Anak-anak SMU pada tawuran ! Baca di detik.com di sini. Anak-anak muda tersebut tentulah bagian dari generasi muda penerus bangsa ini, jadi prihatin rasanya mengetahui bahwa waktu emas mereka,yang seharusnya digunakan dengan baik untuk persiapan diri menjadi dewasa, ternyata digunakan untuk kegiatan sia-sia, TAWURAN.
Apa sih untungnya dengan tawuran, jadi jagoankah mereka yang mengikutinya. Tawuran itu khan beraninya ramai-ramai, bahkan banyak yang berprinsip lempar batu sembunyi tangan. Nggak berani tampil maju ke depan sendiri, lalu dengan berani berkata: “ini dadaku, mana dadamu“. Itu semua khan menunjukkan tanda-tanda orang pengecut. Masih mending kalau berkelahinya satu persatu, dengan tangan kosong dan dilakukan secara satria. Kalau bisa begitu sih, nanti bakalan muncul Bruce Lee versi Indonesia. 🙂
Adanya tawuran menunjukkan bahwa emosi anak-anak muda tersebut lebih dominan dibanding nalar dan logika yang seharusnya mengisi pikiran mereka. Itu juga menunjukkan bahwa pikiran mereka kosong, sehingga dengan mudah emosi menguasainya. 🙂
Pikiran kosong !
Wah kog bisa begitu ya. Padahal kalau mendengar kegiatan anak-anak SMU sekarang, rasanya jam sekolahnya lebih padat dibanding jamanku dulu sekolah di SMA. Bayangkan saja, ada SMU yang setelah selesai pelajaran resmi, yaitu pelajaran yang diasuh oleh guru-guru sekolah, masih dilanjutkan dengan Bimbingan Pelajar yang dibina oleh Grup Bimbingan Profesional (dari luar). Tujuannya khan jelas, agar pikiran siswanya tidak kosong. Jadi anak-anak SMU yang terlibat tawuran tersebut perlu di check, apakah sekolahnya sudah menerapkan kegiatan tersebut, atau belum. Jika belum, tentunya kebijakan positip tersebut perlu dipertimbangkan.
Kecuali diberikan pelajaran tambahan, bisa juga anak-anak muda yang ada diberi kegiatan positip yang lain, yang memotivasi mereka untuk berpikir tentunya.
Saya kira itu tugas kita semua, selaku orang tua dari anak-anak kita, dan juga selaku orang dewasa yang pernah berpengalaman sebagai anak-anak muda, yang penuh semangat tetapi wawasannya terbatas. Sebagai seorang dosen, yang hidup di dunia kampus, secara moral merasa punya tanggung jawab yang lebih besar dibanding awam. Maklum, dunia kampus khan dunia idealis. Jadi selain memikirkan mahasiswa-mahasiswi di kampusnya, maka memikirkan kegiatan positip bagi anak-anak muda di luar kampusnya rasanya menjadi suatu yang penting juga.
Dengan latar belakang cara berpikir seperti itu, jadi ketika tahu murid-muridnya di Jurusan Teknik Sipil UPH mengadakan suatu acara bagi anak-anak SMU di Jabotabek maka tentu berseri-seri rasanya.
Tahukah anda acara yang dimaksud, ini spanduknya.

Seminggu lalu ketika dilakukan technical meeting, aku telah menulis sebagian informasinya, di sini.
Ini jelas merupakan salah satu kegiatan positip bagi anak-anak muda. Mereka akan ditantang bagaimana suatu spaghetti, yang terkesan kecil, langsing, dan lemah, dapat dirangkai menjadi suatu struktur yang mampu memikul suatu beban tertentu. Dengan dilakukan kompetisi antar anak-anak muda pada level yang sama, yaitu SMU, maka pikiran mereka bisa termotivasi untuk mengenal lebih jauh bagaimana membuat suatu struktur yang kuat, jembatan yang nyata bagi bangsanya. Wah . . .
Pikiran yang termotivasi seperti itulah yang saya sebut sebagai suatu tindakan positip. Kalau pikiran mereka sudah terisi, mengapa model jembatan si A lebih baik dibanding si B, padahal bahan-bahannya (spaghetti-nya) sama, tentulah mereka tidak punya waktu untuk terlibat dengan tawuran atau sejenisnya. Jika demikian maka secara tidak langsung mahasiswa-mahasiswi di kampus UPH ini telah memberi solusi terhadap kasus-kasus di atas.
