Selain mengajar mata kuliah Struktur Baja (2 sks x 3 = 6 sks) di Jurusan Teknik Sipil UPH, saya juga mengajar mata kuliah Struktur Kayu (2 sks). Dua mata kuliah yang menurut Badan Musyawarah Pendidikan Tinggi Teknik Sipil Seluruh Indonesia (BMPTTSSI) dianggap tidak penting dibanding mata kuliah Struktur Beton. Ini dikarenakan ada info bahwa jumlah sks keduanya didiskusikan untuk dikurangi. Adapun yang Struktur Beton tidak diotak-atik. Nggak tahu kelanjutannya saat ini (up-dated tulisan 19 Juli 2017).
Pernyataan diatas bisa dianggap subyektif dan relatif sifatnya. Mungkin karena kebetulan saya mengajar keduanya dan bukan Struktur Beton. Padahal kalau dari latar belakang saya dulunya khan seorang praktisi struktur, sehingga akan melihat bahwa ilmu struktur baja sama pentingnya dengan ilmu struktur beton. Maunya sih menguasai kedua-duanya, hanya saja saya ingat sekali ketika baru lulus dulu, dan kemudian bekerja di kantor konsultan rekayasa struktur, merasakan sekali bahwa ilmu struktur baja waktu itu relatif lebih sukar dibanding mempelajari ilmu struktur beton. Permasalahan stabilitas pada struktur baja sangat mendominasi dalam perencanaan, dibanding jika untuk struktur beton. Jujur saja, sejak awal saya ini lebih menguasai ilmu struktur beton dibandingkan ilmu struktur baja (maksudnya lebih pede mengerjakan pekerjaan perencanaan struktur beton dibanding struktur baja). Menariknya pada kasus-kasus tertentu, karena dianggap sebagai ahli struktur, maka mempelajari juga ilmu struktur kayu. Jadi saya membayangkan, bahwa seorang ahli struktur tentunya harus mengusai ketiga ilmu struktur tadi.
Nah dengan modal ke tiga ilmu tersebut (ilmu struktur baja, ilmu struktur beton, ilmu struktur kayu), adapun ilmu analisa struktur jelas suatu prasyarat untuk menguasai ke tiga ilmu tersebut. Maka bolehlah masuk pada aplikasikasinya, apakah itu gedung tinggi (gempa) maupun jembatan bentang panjang (angin / fatig).
Nah dengan latar belakang seperti itu, lalu kemudian membaca rekomendasi kurikulum wajib dari BMPTTSSI, yang memberi bobot mata kuliah struktur baja (5 sks) vs mata kuliah struktur beton (6 sks) tentu melihatnya agak terhenyak. Apalagi mengetahui bahwa saat ini BMPTTSSI tidak mewajibkan mata kuliah Struktur Kayu untuk diajarkan di Jurusan Teknik Sipil. Mata kuliah tersebut hanya dianggap muatan lokal Universitas. Jadi kalaupun ternyata di universitas tersebut, dosennya tidak ada maka boleh saja mata kuliah tersebut tidak dibuka bahkan tidak disebutkan sekalipun.
Lho bukankah BMPTTSSI adalah perkumpulan perguruan tinggi di Indonesia, yang menunjukkan kesepakatan para ahli teknik sipil Indonesia khan pak. Jadi setiap rekomendasinya harus dituruti dong.
Bagi awam memang terlihat seperti itu. Itu paguyuban perguruan tinggi teknik sipil, harapannya adalah menjadi corong agar didengar oleh pemerintah, yah seperti asosiasi begitulah. Dengan berkumpul bersama seperti itu, maka harapannya mereka punya nilai tawar untuk didengar. Jadi ketika kementrian Dikti ingin merumuskan materi penting teknik sipil agar suatu perguruan tinggi dianggap bermutu, maka mereka bisa bertanya kepada BMPTTSSI, yang dianggap mewakili semua perguruan tinggi teknik tersebut.
Dengan cara demikian maka pemerintah dapat melihat bahwa suatu jurusan teknik sipil di Indonesia,yang memberi atau mengajar Struktur Beton (6 sks) dan Struktur Baja (5 sks), tanpa memberikan mata kuliah Struktur Kayu pun, dapat dianggap sudah bermutu. Maklum sudah sesuai dengan rekomendasi BMPTTSSI. Gitu lho.
Jadi Jurusan Teknik Sipil di UPH juga mengikuti rekomendasi tersebut ya pak Wir ?
