kalau besar aku ingin jadi apa. Cita-cita itu sangat penting, seseorang yang progresif pasti punya cita-cita, apalagi kalau sudah tahu apa visi dan misinya yang dipilih.

Apa sih bedanya cita-cita dan visi/misi ?

Cita-cita sifatnya kualitatif, jelas, dan tertentu. Misalnya menjadi insinyur teknik sipil atau menjadi penyanyi terkenal dsb-nya. Sedangkan visi / misi sifatnya abstrak, fleksibel, contohnya lihat visi dan misi penulis blog di sebelah kanan atas. Karena bentuknya jelas dan tertentu maka dalam perjalanan waktu, cita-cita seseorang dapat saja berubah, sesuai dengan wawasan yang dimilikinya, sedangkan visi-misi dapat terus mengikuti atau diikuti kemana pemiliknya melangkah di dunia ini.

Perubahan cita-cita dimungkinkan juga oleh adanya kegagalan dalam mencapai cita-cita tersebut. Tetapi ingat, “kegagalan” tersebut dapat disebut sebagai “perubahan cita-cita yang dipaksakan” hanya jika kita menyadari hal tersebut dan merenungkan dan segera bertindak ke hal-hal lain yang positip untuk ditindak-lanjuti. Kegagalan akan ‘sukses menjadi kegagalan‘ bagi orang tersebut, jika yang bersangkutan selalu memikirkan kegagalan tesebut, misalnya dengan mencarikan kambing hitam dan mengeluhkan adanya kegagalan tersebut dan tidak berani mencoba ke hal-hal yang lain. Orang-orang seperti ini cenderung akan mengalami depresi jika tidak ada yang mengingatkannya.

Segera bertindak ke hal-hal lain yang positip tidak berarti harus berganti haluan, berpindah atau berganti cita-cita. Bisa saja tetap pada cita-cita semula, ini tipe orang yang teguh pada pendirian. Boleh-boleh saja. Tetapi jelas, dalam menghadapinya kembali perlu dipikirkan masak-masak, dengan nalar dan logika yang benar dan tidak asal emosis. Kalau perlu pikirkan sisi positip dan sisi negatifnya. Sebagai contoh, seseorang yang ditolak cintanya karena gadis yang dipuja tersebut tidak cinta, maka usaha untuk menarik cinta gadis tersebut masih dapat dilanjutkan karena tidak cinta sifatnya tidak mutlak, tetapi dapat berubah seiring dengan waktu. Jika yang bersangkutan, dapat menunjukkan kecintaannya, dan selalu berbuat baik (dll sebagainya) maka bisa saja akan mengikuti pepatah jawa yaitu “tresno jalaran kulino”. ( cinta karena terbiasa).

Tetapi contoh tentang gadis di atas, mestinya tidak berlaku jika ternyata gadis tersebut menolak karena ternyata dia adalah tunangan pemuda lain dan sebentar lagi akan menikah di gereja. Usaha memang boleh saja sebelum pernikahan terjadi, tetapi setelah terjadi pernikahan di gereja maka jika anda menghormati gadis tersebut maka cita-cita anda yang mencintanya harus dikubur jauh-jauh dan dilupakan. Intinya, harus cari gadis lain.

Catatan : saya sengaja mengambil contoh pernikahan di gereja (khususnya katolik) karena hanya disitu yang mengenal resmi bahwa pernikahan hanya monogami dan seumur hidup. Nanti kalau lain khan bisa aja ada pepatah “ku tunggu jandamu”. 😉

Pada saat menyadari bahwa pemuda tersebut ditolak cintanya, dan harus melupakannya. Pada saat itu, bisa saja dan banyak yang melihatnya sebagai kegagalan dalam hidup. Dunia seakan-akan gelap rasanya, dan yang tidak kuat imannya bisa-bisa bunuh diri.

