Kreatif dan penuh inovasi, jargon yang seringkali diharapkan ada pada anak-anak muda lulusan perguruan tinggi. Harapannya, jika nanti setelah mendapatkan pekerjaan, tentunya dapat berlanjut terus kepada pengembangan diri dan karirnya, untuk akhirnya bisa “memberi sesuatu” bagi masyarakat dan bangsa.
Suatu harapan yang kelihatannya mudah dikatakan, tetapi gampang-gampang susah jika dijalankan. Indikasi mahasiswa yang lulus dengan IPK tinggi saja tidak menjamin yang bersangkutan akan kreatif dan penuh inovasi. Umumnya IPK tinggi hanya menunjukkan bahwa mahasiswa tersebut patuh dalam mengerjakan tugas, rajin menyimak, mempelajari dan menguasai materi dari dosennya, sehingga ketika diberi soal ujian dapat dikerjakannya dengan baik. Otomatis, IP-nya akan baik !
Dalam pengambilan mata kuliah, bisa saja isi kurikulumnya sama, tetapi ketika diajarkan oleh dosen yang berbeda, hasil yang diterima mahasiswanya bisa berbeda. Coba kenapa itu. Apalagi waktu tatap mukanya relatif terbatas (14 – 16 kali pertemuan). Itupun yang diberikan dosen umumnya hanya berfokus pada sisi pengetahuan (knowledge) akan prosedur penyelesaian saja.
Lho untuk sukses itu, pengetahuan saja tidak cukup ya pak.
Betul, mengacu petunjuk ASCE untuk menghasilkan engineer yang kompeten, perlu tiga aspek yang perlu dikembangkan, yaitu [1] knowledge; [2] skill; dan [3] attitude. Itulah mengapa IPK tinggi tidak menjamin kesuksesan seseorang di masa depan. Apalagi jika ternyata, IPK yang tinggi tersebut diperoleh secara tidak jujur, seperti hasil mencontek, hasil memanipulasi tugas (copy-and-paste) atau hal-hal lain yang terkait dengan moral atau sikap yang buruk.
Itulah mengapa, mendidik seorang engineer yang baik, memerlukan kegiatan-kegiatan ekstra-kurikuler (luar kelas) yang mendukung.
Ikut organisasi ya pak.
Ya, tetapi itu hanya salah satu. Jenis kegiatan itu umumnya dipilih karena relatif tidak perlu modal yang besar, hanya perlu minat dan jaringan (network) untuk mendapatkannya. Itulah yang banyak dilakukan mahasiswa di Indonesia. Jadi jangan heran, jika banyak sarjana yang bergelar S.T (sarjana teknik) tetapi karirnya bukan di bidang rekayasa tetapi bidang non-rekayasa, bahkan banyak yang ternyata telah beralih menjadi politikus. Maklum, kompetensi organisasinya lebih kuat dibanding kompetensi di bidang rekayasa. Apalagi faktanya bahwa menjadi politikus itu bisa membuat kaya luar biasa dibanding engineer, tanpa perlu kerja keras yang sepadan. Iya khan. 😦
Agar kompetensi mahasiswa di bidang rekayasa berkembang, dan dapat kreatif serta penuh inovasi, maka tentunya kegiatan ekstra kurikuler juga harus terkait dengan bidang rekayasa, bidang yang dipelajarinya. Itu logis karena hal itu akan membuat jam terbang di bidangnya akan semakin meningkat, selain itu pada kegiatan tersebut secara tidak langsung dapat dimasukkan unsur lain, selain unsur pengetahuan, yaitu skill dan attitude.