UPH adalah anggota aktif BMPTTSSI, ketua Jurusan kami selalu aktif mengikuti acara-acara yang diselenggarakan. Itulah mengapa kami tahu perkembangan yang ada. Pimpinan kami tidak terlalu ngotot akan keputusan rekomendasi di atas, karena itu hanya mendefinisikan ketentuan minimum. Sebagai Jurusan Teknik Sipil yang terakreditasi A tentu saja tidak cukup hanya memberikan yang minimum. Jadi kelihatannya rekomendasi itu dibuat untuk mengantisipasi kelangkaan dosen di bidang Struktur Baja dan Struktur Kayu. Jadi daripada memberikan materi tidak bermutu, atau menghindari perlunya mengangkat dosen dari luar kampus (yang mahal) maka dengan adanya ketentuan BMPTTSSI maka kewajiban institusi tentu akan lebih ringan.
Lho jadi itu bukan untuk menghasilkan insinyur Indonesia yang berkompeten tho pak Wir ?
Kalau pertanyaan seperti itu sih mudah dijawab. Toh konstruksi di Indonesia itu khan mayoritas struktur beton, jadi kalaupun tidak terlalu kompeten di Struktur Baja , atau tidak bisa sama sekali pun tentang Struktur Kayu, maka itu tidak menimbulkan masalah.Ya khan. 😀
Kalau begitu mengapa pak Wir galau ?
Kelihatan galau ya. Pertama-tama mungkin karena saya mengajar ke dua mata kuliah tersebut. Tetapi itu tidak berarti saya hanya menguasai keduanya, tidak juga. Bahkan saya sebutkan di atas, bahwa ilmu struktur yang pertama-tama saya kuasai (untuk bekerja) adalah ilmu struktur beton. Adapun ilmu struktur baja mulai aku pelajari secara khusus ketika melihat bahwa di kantor konsultan waktu itu, yang menguasainya tidak banyak. Jadi sejak itu, saya belajar sendiri tentang ilmu tersebut, sampai berpuncak pada penulisan buku Struktur Baja Edisi ke-2, yang sebentar lagi akan dilaunching di seminar HAKI tanggal 23 Agustus ini.
Sebagai seorang pengajar mata kuliah tersebut, dan menyadari bagaimana beratnya mempelajari ilmu struktur baja dibanding ilmu struktur beton, maka ada rasa keberatan akan rekomendasi dari BMPTTSI yang hanya memberikan bobot 5 sks (baja) dibanding beton yang 6 sks. Logikanya, jika jumlah perhatian waktunya kurang dalam proses pembelajaran di kelas, bagaimana bisa mereka (mahasiswa) menguasai ilmu stuktur baja sama baiknya dengan ilmu struktur beton. Saya hanya prihatin kedepannya akan kondisi insinyur Indonesia nanti. 😦
Oleh sebab itu, daripada saya berdebat dengan BMPTTSI, yang mungkin tidak ada ahli bajanya yang sanggup memberikan argumentasi bahwa materi struktur baja harus sama bobot minimal dengan struktur beton, maka lebih baik aku tunjukkan ilmu struktur baja itu seperti apa. Itulah salah satu alasan kuat yang mendasari mengapa saya perlu menulis buku Struktur Baja.
Wah sombong itu pak Wir, emangnya ilmu struktur baja Bapak lebih baik dari orang-orang atau ahli-ahli teknik sipil yang tergabung dari BMPTTSI. Itu seluruh Indonesia lho pak.
Bisa saja orang punya pemikiran seperti itu. Tetapi itu perlu untuk menunjukkan bahwa aku tidak sekedar bisa mengeluh, sekedar mempertahankan posisiku agar dapat gaji (bisa mengajar ilmu struktur baja). Kalaupun nanti materi di buku Struktur Baja ku mau diuji dan dibandingkan dengan materi ahli-ahli dari BMPTTSI ya monggo. Itu akan lebih baik bagi Indonesia. Silahkan dievaluasi buku materi Struktur Baja yang aku tulis. 😀
Wah pak Wir ini, terlalu pede. 😀
Kalau ilmu struktur kayu bagaimana pak Wir ?