Sedih ? Ya jelas dong, kalau nggak sedih berarti rasa cintanya tidak besar. Demikian pula yang terjadi dengan cita-cita, maksud hati ingin menjadi IDOL tetapi ternyata tidak diterima. GAGAL, maka akan sedih pula.

Pada kondisi tersebut, maka yang paling penting adalah kemampuan untuk tetap tegar dan optimis, serta punya kesadaran bahwa hidup itu dinamis, berputar “cakra manggilingan”. Karena hanya waktunyalah nanti yang akan menjawab bahwa kegagalan yang dihadapi di atas ini hanya merupakan suatu tahapan yang membelokkan hidup kita yang membuat kita bisa menjadi seperti sekarang ini. He, he, ini kalau sudah perjalanan waktu, dan merasakan syukur dalam kehidupan. Jika tidak, tentu orang masih menyesalkan mengapa kegagalan masa itu telah terjadi.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa yang disebut kegagalan itu kegagalan hanya jika kita mengamini bahwa itu adalah suatu kegagalan, jika tidak maka nggak ada kegagalan tersebut. Bingung nggak ? Koq jadi holistik seperti ini.

Ya memang begitulah, harus holistik. Kita bisa saja menyebutkan bahwa itu bukan sesuatu kegagalan jika kita mempunyai kekuatan, dan kekuatan yang bisa memberikan daya seperti itu hanya dari atas, dari Tuhan. Mungkin Tuhan punya maksud lain yang belum kita ketahui, dan hanya karena perjalanan waktunya sajalah maka kita baru sadar. O begitu tho yang dimaksud Tuhan.

Untuk memberikan suatu pengalaman empiris, bolehlah saya bersharing.

Lho pak wir, pemuda yang ditolak cintanya seperti di atas itu bukan pengalaman pribadi tho, koq masih pengin sharing pengalaman empiris ?

Hush, mau tahu aja !

Ini cerita tentang kehidupan profesi saya. Apakah waktu muda dulu saya punya cita-cita jadi dosen atau penulis ?

Nggak ada itu, saya memilih jurusan teknik sipil karena merasa pada waktu SMA dulu, jurusan tersebut adalah jurusan favorit. Ada kesan, kalau calon insinyur itu dimata calon mertua adalah cukup gagah. 😉

He, he, jangan salah mengerti, pada masa itu, pelajaran fisika bagi saya juga merupakan pelajaran yang saya senangi, juga pelajaran menggambar proyeksi adalah cukup baik. Saya waktu itu adalah salah satu dari dua murid di kelas yang menjadi rujukan dalam menggambar oleh murid-murid lain, dan hasil gambarnya juga diminta sekolah untuk dipamerkan ketika ada acara ulang tahun sekolah.

Jadi setelah bersusah payah, untung tidak gagal, masuklah saya ke jurusan favorit tersebut. Bayangkan jika saya gagal pada saat itu, mungkin saya merasakan dunia seakan-akan runtuh. Terus terang waktu itu saya belum punya pengertian seperti saat saya menulis ini.

Waktu kuliah, sebelum lulus, saya sudah punya cita-cita hebat. Ingin kerja bukan di kontraktor, tetapi di konsultan, waktu itu sudah ada dalam benak yaitu seperti bapak Wiratman. Pada jaman saya kuliah, waktu itu lagi top-topnya. Akhirnya, setelah lulus, bisa diterima kerja di kantor Wiratman.

Bayangkan, rasanya semuanya seperti berjalan mulus.

Lha setelah waktu berjalan, setelah empat tahun lebih bekerja di kantor tersebut baru ada perasaan “koq begini aja”. Teman-teman lain koq sudah maju. Di sinilah mulai terjadi introspeksi diri, mau kemana hidup ini. Ternyata hidup itu tidak hanya mengalir, tetapi perlu juga diarahkan. Pro-aktif.

