Sebagian besar orang kalau diajukan pertanyaan :” Anda mau ke luar negeri ?“. Apalagi jika dikaitkan dengan negeri-negeri indah di Eropa atau mungkin bisa saja hanya Singapore atau Hongkong, maka jawabannya pasti mau. Saya yakin. Kenapa, karena di dalam benaknya, yang dibayangkan adalah kesempatan untuk jalan-jalan mengunjungi tempat baru dan foto-foto. Kapan lagi, apalagi jika tanpa harus mengeluarkan duit sendiri (gratis).
Tetapi coba kalau disuruh ke luar negeri untuk tugas, seperti misalnya membantu orang kelaparan di Somalia. Maka dapat dipastikan banyak yang akan menolaknya. Yakin itu. Bahkan nggak perlu ke Somalia, ke Malaysia saja, misalnya disuruh ngurus TKI yang kena masalah, maka pasti akan saling tunjuk, “kamu saja, saya sedang sibuk menyelesaiakan masalah di sini“.
Dengan cara berpikir seperti di atas maka ketika melihat banyak anggota DPR kita yang bersemangat untuk melakukan studi banding ke luar negeri, meskipun banyak yang mempertanyakan, tentulah itu didasari oleh motivasi yang tidak jauh berbeda dengan penjelasan saya di atas.
Tentang bagaimana ngototnya mereka, agar dapat ke luar negeri, maka kita bisa melihat dari bagaimana para pemimpinnya memberi argumentasi :
- STUDI BANDING DPR: Ketua DPR: Ke Luar Negeri Bukan Boros
KOMPAS.com – Rabu, 15 September 2010 | 15:32 WIB - DPR Klaim Kunjungan ke Luar Negeri Bermanfaat
Indonesiamedia.com – September 14 2010
Hal di atas tentu tidak menjadi masalah jika digunakan uang mereka sendiri. Masalahnya adalah : ternyata mereka menggunakan uang rakyat (yang tentunya ditarik dari pajak), dan ternyata tidak sedikit jumlahnya. Bayangkan :
- Anggaran Kunjungan ke Luar Negeri DPR Rp 162,9 miliar
Jakarta, CyberNews – 16 September 2010 | 17:16 wib | Nasional - Pramono Anung: Evaluasi Bujet ke Luar Negeri!
Viva News – SENIN, 20 SEPTEMBER 2010, 18:20 WIB
Terlepas dari silang pendapat di atas, adanya kesempatan bepergian ke luar negeri bagi seseorang yang belum pernah ke luar negeri memang memberi kesempatan untuk menambah wawasan. Positip. Bahkan itu tidak hanya berlaku bagi yang ke luar negeri saja, di dalam negeri saja dapat dibandingkan bahwa anak muda yang berani keluar dari kampungnya tentu mempunyai wawasan yang lebih luas dibanding anak muda yang kuper, yang nggak berani kemana-mana. Bahkan ada pepatah: “Jangan seperti katak dalam tempurung“. Itu khan peribahasa yang mengakui bahwa bisa melihat ke ‘luar’, memang akan memberi pengalaman positip.
Jadi alasan yang selalu digunakan para anggota DPR bahwa itu diperlukan agar undang-undang yang mereka buat akan lebih baik maka tentu tidak salah juga. Memang pintar juga mereka. 🙂
Masalah yang perlu diajukan kepada mereka sebenarnya adalah seberapa signifikasinya antara manfaat yang mereka dapat dan banyaknya uang yang mereka habiskan. Ini sebenarnya yang perlu dibuka bersama.
Itu perlu dipertanyakan karena tidak setiap orang mampu menangkap wawasan yang terlewat di depannya secara efektif. Jangan-jangan bukan wawasan positip yang didapat sesuai dengan kriteria umum tetapi hanya sekedar romantisme perjalanan akibat melihat daerah baru yang indah. Sampai-sampai terlena tugas utamanya, yaitu untuk kepentingan rakyat banyak.
Menangkap wawasan adalah kemampuan pikiran dalam mengolah data yang diterima indera untuk mendapat makna yang berguna bagi tindakan selanjutnya. Saya yakin tidak semua anggota mempunyai kemampuan sama.
Oleh karena itu, agar dapat mempertanggung-jawabkan apa-apa yang diperoleh selama keluar negeri maka ada baiknya mereka diminta untuk membuat artikel atau laporan transparan apa saya yang mereka kerjakan di sana dan apa saja yang positip yang dapat mereka bawa untuk kita. Dengan melihat laporan perjalanan yang mereka lakukan dan kita bandingkan dengan biaya yang telah mereka habiskan maka tentunya kita dapat mengevaluasi lebih lanjut, apa perlu “studi banding” tersebut.
Membuat laporan yang berbobot memang tidak gampang, tetapi karena adanya persyaratan itu maka tentunya mereka akan mikir-mikir dulu dan mempertimbangkan dengan baik, tidak asal-asalan minta duit untuk pergi.
O ya, laporan tersebut sebaiknya dievaluasi oleh pakar independen, tidak sekedar sudah mengumpulkan saja. Jika itu benar-benar dilakukan maka kita semua akan maklum bahwa mereka keluar negeri adalah dalam rangka studi banding betulan.
Coba aja, siapa tahu ini cara sederhana untuk menghemat devisa. 🙂
Tinggalkan komentar