Lho dosen khan memang harus pede. Kalau nggak pede, bagaimana nanti muridnya. Selanjutnya tentang kayu ya. Nah itu masalahnya. Sebagai mata kuliah yang tidak wajib, maka tidak setiap jurusan teknik sipil memilikinya. Selanjutnya saya juga melakukan survey, bahwa dosen-dosen yang mengajar mata kuliah tersebut kebanyakan latar belakangnya bukan orang-orang yang khusus mempelajari ilmu tersebut. Jadi materinya standar banget, sekedar memenuhi kelengkapan pengajaran. Ini yang menyebabkan mengapa struktur kayu, tidak maju-maju di Indonesia.
Emangnya pak Wir juga pernah jadi tukang kayu ?
Pertanyaan yang menohok ini. Ya jelas belum pernah. Kalaupun pernah jadi tukang kayu, maka mungkin saya tidak jadi dosen lho, tetapi bahkan jadi presiden. 😀
Ya saya sih maksudnya tidak seekstrim itu. Begini maksudnya, saya pernah ketemu dosen yang mengajar struktur kayu, perasaaan yang mereka sampaikan, mereka tidak bangga mengajar mata kuliah tersebut. Itu bisa juga karena kajur mereka melihat mata kuliah struktur kayu adalah suatu hal yang sepele, setiap orang bisa mengajar. Adapun orang yang mengajar mau menerima tantangan agar dapat gaji sebagai dosen. Nah bagaimana itu.
Jadi sebaiknya bagaimana pak Wir ?
Ya saya sih berharap, mengajar struktur kayu harus sama bangganya seperti mengajar mata kuliah struktur baja. Ini bahkan langkah awal agar materi struktur kayu dapat dibanggakan dan tidak disepelekan lagi oleh BMPTTSSI, yang mewakili mayoritas ahli teknik sipil Indonesia.
Bagaimana itu ?
Bagi dosen struktur kayu tentu saja ini sangat penting sekali. Kalau ini nggak bisa, he, he, siap-siap didepak mengajar lho. Itu akan terjadi jika kajurnya melihat bahwa struktur kayu itu nggak penting dan mengikuti rekomendasi BMPTTSSI. Dosen-dosen struktur kayu, waspada lho, atau siap-siap mengajar bidang lain.
Emangnya pak Wir bangga, mengajar struktur kayu di banding struktur baja.
Kamu koq bertanya seperti itu kepada Wiryanto, ya jelas dong. Saya ini salah satu penganut pepatah; dimana bumi di pijak, disana pula langit dijunjung. Saya diberi tugas mengajar Struktur Kayu di UPH, maka langkah pertama adalah menyiapkan materi yang nantinya dapat dibanggakan. Untuk materi kuliahku yang lain, sudah jelas, semuanya sudah aku buat bukunya, dan ingat semuanya best seller. Padahal buku-bukuku harganya mahal lho, bahkan kalau aku bandingkan dengan buku-buku teknik sipil yang ada di toko buku , maka bukuku yang hanya bisa dibeli on-line atau sewaktu buka stand di seminar, adalah yang paling mahal. Meskipun begitu, habis juga khan. << ge er mode on >>
Catatan : mohon maaf, bukan maksud saya untuk menyombong, maklum ini diperlukan untuk promosi buku (ini contoh tanggapan pembaca akan buku saya). Ibarat pepatah, semua penjual kecap akan menyebut kecapnya No.1. Jadi karena saya selain dosen juga merangkap penulis buku, maka tentunya demikian juga. 😀
Untuk materi struktur kayu, tentu tidak semudah struktur baja. Salah satunya adalah tidak adanya dukungan dari komunitas ahli teknik sipil, contohnya ya seperti dari BMPTTSSI yang menganulir kewajiban untuk mata kuliah Struktur Kayu tersebut. Itu jelas-jelas keputusan dari mayoritas yang membuat Indonesia tidak maju. Saya juga tidak melihat orang-orang baik pada diam akan hal itu. Tidak peduli. Orang-orang baik, adalah para ahli yang memang serius menggeluti tentang kayu. Pada diam, atau bisa juga para protes tetapi saya tidak tahu.
Oleh sebab itu, saya juga berkesimpulan bahwa para ahli kayu kita selama ini telah gagal untuk mempromosikan kayu sebagai bahan material konstruksi yang perlu dipelajari di perguruan tinggi. Itu sebabnya saya perlu menggali materi dari negara lain. Itu berarti materi struktur kayu yang saya berikan tidak berfokus untuk menciptakan ahli kayu yang dapat langsung bekerja setelah lulus. Bukan itu fokusnya, maklum di praktik saat ini, kayu tidak lagi dianggap sebagai material konstruksi utama. Sudah kalah oleh material beton dan baja.
