Kemarin hari Jumat tanggal 2 Okt. 2009 , terlihat istimewa, ada himbauan khusus dari bapak SBY (katanya) bahwa kita diminta berbaju batik. Informasi itu sebelumnya didengar dari mulut ke mulut, juga berita radio, tetapi terus teras belum kubaca himbauan resminya. Jadi aku sendiri bertanya-tanya, ada apa.
Ternyata itu semua untuk menghargai bahwa batik telah diakui sebagai kekayaan budaya lokal Indonesia oleh UNESCO. Hore, re, re, e, e . . .
Lho kho seru ya tanggapannya. O itu, mungkin karena tempo hari ada berita bahwa Malaysia akan mengklaim batik, jadi dapat dimaklumilah bahwa masyarakat terlihat menyambut hangat imbauan pak SBY tersebut.
Syukurlah ada kesadaran seperti itu, yaitu mencintai produk dalam negeri. Kenapa, karena itu adalah salah satu ciri-ciri negara maju sebagai bentuk dari percaya diri bangsa.
Secara logika dan nalar pemahaman tentang hal tersebut dapat dimaklumi, manusia pada dasarnya akan mencari sesuatu yang menyenangkan. Jika disuruh untuk memilih, tanpa dipengaruhi sesuatu, maka orang pada dasarnya akan memilih yang terbaik bagi dirinya. Jadi jika suatu saat masyarakat secara sadar dan tanpa paksaan memilih suatu produk dalam negeri, maka itu dapat diartikann bahwa produk tersebut dapat diterima dan dianggap baik.
Pada kasus himbauan SBY di atas, saya kira itu juga cukup baik. Untuk menuju mencintai semua produk dalam negeri, maka memakai baju batik adalah salah satu awalannya. Bagaimanapun batik merupakan suatu keunggulan, dan juga relatif terjangkau untuk dapat diimplementasikan.
Jika itu dapat terjadi pada semua lini kehidupan, tidak hanya cara berpakaian dengan batik. Saya yakin negeri ini akan maju pesat.
Pak Wir bagaimana ?
Aku dan batik ?
Wah kalau itu sih tidak perlu dipertanyakan lagi, bagiku batik bukanlah sesuatu yang istimewa, biasa-biasa saja.
Jadi jika kemarin radio-radio Jakarta pada heboh yaitu ada yang mewawancarai orang-orang yang berbaju batik. Juga ada himbuan-himbauan khusus, maka aku bahkan jadi heran. Koq kita itu baru heboh setelah ada pengakuan batik dari luar, yaitu secara resmi dari Unesco, maupun secara tidak resmi dengan cara klaim oleh Malaysia (tapi nggak jadi). Baru setelah ada itu, kita-kita ini koq jadi seperti kebakaran jenggot.
Maksudnya pak Wir, bagaimana ?
Lho batik itu khan kesehari-harian pakaianku. Sebagai orang Jawa, Jogja apalagi, batik bagiku adalah bentuk pakaian yang paling luwes. Bisa dipakai dimana saja, tidak panas (tentu saja yang dari bahan katun), dan murah. Setiap pulang ke Jogja, istriku selalu membelinya dari pasar Beringharjo.
Tidak percaya, lihat saja dokumentasi diriku yang memakai batik.
Di salah satu gereja di Singapore (2 Agustus 2009), berfoto bersama dengan teman-teman UPH, prof. Harianto dan Dr. Manlian. Semuanya orang Indonesia, tapi yang berbatik, he, he, . . hanya aku.
Para peserta EACEF2 di Langkawi, Malaysia. Orang-orang Indonesia gampang ditebak khan, pasti yang pakai batik.
Dalam salah satu pertemuan keluarga ( 3 Maret 2009) di Pejompongan. Perhatikan yang memakai batik hanya aku dan anakku (no2 dan 3 dari kanan).
Saat uji kualifikasi doktoral di UNPAR (24 Feb 2006), dari kiri ke kanan Prof. Aziz, Dr. Karta, saya, dan Prof. Bambang. Bayangkan yang berbatik hanya aku sendiri, lengan pendek lagi. Saya kira jarang ada orang yang berani maju sidang pakai batik seperti itu. Pasti nggak pede. Kalau aku memang kebangetan sih, maklum orang Jogja. Untung diluluskan waktu itu.
masih banyak lagi lho, tapi ini dokumentasi teman lain yang juga berbatik.
Ini menghadiri acara kawinan teman istri, yang kebetulan mengundang group keroncong dari Solo dan sekitarnya. Keren juga ya, pakai batik.
Bu Nining dan teman-teman di UNPAR ketika persiapan ujian sidang terbuka tempo hari. Dengan berbatik berkesan istimewa. Batik memang luwes sih pemakaiannnya (12 Feb 2009).
Seminar di UNPAR, kali ini yang pede pakai batik hanya Prof. Bambang.
Ping-balik: Twitter Trackbacks for hari berbaju batik « The works of Wiryanto Dewobroto [wiryanto.wordpress.com] on Topsy.com
Saya kira jarang ada orang yang berani maju sidang pakai batik seperti itu. Pasti nggak pede.
Sama pak, ketika saya maju pendadaran waktu D3 secara tidak sengaja saya pakai batik, karena setelah pendadaran saya harus “setor muka” di kantor. Biar ga repot bawa baju ganti sekalian saja ujian pendadaran pakai batik 😀
SukaSuka
semoga batik tak pernah tertanggalkan dari indonesia
SukaSuka
Wah kalo di tempat saya, ada peraturan uniform yang harus dikenakan mahasiswa dan penguji saat Sidang Pendadaran… Jadi kalo pakai baju batik nanti bisa kena ‘NC’ ISO karena melanggar prosedur mutu… Jadi pakai batik ya di luar acara tersebut..Biasanya kalo acara Univ,ada dresscodenya,a.l. baju batik (di undangan)… atau PSH..
SukaSuka
Sudah seharusnya kita menjadi bangsa yang punya jati diri,jangan jadi bangsa yang tidak tahu jadi dirinya.Tunjukkan dengan baju batik……kita menjadi anak bangsa yang bangga terhadap karya dari anak bangsa sendiri
SukaSuka
Sorakan sudara berbaur angkuh!
SukaSuka
rame-rame pakai batik..biar tambah cakep 🙂
SukaSuka
di samping cakep.. kita termasuk ikut andil dalam upaya pelestarian budaya adiluhung ini… nanti kalau kita gak mau pake.. kemudian dipake orang lain kemudian marah… itu kan gak lucu ya….!!!
SukaSuka
pastinya pake batik itu adem..
SukaSuka
Ya,,,,
Benar-benar setelah hari tersebut penjualan batik meningkat keras. Bahkan sampai diluar.
Sebelumnya di Internet ada perdebatan keras terutama dari Malaysia yang tidak mau kalau Batik memang harusnya punya Indonesia..
Bangga dong akan Batik sebagai Budaya Nasional dan Produk Nasional :).
Luckman R from http://www.bajubatik.org
SukaSuka