Kegiatan ekstra-kurikuler mahasiswa teknik sipil yang populer dan terbesar saat ini adalah lomba kompetisi perakitan model untuk jembatan dan gedung, atau dikenal sebagai KJI (Kompetisi Jembatan Indonesia) dan KBGI (Kompetisi Bangunan Gedung Indonesia). Bayangkan, tidak terasa sampai saat ini penyelenggaraan kegiatan KJI telah menginjak tahun yang ke-sembilan. Meskipun awal mulanya kegiatan ini adalah hasil inisiatif teman-teman di Politeknik Negeri Jakarta yang didukung oleh Dikti, tetapi dalam perkembangannya KJI dan KBGI menjadi kegiatan resmi Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia, melalui Direktorat DP2M-nya Ditjen Dikti. Jadi kegiatan ini bersifat nasional dan terbuka untuk diikuti semua universitas atau institut atau sekolah tinggi yang mempunyai bidang pengajaran rekayasa teknik sipil.
Pada tanggal 28 November – 1 Desember 2013 kemarin KJI ke-9 dan KBGI ke-5 baru saja sukses diselenggarakan di Universitas Brawijaya (UB), Malang. Pada event kali ini selain sukses penyelenggaraannya, maka sukses juga cara mendokumentasikannya, dimana teman-teman UB sampai menyediakan situs khusus yang merekam secara tertulis detail kegiatan yang berlangsung. Jika belum tahu, silahkan kunjungi http://kji-kbgi2013.ub.ac.id/.
Pada acara kompetisi tersebut, saya mendapat kehormatan diundang berpartipasi sebagai salah satu Juri KJI. Tentang kepastian undangan sebenarnya telah diketahui secara lesan sebelumnya, yaitu ketika bertemu di acara Konteks-7 di UNS dengan bapak Sugeng P. Budio, Ketua Jurusan Teknik Sipil UB, selaku tuan rumah KJI-KBGI 2013 di Malang. Bagi seorang dosen, mendapat undangan untuk berpartisipasi aktif terkait kegiatan mahasiswa yang bersifat nasional seperti ini, tentu saja membuat hati merasa senang sekaligus bangga. Senang karena partisipasi yang dimaksud adalah termasuk dalam salah satu tridharma perguruan tinggi, yaitu kegiatan pengabdian pada masyarakat sekaligus dapat beranjang sana ke perguruan tinggi lain (menambah wawasan). Adapun kebanggaan yang dirasakan adalah adanya pengakuan.
Hari pertama kedatangan adalah hari Kamis, 28 November 2013, tiba dari Jakarta dengan pesawat Sriwijaya Air yang mendara di bandara Abdul Rahman Saleh, Malang. Terus terang, baru pertama kali ini naik pesawat ke kota Malang, ternyata ada penerbangan langsung dari Jakarta ke Malang. Saya pikir harus ke Surabaya dulu jika naik pesawat dan ke Malang-nya pakai perjalanan darat, ternyata tidak demikian adanya. Sampai di Malang, LO mahasiswa UB yaitu dik Irawan sudah siap menjemput dan mengantarkan saya ke hotel UB di dalam kompleks kampusnya. Ternyata kampus UB cukup megah dan padat juga oleh bangunan-bangunan tinggi. Maklum baru pertama ini mengunjungi kampus UB yang ternyata tidak kalah dari kampus ITS di Surabaya, tempat penyelenggara KJI-KBGI ke-8 setahun sebelumnya. Bahkan kelihatannya UB lebih besar.
Setelah beristirahat, sore harinya diundang ke Gazebo Fakultas Kedokteran UB untuk melihat acara penyambutan peserta atau welcoming party KJI-KBGI. Ramai sekali karena diisi oleh banyak tari-tarian oleh mahasiswanya. Jadi kelihatannya, acara ini juga dijadikan unjuk kerja dari banyak kegiatan ekstra kurikuler seni mahasiswa-mahasiswanya. Ya tentu saja, kita yang diundang menghadiri acara tersebut senang, maklum banyak hiburan.



