Ada suatu hal yang menarik untuk dibahas, ini idenya :
aria // 30 April 2010 pada 03:39 |
Pak Wir mohon dong pandangan bapak mengenai pendidikan khususnya di India dan Indonesia secara umum (tentunya dalam bidang t sipil)apa kelebihan dan kekurangannya, trims
Saudara Aria, ada apa koq ada pertanyaan seperti itu. Apakah anda mendapat kesempatan beasiswa belajar di India, tetapi di sisi lain anda juga diterima di salah satu perguruan tinggi ternama di Indonesia ?
Saya yakin pasti ada alasannya. Iya khan, karena kalau secara khusus menyediakan waktu dan biaya untuk belajar bidang civil engineering, apalagi kekhususan structural engineering di negeri India, maka rasanya masih banyak negeri (tempat) lain yang dapat dipertimbangkan.
Pernah dengar sih waktu diawal-awal dahulu, khusus di bidang keairan, ada teman yang mendapat beasiswa di sana (India). Tetapi untuk bidang structural engineering, koq jarang-jarang ketemu atau berinteraksi dengan alumni dari India ya.
Terus terang pandangan yang aku sampaikan ini bukan karena aku pernah kesana langsung, atau banyak interaksi dengan orang-orang dari sana (India). Bukan seperti itu. Aku belum pernah ke sana, aku juga belum pernah berinteraksi dengan civil engineer dari sana. Jadi sebenarnya aku tidak terlalu tahu dengan mereka. Meskipun demikian, karena dalam belajar di bidang ini (structural engineering) aku harus terbuka dan harus dapat berinteraksi dengan siapa atau apa saja, baik langsung maupun tidak langsung (literatur) maka rasa-rasanya aku dapat juga memberi komentar atau sedikit pandangan tentang masalah pendidikan sesuai pertanyaan di atas, yaitu di India dan di Indonesia, khususnya civil engineering.
Jika alasannya adalah mendapat beasiswa, dan belum ada pertimbangan yang lain, misal di Jerman atau Jepang, atau bahkan China, maka belajar di India tentunya dapat dipertimbangkan. Apalagi jika universitasnya cukup terkenal, seperti University of Roorkee atau sekarang dikenal sebagai Indian Institute of Technology, Roorkee (IIT Roorkee). Uttarakhand, India.
IIT Roorke rasanya bisa disandingkan atau mungkin lebih hebat dibanding fakultas teknik di Indonesia yang ada di UGM atau ITB . Bagaimanapun IIT Roorke adalah sekolah tua, dan bahkan lebih tua dari kedua PTN kita itu.
Terus terang, bagaimanapun India adalah bekas jajahan Inggris, dan rasanya hubungan mereka dengan pihak penjajahnya masih baik, apalagi bahasa Inggris juga masih digunakan di India. Faktor-faktor tersebut tentu dalam satu sisi merupakan kelebihan dibanding sistem pendidikan kita, yang dahulu sebelum kemerdekaan adalah mengacu ke Eropa tetapi setelah jaman kemerdekaan berpindah orientasi ke Amerika. Kondisi seperti itu di Indonesia menyebabkan apa yang dahulu sudah baik dari pendidikan Belanda, tidak berkembang, bahkan hilang dan digantikan yang baru (dari US). Kalau mau jujur, Prof. Roosseno atau juga Prof. Wiratman yang melegenda tersebut sebenarnya adalah produk pendidikan jaman belanda. Sedangkan produk pendidikan lokal setelah kemerdekaan contohnya adalah seperti aku ini.
Kalau begitu bidang structural engineeringnya hebat dong pak ?
O kalau itu sih lain soal.
Kita melihat saja sekarang, untuk bidang engineering, khususnya civil engineering maka rasanya ekspatriat dari India tidak banyak ( atau bahkan tidak ada) kita jumpai di negeri ini. Ini tentu berbeda dibanding bidang IT atau manajeman. Di tempat istriku kerja saja ada ekspatriat yang megang bidang manajemen, GM gitu. Bahasa Inggris mereka bagus.