Untuk melihat betapa asyiknya acara anak-anak SMU sejabotabek yang dibuat, digagas, dan diatur oleh mahasiswa-mahasiswaku maka ada baiknya melihat album foto berikut, selamat menikmati.

Hadiah adalah salah satu hal yang penting yang memotivasi anak-anak muda SMU tersebut untuk aktif berpartisipasi pada acara tersebut. Oleh karena itu mahasiswaku telah menyiapkan dengan seksama, bahkan karena dapat bekerja sama dengan divisi marketing UPH maka bagi pemenangnya juga diberikan opsi beasiswa jika menjadi mahasiswa di UPH nantinya. Kalau nggak salah , beasiswanya berlaku selama tiga semester, lumayan itu.
Coba perhatikan beberapa jepretan SLR-ku, nampak anak-anak muda di bawah ini terlihat serius-serius ketika sedang membuat jembatan model yang diperlombakan. Siapa tahu dapat meraih piala di atas. 🙂










Nampak pada dua layar di depan, timer elektronik untuk membatasi waktu lomba yang terbatas, yaitu sampai waktu makan siang. Setelah selesai para peserta diberi rangsum makan siang dan diminta keluar ruang. Waktu selanjutnya adalah acara bagi juri, yaitu untuk menilai hasil karya murid-murid SMU tersebut. Ini sebagian dari karya anak-anak muda tersebut.





Kecuali Prof Harianto, maka ada beberapa juri yang lain, semuanya adalah dosen atau asisten dosen di UPH. Bagus juga ide mahasiswa Jurusan Teknik Sipil UPH, muridku, itu khan strategi mereka bagaimana mengikut-sertakan dosen-dosennya untuk berpartisipasi pada acaranya. Coba kalau tidak ada undangan jadi juri kepadaku, mana ada tulisan seperti ini.
Jadi seperti halnya peristiwa-peristiwa yang lain, karena aku selain dosen, juga seorang penulis, juga digital photografer, maka setiap peristiwa yang kulihat, yang menurutku dapat menginspirasi positip orang lain, maka biasanya aku akan tuliskan dan juga dokumentasikan. Dengan menuliskan seperti ini, maka jelaslah, acara tersebut dapat terabadikan, juga dapat diketahui oleh orang lain. He, he, he, . . . . betul nggak , . . . , kalau nggak percaya nanti lihat juga link di bagian paling bawah, ada daftar yang melibatkan mahasiswaku secara aktif, yang aku dokumentasikan.
Pada tahapan ini , yaitu setelah para peserta lomba selesai merakit, maka hasilnya akan dinilai terlebih dahulu oleh juri. Jurinya cukup banyak, masing-masing dipilih sesuai kompetensi yang dimiliki, seperti misalnya untuk estetika maka dipilih dosen arsitek, sedang dari sisi struktur maka aku dan juga prof Har. Ada yang sedikit menarik pada proses penjurian ini, yaitu pihak panitia (mahasiswa-mahasiswa UPH) tidak memberikan kriteria penilaiannya. Semuanya diserahkan ke juri !
Lho kalau begitu nilainya nggak bisa dipertanggung-jawabkan dong pak ?
Suatu pertanyaan yang menarik. Bagian ini memang relatif, sangat subyektif sifatnya. Tentu berbeda dengan uji beban yang hasilnya langsung bisa terbaca, tetapi kalau hanya dengan melihat, maka rasanya nggak bisa sembarang orang. Itulah mengapa diperlukan kompetensi khusus, itulah mengapa mahasiswa meminta dosennya untuk turun tangan. Oleh karena itulah, meskipun tidak ada suatu kriteria yang menjadi pegangan, tetapi karena menilai bagi seorang dosen adalah memang tugasnya sehari-hari, maka jelas setiap nilai yang ada dapat dipertanggung-jawabkan. Inilah kira-kira argumentasi yang menjadi dasar setiap nilai-nilai yang kuberikan.