Pada hari ke dua bertempat di lantai 8 Gedung Rektorat UB, yaitu Jumat tanggal 28 November 2013, diadakan acara technical meeting. Itu diperlukan untuk menyamakan pendapat atau interprestasi terkait “buku panduan lomba” yang merupakan acuan lomba model jembatan atau gedung yang akan diujikan besok.
Acara Jumat pagi ini sangat penting karena “buku panduan lomba” yang dimaksud, juga nantinya akan menjadi acuan utama bagi penentuan penilaian oleh para juri ketika memilih juara. Jadi “buku panduan lomba” adalah semacam spesifikasi teknis yang harus diikuti oleh para calon engineer tersebut. Jika ada perbedaan pendapat pada saat lomba maka yang dirujuk pertama adalah buku panduan lomba tersebut. Jika sesuatu telah disebut pada buku panduan lomba, maka harus diikuti, terlepas dari salah atau benar sesuatu itu. Kecuali tentu saja jika ada hal-hal baru hasil technical meeting. Itulah mengapa pentingnya acara Jumat pagi tersebut, yang telah selesai sebelum waktu ibadah Jumat. Setelah selesai, dilanjutkan dengan pengambilan nomer urut presentasi, nomer urut penimbangan dan nomer lokasi pertandingan.







Technical meeting diakhiri dengan menampung pertanyaan-pertanyaan dari para peserta terhadap klasul-klasul pada buku pedoman yang dianggap masih membingungkan atau bila dijumpai suatu pernyataan yang bertentangan (tidak konsisten) dalam isinya. Ketidak-konsistenan dalam pernyataan pada buku panduan adalah jelas suatu kesalahan, dan itu ternyata masih saja dijumpai. Nah technical meeting itulah solusi penyelesaiannya.



Setelah selesai ibadah Jumat dan juga makan siang bagi para juri, maka acara berikutnya pada hari Jumat itu adalah presentasi bagi para peserta, tempatnya adalah di lantai 2 gedung Widyaloka. Para mahasiswa peserta diminta mempresentasikan isi proposal yang telah mengantarkannya masuk finalis pada lomba ini.
Bagi juri, ini juga kesempatan untuk melakukan bechmarking bagaimana kualitas dari mahasiswa yang berasal dari berbagai perguruan dengan jurusan teknik sipil di Indonesia. Wawasan yang diperoleh dari melihat kompetisi mahasiswa-mahasiswa ini tentu modal yang bagus, bagaimana dapat mengajar lebih baik bagi mahasiswa-mahasiswanya sendiri nanti. Jadi secara langsung, dapat mengikuti kegiatan mahasiswa yang bersifat nasional ini juga menambah wawasan tentang bagaimana kualitas pengajaran di jurusan teknik sipil di Indonesia ini juga.



















Gambar-gambar di atas adalah salah satu dari banyak paparan yang dianggap menarik dan dapat dijadikan referensi mengenai bagaimana mempresentasikan jembatan model pada KJI ini .
Adapun peserta presentasi berikutnya adalah.




Di dalam mendengarkan paparan dari team ITB, ada hal yang menarik perhatian saya, yaitu code design yang digunakan. Jika team-team jembatan kayu yang lain umumnya mengacu pada PKKI 1961 atau SNI Kayu 2002 maka yang digunakan oleh team ITB ini adalah NDS 2005, yang merupakan code design kayu terkenal dari Amerika.
Tentang NDS 2005 sendiri tentu tidak perlu diragukan kemantapannya sebagai code design untuk kayu, khususnya di Amerika. Tetapi yang menjadi pertanyaan adalah mengapa code design itu yang dipilih oleh team ITB. Ini tentu menarik sekali, maklum SNI Kayu 2002 adalah SNI kayu terbaru yang notabene disiapkan oleh pakar-pakar kayu dari ITB. Jadi menarik juga faktanya bahwa SNI kayu yang saat ini banyak dirujuk oleh teman-teman dari luar ITB ternyata di internal ITB sendiri tidak digunakan. 🙂
Ketika hal itu saya tanyakan kepada team, ternyata alasannya adalah bahwa mempelajari NDS 2005 bagi mereka (team) ternyata lebih mudah dikerjakan daripada design code yang lain. Nah lho, bagaimana itu.
Fakta yang dijumpai seperti ini tentu menarik khususnya karena aku adalah dosen mata kuliah kayu di UPH, dimana materi yang kuajarkan masih mengacu pada PKKI 1961, yang relatif sederhana dan mudah dipahami daripada SNI kayu yang terbaru. Buktinya, adik-adik mahasiswa di ITB-pun tidak memakainya. 😀
Wah kalau PKKI 1961 khan sudah out-of-date pak, nggak benar itu. Agar mudah dipelajari (dikuasai) dan tidak ketinggalan jaman maka tentunya lebih baik mengikuti seperti yang digunakan oleh adik-adik team ITB itu ya pak, yaitu NDS 2005. Benar khan pak Wir.
Begitu ya. Suatu argumentasi yang menarik. Saya yakin argumentasi seperti inilah yang biasa diutarakan oleh teman-teman dalam mensikapi perubahan global yang begitu cepat. Pada satu sisi, informasi begitu cepat datang, meskipun fakta lapangan belum tentu mendukung, tetapi karena merasa ego, nggak mau kalah, maka teman-teman yang merasa sudah menguasai materi baru yang datang, cepat-cepat mensosialisasikan ke masyarakat. Dianggapnya itu sebagai respon engineer yang benar dalam menghadapi kemajuan jaman.
Lho apa yang salah pak. Khan memang harus begitu.
Benar. Tetapi kita tidak bisa melihat hanya dari satu sisi saja. Peraturan kayu lama, yaitu PKKI 1961 adalah jelas produk yang sudah kuno. Di dunia ini, di luar negeri khususnya di Eropa dan Amerika sudah beredar peraturan baru yang lebih up-to-date untuk dipelajari tentang kayu. Tetapi itu tidak berarti kita langsung bisa latah mengadopsinya. Lihat dulu, apakah kayu sebagai bahan material konstruksi di Indonesia juga telah berkembang sedemikian maju sehingga mendukung penggunaan design code yang modern. Ini yang perlu dipikirkan.
Jadi ketika melihat presentasi adik-adik mahasiswa dari ITB, dapat diketahui bahwa safety factor (SF) yang digunakan untuk kayu adalah 1.5, dianggap sama seperti bahan material konstruksi lainnya, seperti baja. Apakah hal ini berani digunakan untuk bahan material kayu yang ada. Sebagai gambaran, praktikum kayu di UPH dengan bahan kayu dari toko-toko material di sekitar Tangerang menunjukkan bahwa mutunya sebagian besar tidak memenuhi syarat untuk disebut sebagai kayu mutu A atau B sesuai persyaratan PKKI 61, juga kandungan airnya tidak memenuhi syarat, umumnya lebih besar. Itu menunjukkan bahwa kualitas kayu yang dijumpai di pasaran, khususnya di daerah Tangerang dan sekitarnya, lebih buruk dibanding kualitas kayu sesuai syarat PKKI 61. Jadi dalam menggunakan design code jangan sembarangan, harus melihat situasi dan kondisi.
Selanjutnya yang presentasi adalah team dari UI.