Itu terjadi jika kayu ditinjau dari segi kekuatan dan keandalan struktur. Material kayu akan terlihat unggul jika dikaitkan dengan konservasi alam, pencegahan efek rumah kaca dan sebagainya. Karena Indonesia saat ini masih berfokus pada keuntungan materi (ekonomi) maka tentu aspek-aspek tersebut masih tidak menjadi perhatian penting, masih diabaikan. Ketika nanti, hal itu menjadi penting, maka baru di situ material kayu akan unggul dibanding beton dan baja. Itu akan terjadi nanti, kapan ? Saya nggak tahu.
Yang di luar, di negara maju, hal itu telah menjadi fokus mereka. Itulah mengapa materi struktur kayu yang saya berikan akan banyak merujuk ke sana.
Pak Wir ini gimana, SNI Kayu kita yang terbaru saja sudah ada ( SNI 7973-2013 – Spesifikasi desain untuk konstruksi kayu), tertarik untuk download (6 Mb) klik di sini. Koq masih merujuk ke luar negeri. Nggak cinta produk dalam negeri ya pak ?
Bukan begitu dik. Saya tahu itu. Pertanyaan pertama adalah, mengapa para ahli BMPTTSI juga mengabaikan hal itu. Mereka tentunya tahu, bahwa konstruksi kayu itu bagian penting sampai-sampai dibuat SNI-nya. Kedua, kalau anda pelajari materi tersebut, nggak mudah. Padahal tahu sendiri, bobot sks struktur kayu hanya 2 sks dibanding 6 sks (beton). Jadi kalau saya memaksakan untuk memakai SNI kayu yang terbaru itu, maka bisa-bisa mahasiswa muak. 😀
Oleh sebab itu, di materi struktur kayu saya nanti, akan mamakai konsep perhitungan elastis yang juga dipakai oleh peraturan kayu lama (PKKI). Ini sekedar untuk mendukung aspek untuk perhitungan untuk perencanaan struktur kayu itu sendiri, fokusnya adalah keamanan. Saya akan banyak memakai materi Engineering Mechanic, yang lebih mudah dipahami dibanding ketentuan SNI di atas. Selain itu, di materi saya nanti, mahasiswa akan diarahkan untuk praktikum kayu, untuk melihat secara empiris bagaimana perilaku material kayu yang bersifat anisotropis, yang unik. Ini bahkan lebih penting daripada memahami SNI di atas. Maklum, materi yang di SNI baru tersebut tidak mudah didapat di lapangan (masyarakat). Itu hanya valid jika mau nulis jurnal tentang kayu. 😀
Selain itu, saya juga meminta mahasiswa untuk melihat materi kayu di You Tube, dan membuat rangkuman, apa saja yang mereka peroleh tentang itu. Di bawah ini ada beberapa video yang aku minta untuk dilihat dan ditulis tanggapannya.
Video 1 : Advanced Engineering Concepts in Solid Wood Construction
Video 2: Large Wood Buildings in Europe
Video 3: Complex Structures: Solutions in Wood
Video 4 : Wood Construction: Educational Institutions
Video 5 : Timber Bridges
Ke lima video di atas perlu dilihat, minimal untuk mengetahui potensi ilmu struktur kayu. Jelas terlihat ada masa depannya. Itu mengapa, saya prihatin dengan rekomendasi yang diberikan BMPTTSSI bagi pendidikan tinggi teknik sipil di Indonesia, yang melihat bahwa struktur kayu tidak penting dan tidak dijadikan ilmu wajib untuk dipelajari bagi calon Insinyur Indonesia.
Tentu saja, materi videonya tidak itu saja. Itu saya pilih karena saya sudah melihat dan cukup dijadikan wawasan bagi calon mahasiswa yang akan mempelajari struktur kayu, khusus di Jurusan Teknik Sipil UPH.
Jika ada yang lain yang dianggap lebih efektif materinya, diberi tahu ya. Untuk sementara kuliah di sesi pertama ini sampai di sini dulu. Syalom.
Tulisanku yang lain tentang Struktur Kayu :
- mengapa Struktur Kayu harus dihapus ? – ! April 2016
- tanggapan – Kurikulum Inti Teknik Sipil 2015 – 31 Maret 2016
- Struktur kayu, inikah kondisimu ? – 6 Juni 2012
- Struktur Kayu – 24 Mei 2011
- Konstruksi Kayu Indonesia – apa kabar ? – 4 November 2007