- Semua peserta adalah dari SMU, tidak ada yang mahasiswa, apalagi mahasiswa teknik sipil. Karena masih SMU maka tentunya mereka belum mengetahui ilmu analisa struktur, tahunya paling-paling fisika mekanika, prinsip keseimbangan. Meskipun mungkin sudah diberikan, tetapi mengaplikasikan ke struktur model jembatan saya yakin mereka belum mengetahuinya. Oleh karena itu, membandingkan model jembatan spaghetti dengan model jembatan yang umum dipakai oleh insinyur teknik sipil mestinya tidak bisa digunakan sebagai dasar penilaian ini.
- Membandingkan jembatan Model dan Gambar Rencana. Ada ketentuan panitia yang saya kira perlu disambut secara positip, yaitu para peserta diminta menggambarkan terlebih dahulu gambar model jembatan yang akan dibuat pada kertas grid-mili-meter. Itulah kertas yang terlihat memanjang pada meja dekat dengan jembatan model, lihat Gambar 16 di atas. Bagiku, adanya gambar rencana akan membuat proses penilaian lebih mudah. Aku akan mencocokkan gambar rencana dan model jembatan yang dihasilkan. Jika gambar rencana dan model terlihat mirip (sesuai) maka nilai yang kuberikan lebih besar dari 60.
- Selanjutnya bagi yang nilainya > 60 maka perbedaan antara satu dengan lain ditentukan oleh [1] adakah kesan kokoh, [2] kerapian, [3] presisi, [4] sifat simetri. Yang terakhir, yaitu sifat simetri sangat membantu, karena tipe jembatannya simple (sederhana) maka mestinya bentuknya simetri. Jadi kalau terlihat tidak simetri maka indiikasinya pastilah belum selesai, atau pembuatnya tidak teliti. Untuk nilai kurang dari 60 kira-kira adalah sebaliknya.
Adanya kertas yang berisi gambar model jembatan yang dibuat, menunjukkan kepada peserta bahwa untuk membuat sesuatu adalah perlu direncanakan terlebih dahulu. Ini prinsipnya adalah seperti proses Analysis and Design pada bidang-bidang engineering pada umumnya, selanjutnya adalah proses mewujudkan hasil rencana tersebut atau Construction.
Jadi terlepas dari bentuk model yang direncanakan (digambar), tetapi kalau siswa tersebut dapat mewujudkannya maka jelas aku memberikan apresiasi yang tinggi. Mereka, sadar atau tidak sadar telah melakukan proses-proses yang biasa dkerjakan oleh para engineer dalam mewujudkan karya-karyanya. Mula-mula adalah dalam pikiran, kemudian diwujudkan dalam kertas, baik sebagai spesifikasi teknis maupun gambar-gambar perencanaan, dan akhirnya itu digunakan oleh para tukang bangunan untuk mewujudkannya.
Itulah dasar-dasar argumentasi yang mendasari caraku dalam menilai selaku juri di acara tersebut. Moga-moga teman-teman juri yang lain juga begitu.
Setelah sesi penilaian model jembatan oleh para juri, maka sesi berikutnya adalah sesi uji beban. Ada dua pengujian yang diberikan, yaitu [1] uji dengan beban bergerak, dan [2] uji dengan beban statis sampai runtuh. Hebat juga idenya, bahkan KJI, yaitu kompetisi jembatan nasional yang diselenggarakan oleh DIKTI nggak memberikan uji beban bergerak. Maklum, ini modelnya relatif kecil, sehingga itu dapat dilakukan secara mudah.








Gambar 23-25 menunjukkan bagaimana jembatan model spaghetti diuji. Karena pesertanya cukup banyak, juga ada kesamaan berat total maksimumnya, maka yang mampu menerima beban yang paling banyak adalah model jembatan yang paling baik. Dari sekitar 60 peserta SMU maka beban yang paling besar dapat diipikul jembatan adalah sekitar 4 kg, atau dua kali gambar beban di Gambar 24.
Itulah sekelumit aktivitas mahasiswaku yang positip, yang diharapkan menumbuh-kembangkan wacana di bidang teknik sipil, khususnya tentang jembatan. Siapa tahu, dari sekian peserta SMU tersebut ada yang terinspirasi untuk bergumul dengan ilmu teknik sipil. Amin.