Adapun yang terakhir adalah team tuan rumah yaitu team Edelweisss dari Universitas Brawijaya.

Mungkin karena menjadi tuan rumah, maka team Edelweiss dari UB terlihat sangat bersemangat sekali ketika presentasi. Semua team berpartisipasi aktif dalam presentasi bahkan kesannya sudah terarah mengikuti skenario yang telah disiapkan. Bila content yang ditampilkan lebih mendetail maka tentunya presentasi yang diberikan akan lebih berbobot.
Keesokan harinya, yaitu Sabtu tanggal 30 November 2013 bertempat di Gedung Samantha Krida, acara dimulai dengan dibuka secara resmi, baik dalam bentuk defile para peserta maupun sambutan formal dari pihak DIKTI dan UB.


















<< wah masih banyak data yang dapat diunggah, tetapi karena sudah banyak web-site yang ditulis tentang KJI-KBGI 2013, aku up-load dulu threat yang belum selesai ini ya. Moga-moga sisanya dapat dilanjut >>
Ini aku up-load dulu foto-foto yang kudapat.



Reblogged this on auliyanusyura's blog.
SukaSuka
Salam pak wir
Pak mau nanya terkait acuan yang digunakan team ITB. Disitu SF yang digunakan 1.5 dianggap sama seperti material beton atau baja. Melihat kalimat selanjutnya yang dipaparkan sepertinya bapak tidak setuju ya pak ? Seharusnya menurut bapak seperti apa ?
Untuk metoda desain, mereka menggunakan ASD atau LRFD ya pak?
Terima kasih pak.
SukaSuka
Sdr HS,
Anda cukup peka dengan pesan yang saya selipkan pada artikel di atas. Terima kasih, meskipun mungkin saja kepekaan tersebut juga disebabkan karena anda tidak terima dengan komentar yang saya berikan. 😀
Begini ya pak HS, yang namanya pemilihan metoda atau strategi perencanaan, apakah mengacu pada suatu code yang terbaru atau masih memakai code yang lama tentu perlu dipertimbangkan secara matang. Jangan sekedar karena uraian dari suatu code yang lebih mudah dipahami, dan kemudian bahkan setiap pernyataan atau konstanta yang disajikan, lalu dapat ditelan mentah-mentah.
Catatan : itu saya kutip dari jawaban team ketika saya tanyakan, alasan yang mendasari pemakaian NDS 2005 sebagai petunjuk perencanaan pada laporan yang mereka sajikan.
Kepada team ITB pada waktu itu saya hanya mengingatkan tentang dua hal yang penting, yang mungkin saja akan berpengaruh pada pemahaman kita semua, bagaimana suatu code atau peraturan perlu kita pahami.
Pertama. Ini tentang peraturan kayu kita yang terbaru, SNI 2000 (atau 2002) yang kalau tidak salah juga mengacu pada NDS di Amerika. Memang tidak ada tulisan yang menyebut, siapa penyusunnya, tetapi karena di halaman depannya tertulis “Bandung, November 2000” maka wajar saja kalau saya beranggapan mahasiswa atau dosen kayu di Bandung akan memakainya. Dan karena di sebutkan kota Bandung pula, maka dugaan saya waktu penyusunannya juga pasti akan melibatkan teman-teman pakar kayu dari ITB (maklum gudangnya pakar khan, jadi kalau sampai tidak dilibatkan, khan kebangetan). Bahkan waktu saya tanya ke mereka (team) : “Lho bukankah SNI Kayu yang terbaru itu yang membuat adalah dosen-dosen ITB, senior anda. Mengapa anda tidak memakainya. Maklum teman-teman di luar ITB, bahkan banyak yang menggunakannya sebagai rujukan. Lucu juga khan.