Bidang civil engineering India kita kenal dari buku-bukunya yang relatif murah, yang cukup banyak beredar di sini. Sebagian besar yang dapat dijadikan referensi adalah buku-buku mekanika teknik. Sedangkan buku tentang design, seperti beton dan baja karena mereka mengacu pada BS, maka jadinya tidak cocok untuk dijadikan referensi di Indonesia.
Adanya buku-buku engineering yang beredar tersebut dapat juga dijadikan petunjuk, bahwa masyarakat civil engineering India relatif diakui keberadaannya, minimal oleh penerbitnya. Ini tentu berbeda dengan di Indonesia, penerbit masih melihat masyarakat civil engineering bukan potensi pasar yang menggiurkan. Bagi para penulis di bidang civil engineering tentu bisa merasakan hal ini. Bayangkan saja, buku SAP2000 karangan saya yang cukup populer dan bahkan sampai hari ini masih ada yang menanyakannya saja, penerbitnya tidak mau cetak ulang. Maka jika bukunya tidak populer, rasa-rasanya tidak ada penerbit yang mau cetak.
Lho apakah itu dapat menjadi indikasi pengembangan ilmu pak ?
Lho ya memang begitu. Buku atau publikasi keilmuan tertentu merupakan petunjuk adanya pengembangan intelektual di bidang tersebut. Jadi jangan ngomong kita ini bangsa pintar dan sekolah-sekolah kita ini hebat, tetapi tidak ada buku atau publikasi yang dihasilkan. Jika itu yang terjadi maka sebenarnya sekolah-sekolah tersebut hanya mencetak tukang-tukang ahli dan bukan intelektual ahli.
Tukang-tukang yang ahli memang tidak jelek, karena pada tahap tersebut maka suatu tujuan dapat berjalan, tetapi untuk dapat berkembang dan mengatasi permasalahan dengan baik maka diperlukan tingkatan intelektual yang lebih tinggi dari sekedar tukang. Karena pada level intelektual tersebut maka dapat dipikirkan hal-hal yang tidak biasa sehingga dapat ditemukan strategi atau cara lain yang lebih baik.
Para engineer yang intelektual itulah yang pada akhirnya sadar atau tidak sadar menjadi panutan para engineer yang berada pada level tukang ahli. Para engineer yang berada pada level intelektual itu di Indonesia tidak banyak.
Kalau kamu mau tahu jargon menteri pendidikan kita yang dulu yaitu LINK and MATCH, itu hanya cocok diaplikasikan pada lulusan yang berlevel tukang ahli dan rasanya tidak cocok untuk intelektual. Itu pula yang menjawab mengapa terbukti banyak lulusan-lulusan kita yang hebat menjadi pekerja di negeri asing seperti malaysia, dan bukannya mengembangkan negeri ini.
Sorry pernyataanku di atas adalah untuk menjawab komentar ini lho.
Bagaimana dengan India pak ?
Kecuali buku-buku mekanika teknik seperti yang aku sampikan di atas, maka terus terang aku tidak banyak menjumpainya. O iya, ada juga buku beton, tetapi orang india yang nulis itu pernah di Jerman, sehingga materi yang ditulisnya juga berasal dari sana. Oleh karena itulah materi bukunya tidak terlalu aku perhatikan, aku punya referensi yang lebih baik sih. 🙂
Tetapi karena buku-buku India banyak yang nyampai di Indonesia, sedangkan buku-buku orang Indonesia rasanya nggak akan pernah kesana (di bidang engineering lho), maka rasa-rasanya budaya intelektual engineer di India lebih berkembang dibanding Indonesia. Secara umum itu sudah terbukti bahwa negara India lebih maju dibanding Indonesia.
Aku nggak setuju pak, masa orang Indonesia kalah !
O begitu.
Betul pak di Indonesia khan hebat, mana ada di India tukang sapu yang sarjana dengan lulusan cum-laude !
O iya, ya. Indonesia lebih hebat. Peace deh. 😐







Tinggalkan Balasan ke Aidil Rahmat Batalkan balasan