Link terkait dengan aktivitas mahasiswa/i di Jurusan Teknik Sipil UPH :
- mahasiswa berprestasi – 25 Juni 2008
- workshop koq pakai software kuno ! – 21 Februari 2008
- pelaksanaan workshop sap2000 di uph – 20 Februari 2008
- PROTES, kenapa nggak lolos pak ! – 14 Februari 2008
- workshop SAP2000 – detail – 22 Januari 2008
- Lomba Jembatan Tahan Gempa UPH – 18 Januari 2008
- gurunya NARSIS, gimana muridnya ? – 21 November 2007
- UPH Juara Lomba Rancang Bangun ITB 2007 – 11 Maret 2007
- Spaghetti Bridge Competition 2006 – 6 September 2006
- Mahasiswa UPH di Pentas Ilmiah Nasional – 26 Agustus 2006
- Juara KJI 2006 – 6 Juni 2006
- Juara KJBI 2005 – 22 Desember 2005
duh !
minder sama anak2 smu sekarang 😐
SukaSuka
Selamar Sore pak Wir.
Bisakah bapak memberikan penjelasan mengenai Sertifikasi kepada kami dan para mahasiswa teknik sipil lainnya pak Wir?
Mengapa Sertifikasi itu di perlukan ?
Apakah hanya orang berbersertifikasi yang boleh mendesain dan membangun ?
Dan dimanakah para lulusan teknik sipil bisa mendapatkan sertifikasi tersebut?
Terima kasih.
SukaSuka
Karena bosan belajar melulu makanya cari aktifitas selingan ak.
Klo ga tawuran ya ikutan lomba jembatan 🙂
SukaSuka
suka dengan gambar 3. jembatannya kelihatan sangat kuat dan irit biaya pembuatan jembatan. itu menurut saya.
SukaSuka
Thanks P Wir,
Jadi pengen nyoba nih..
salam.
SukaSuka
wah, hasil jepretannya OK pak wir..
SukaSuka
Salut buat Bapak ditengah kesibukannya masih sempat mengabadikan SBC 2009 UPH ini semuanya dengan cukup lengkap dan jelas. Semoga semua informasi tersebut berguna dan dapat memberikan manfaat yang maksimal kepada semua yang membutuhkannya.
Terima kasih telah memuatnya.
SukaSuka
Bener pak anak2 itu mesti difasilitasi penyaluran energi mereka. Dan juga yang tak kalah pentingnya pemberitaan tentang mereka jangan diangkat yang jelek2nya mulu..
SukaSuka
kekuatan momentnya juga diperhitungkan gak asal tempel2 saja.
SukaSuka
Mantaff pak Wir..
mudah2an ad dari peserta ini yang bisa merealisikan ilmunya untuk jembatan-jembatan di negeri kita ini..
regard
SukaSuka
wah hebat pak wir….salam kenal pak..
SukaSuka
salam kenal Pak Wir,
saya adalah salah satu pengajar teknik sipil di Politeknik Banyuwangi, yg merupakan politeknik yg baru berdiri. para mahasswa kami bulan desember 2009 kemarin mengadakan lomba jembatan yg mengadopsi dari UPH, kalo biasanya ITS mengadakan lomba jembatan dengan menggunakan stik es cream, kemarin kami menggunakan spagheti sbg bahan utama pembuatan jembatan seperti UPH. dan hal itu sedikit banyak membuat anak SMU di bwi tertarik pada bidang teknik sipil.
pak, adakah usul atau saran untuk meningkatkan minat pada siswa SMU pada bidang teknik sipil. dan bagaimanakah agar bisa menjadi dosen yang baik, karena background saya bukan dari pendidik, dan sayapun msh muda. dan adakah cara membuat mahasiswa menyukai pelajaran misalkan mekanika teknik, karena mereka banyak yg mengeluh kesulitan pada mata kuliah tsb.
Terima kasih banyak pak wir.
SukaSuka
Ping-balik: menjadi dosen yang baik « The works of Wiryanto Dewobroto
Ping-balik: perlunya berprestasi « The works of Wiryanto Dewobroto
asyik juga tuh kegiatannya bisa menambah kreatif kita
SukaSuka
ukuran berapa spagetinya
SukaSuka