Ingat faktor yang menyebabkan perenungan tadi adalah dari dalam diri, bukan dari luar. Jadi orang luar melihatnya adem ayem aja, tetapi pikiran sendiri melihat bahwa situasi yang dihadapi adalah suatu kegagalan (tidak sesuai cita-cita, yaitu menjadi seperti pak Wiratman). Akhirnya apa yang diperoleh dari proses perenungan pada masa itu. Karena waktu itu wawasannya cukup terbatas, maka akhirnya menerima kerja di tempat lain yang memungkinkan untuk studi lanjut. Waktu itu ini disebut suatu pilihan yang disayangkan oleh keluarga. “Sudah dapat kerja bagus koq ditinggalkan sih ?“.

Perusahaan kecil yang diikuti ternyata berkembang, udah dapat mobil baru untuk operasional, ada rencana ekspansi ke luar negeri. Sekolah lanjut di UI juga hampir selesai. Wah pokoknya hebat rasanya waktu itu. Menjadi engineer terkenal seperti pak Wiratman rasanya on-the-track.

Tetapi apa kenyataan yang terjadi. Tahun 1997-1998 khan tahu sendiri, krisis ekonomi. Prediksi-prediksi yang begitu mapan pada berjatuhan, perusahaan collapsed. Ini kegagalan timbulnya dari luar.

Siapa yang bisa membantu kondisi seperti itu, ternyata keluarga dan reputasi (jaringan kerja) cukup membantu. Itu tentu setelah sebelumnya berserah kepada Tuhan. Mulai dari sinilah ada titik balik, bahwa dalam hidup ini ada faktor X diluar kuasa diri yang tidak dapat diatasi. Untuk melewatinya, lepas dari suasana terpuruk itu maka hanya kepada Tuhan kita berserah mohon dukungannya.

Setelah lama berlalu, dan merenungkan kembali kejadian tahun 1997-1998, kejadian yang menyedihkan tersebut merupakan jalan Tuhan bagiku untuk mengubah “kegagalan” menjadi sekedar “mengubah cita-cita” seperti saat ini. Tanpa itu semua, maka nggak mungkin aku bisa menuliskan semua pengalaman rohani seperti ini.

Jadi bagi orang yang merasakan bahwa hidupmu saat ini dirasakan sebagai kegagalan, maka pastikan engkau tetap tabah, sabar dan serahkan dirimu kepada Tuhan untuk melewati waktu-waktumu yang sedang dibawah ini untuk segera terlewati dan akhirnya bisa merasakan bahwa itu sebenarnya bukan suatu kegagalan tetapi hanya karena Tuhan berkehendak lain.

Semoga Tuhan memberkati. Syaloom.

peanuts-never-ever-ever

10 pemikiran pada “kegagalan

  1. bicara kegagalan dan mau instropeksi kok saya malah inget pasangan cagu-cawagub untuk wilayah jawa timur ya pak? udah tau kalah, terus teriak-teriak minta pencoblosan ulang 😀

    Suka

  2. Y.W.

    jadi pak Wiryanto menjadi dosen dan penulis seperti sekarang ini karena kejadian 97 dan 98 ya pak ?

    padahal cita cita bapak kan ingin menjadi konsultan tapi kenapa ya bapak bisa berpindah jalur? hehe…

    Wir’s responds: lho bukannya itu suatu peningkatan. Kalau saya tetap jadi engineer, mungkin anda tidak kenal siapa itu Wiryanto. Betul khan !? 😉

    Suka

  3. SANI ADIPURA WINATA.

    Orang yang berhasil bukannya orang yang tidak pernah gagal. tapi orang yang belajar banyak dari kegagalan kegagalannya…..

    Oh sudah lama tidak mengunjungi blog P Wir aPa kabar P Wir…sama seperti P wir juga saya gagal di Indonesia, pindah Malaysia. Gagal juga di Malaysia, sekarang saya di Qatar. P wir Kalo ngak gagal mungkin tidak berani mencoba…

    kadang kita juga harus mensyukuri dan belajar dari kegagalan..

    salam.