Kedua. Ini merupakan alasan yang lebih penting menurut saya. Pemakaian NDS 2005 dengan bahan material dari Amerika maka jelas tidak salah. Adapun pemakaian NDS dengan bahan material dari lokal, dalam negeri. Nah ini yang patut dipertanyakan. Maklum, kualitas kayu antara pasaran dalam negeri dan di Amerika jelas tidak sama. Jadi jika pakai kayu produk pasar Amerika, maka pemakaian S.F = 1.5 tentu tidak masalah. Tetapi jika memakai S.F yang sama untuk produk kayu Indonesia, jelas tidak cukup.
Sebagai contoh, saya mengacu pada PKKI 1961, di sana disebutkan bahwa kukuh tekan mutlak kayu kelas I adalah >> 650 kg/cm^2. Adapun tegangan tekan yang diijinkan kayu kelas kuat I untuk perencanaan adalah 130 kg/cm^2. Itu berarti S.F-nya adalah 5. Bayangkan lima (5), yang berarti 3 kali lipatnya.
Pada tahap ini mungkin anda dapat saja tertawa, mengapa saya mengacu PKKI 1961, itu khan kesannya sudah out-of-date. Memang kalau melihat angka tahunnya, yang berarti sudah lebih dari 53 tahun, maka memang terkesan kuno. Harapannya dengan usia seperti itu maka kondisi kayu di Indonesia akan lebih baik. Padahal, apakah seperti itu kejadiannya, lebih baikkah.
Sebagai seorang ilmuwan maka tentu perlu data untuk menjawabnya. Kebetulan sudah dua tahun ini, mata kuliah struktur kayu di UPH, saya yang pegang. Sehingga ada kesempatan bagi saya untuk meminta mahasiswa melakukan praktikum uji material kayu (mengacu pada ASTM). Material kayu dibeli dari penjual kayu di sekitar Jabodetabek. Apa yang terjadi, dari puluhan kelompok mahasiswa yang menguji, saya mendapatkan data bahwa kondisi kayu yang dijual di sekitar Jabodetabek atau sekitar kampus UPH ternyata mempunyai kualitas yang tidak lebih baik dari yang ditetapkan PKKI. Hampir semua kayu tidak memenuhi syarat mutu A dan B dari PKKI, juga kadar airnya hampir semua > 15%. Padahal PKKI menyebutkan kadar air itulah jenis kayu di Indonesia.
Dengan cara pikir seperti itulah maka saya meragukan jika angka S.F = 1.5 digunakan untuk perencanaan kayu di Indonesia. Pasti tidak akan cukup. Itulah latar belakang mengapa pertanyaan tentang S.F kepada adik-adik dari team ITB diajukan. Semoga berguna.
SukaSuka
Reblogged this on ota(k)uya.
SukaSuka
Ping-balik: kenangan 2013 dan harapan 2014 | The works of Wiryanto Dewobroto
Reblogged this on Caraka and commented:
Lama sekali tidak membaca blog punya pak Wir ini… Sekarang kalau baca ini rasanay gimana gitu… Dah jauh dari dunia teknik sipil, tapi soal KJI dan KBGI, cukup membawa cerita lama muncul ke permukaan… #sok asik
SukaSuka
selamat malam pak wir, saya sandra restu aditya dari UNIVERSITAS NEGERI MALANG,
saya adalah satu penggemar dari buku bapak.
saya mau tanya pak, terkait KJI-KBGI 2014.
kapan dan dimana pelaksanaannya pak?
mohon infonya pak.
terima kasih
SukaSuka
Dari informasi yang saya tangkap dari para pelaksana KJI-KBGI 2013 yang lalu, yaitu JTS-UB, Malang. Saya mendapat informasi bahwa tahun ini perguruan tinggi yang ditunjuk adalah salah satu perguruan tinggi swasta di kota Malang juga. Hanya memang informasi resmi memang belum ada, bahkan teman-teman penyelenggara lamapun juga bertanya-tanya. Itu saja yang saya tahu dik.
SukaSuka