    Sani.

    Wir’s responds : wah hebat kamu Sani, sudah melalang buana. Cerita-cerita dong, siapa tahu para pembaca blog juga pengin seperti kamu. Salam untuk keluarga.

    Suka

  4. omiyan

    Orang gagal kalo ada kemauan terus dijamin jalan kesuksesan makin terlihat tapi buat sebagian orang lebih memilih cara atau sesuatu yang sudah diyakini ITU ADALAH KEMAMPUAN SAYA….DISINI REJEKI SAYA.

    itulah kenapa banyak orang Indonesia yang ga mua berusaha untuk bekerja keras supaya makin maju….

    saya sendiri mengalami kegagalan …. tapi karena ada kemauan didalamnya jalan menuju sukses datang dengan sendirinya…tapi tetep barengi dengan doa..kepada Tuhan yang Maha Kuasa

    Suka

  5. “Kegagalan” itu dikarenakan ada yang namanya “Keberhasilan”.
    Jadi kegagalan=keberhasilan.

    Benar kata Bapak Sani, tidak perlu kecewa bila gagal, yang penting berusaha (mencoba) dengan niat yang baik dan terus belajar dari kegagalannya. Pernah gagal itu diperlukan walau cuma satu kali, kalau tidak pernah gagal nanti takabur (kayaknya gak mungkin deh ada orang yang tidak pernah gagal).

    Semua itu tentu ada hikmahnya.

    Salam.

    Suka

  6. rohmad

    orang yang menyerah karena kegagalan adalah orang yang hanya bisa berharap. Bagiku berharap adalah suatu kemewahan.

    Memang saya tidak pernah mengalami kegagalan dalam karir, karena ini karir pertama saya (pekerjaan yang cukup menegangkan). Jadi saya belum bisa mengartikan kegagalan secara mendalam. Jujur, kegagalan adalah hal yang sangat saya takuti, dan saya belum siap akan itu.

    Tapi yah itulah saya, hanya manusia biasa, selama ini kegagalanku (bukan karir) tidak pernah meredam semangatku, itu semua karena keyakinan kepada TUHAN yang maha penyayang, juga support dari temen2 dan kekasih (he he he ). “SEMANGAT!!!!“, itulah kata2 yang dia ucapkan, yang membuat saya tetap bertahan.

    Keyakinan bahwa TUHAN menyayangi kita akan membuat pikiran selalu positif.

    Suka

  7. artikel sangat menyentuh …
    kegagalan menurutku merupakan bagian dari kehidupan bumi manusia, siapapun pernah merasakannya entah itu menurutnya kecil atau besar.

    Saya terkesan dengan pernyataan bapak : “Ternyata hidup itu tidak hanya mengalir, tetapi perlu juga diarahkan. Pro-aktif.” karena saya pernah merasakan kegagalan yang menjadi penyesalan bagi saya. Setelah itu saya mengkondisikan hidup ini mengalir apa adanya, karena “mimpi-mimpi” yang telah dibangun sebelumnya seakan telah rubuh, dan tidak ingin “bermimpi” lagi.

    Tapi rupanya hidup itu harus diarahkan juga ya Pak…hmm. Terimakasih masukannya. 🙂

    Suka

  8. @Pak Wir,

    Yup.. Kegagalan membuat saya menghargai keberhasilan.. Sangat-sangat menghargai!
    Karena saya tahu bagaimana rasanya gagal, saya menjadi semakin terpacu untuk berhasil..

    Hmm.. Artikel yang bagus..
    Menginspirasi tuk terus berjuang dalam perjalanan hidup saya..

    Eh iya, awalnya sayapun menganggap bapak adalah seorang narsis loh.. (Tau sendirilah..)
    Hahahahaha..

    @Dudi,

    Maaf ya.. Bapak tuh pendukung yang menang?
    Jangan dihubung-hubungin deh..
    Hehehe.. 🙂

    Suka

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s