Ini judul agak melankolis, terkesan seperti sebuah keluhan. Tapi jelas, bukan itu maksudku. Maklum di era media sosial atau eberita seperti sekarang ini, maka dengan modal gadget kurang dari dua juta rupiah, mudah sekali kita menyusun kata, baik yang sifatnya positip atau negatif. Apalagi ada dukungan om Google. Sedikit mau meluangkan waktu dan berlogika sedikit, sudah deh sekumpulan kata bijak siap diungkapkan. 😀
Tulisan kata-kata bijak, dengan maksud tentunya berbagi kebahagiaan juga untuk menunjukkan aku itu begitu lho. Ini tentunya yang banyak diharapkan, seperti halnya kalau punya mobil baru yang lagi ngetrend. Maunya orang sekampung, dikunjungi. 😀
Tapi juga untuk menina-bobokan orang lain, agar jangan sampai orang lain tahu, siapa kita. Banyak juga kata-kata yang negatif sifatnya, ungkapan kekecewaan, mengapa harapannya tidak terkabulkan. Lihat saja itu ungkapan-ungkapan ke pak Ahok, maklum sekarang ini khan banyak dana-dana siluman, yang dahulu mudah didapat dengan mengatas namakan sekelompok tertentu, ternyata saat ini banyak yang terpangkas. Itu tidak hanya ratusan, tetapi juga jutaan bahkan milyaran rupiah besarnya. Tahu sendiri, yang dahulu selalu terpapar dengan dana sebanyak itu, tetapi sekarang tidak, maka yang paling mudah adalah melakukan perang kata. Sedikit menemukan logika yang mendukung penulisan kata tersebut, langsung saja dituliskan di media sosial.
Adanya kata-kata yang terucap, lalu dituliskan pada media elektronik dan ketemu orang-orang yang sepemikiran. Maka langsung saja menjadi viral, negatif atau positip.
Maklum, adanya kata-kata yang ternyata sepemikiran dengan kita, maka rasa-rasanya kita menjadi terhibur. Bahwasana pemikiran kita adalah tidak sendirian.
Ternyata kata-kata yang diungkapkan, bila benar sesuai dengan kita, akan dapat menjadi hiburan hati. Itulah alasannya mengapa media televisi memanfaatkannya. Muncullah para motivator.
Paling gampang sebenarnya motivator berbasis agama atau tepatnya kitab suci. Maklum, siapa sih di Indonesia ini yang berani melecehkan kitab suci suatu agama. Maklum banyak yang menganggap isinya adalah suatu kebenaran mutlak, tentu bagi para pemeluknya.
Bagi yang sudah advance, tentu tidaklah demikian. Apalagi jika isi kitab suci tersebut hanya benar bagi suatu pemeluk tertentu, bahkan berlawanan dengan isi kitab suci agama yang lain. Para motivator ulung tentu akan piawai memakainya. Ngapain memakainya, jika hal itu akan menjadi provokator. Aku sebut ulung, karena mereka pintar memilih kata-kata yang bersifat universal. Ini penting agar kalangan masyarakat yang terhibur menjadi semakin luas. Jika demikian maka pemirsa atau pendengarnya akan banyak, itu berarti doku semakin banyak teraup.
Hanya saja motivator kehidupan adalah gampang-gampang susah. Gampangnya adalah bahwa semakin terkenal dianya, maka kata-kata sederhana yang diucapkannya pun dapat menjadi populer. Pada tahap tersebut kata-kata yang diungkapkan menjadi sama pentingnya dengan siapa yang mengatakannya. Apalagi dengan setting sekarang, kata-kata yang menghibur dan diucapkan oleh orang yang terkenal, menjadi bertambah populer karena dapat di sharing-kan dengan mudah, via media sosial.
Susahnya, semakin terkenal orangnya, kadang susah memisahkan diri pribadi dengan kata-kata yang diungkapkan tersebut. Kata yang buruk jika diungkapkan orang lain, bisa menjadi baik, jika dia yang mengungkapkan. Apalagi jika didukung oleh tampilan diri yang flamboyan, istri cantik dan keluarga yang sehat serta kaya raya. Jadilah dia, idola semua orang. Maklum, semua pemirsa yang terhibur pastilah akan menghubungkan antara kata-kata yang beliau ucapkan dengan gemerlap (bahagia) kehidupannya. Itu pasti.
Jadi heran juga jika masih saja ada orang-orang yang mengatakan, untuk memisahkan kata-kata hiburan atau nasehat baik tersebut dengan orang yang mengatakannya. Ambil saja nasehatnya, dan jangan lihat siapa yang mengatakannya. Mutiara itu akan tetap mutiara, meskipun gembel yang memberikannya. Itu biasanya yang dijadikan pembenar logika yang diberikan.
Banyak orang yang akan mengangguk-angguk akan penjelasan tersebut. Hanya saja bagi orang yang mau mikir, bagaimana kita tahu bahwa itu (yang diberikan) adalah mutiara. Mutiara adalah memang gampang diketahui, coba kalau hal lain, yang kelihatannya bagus tetapi ternyata itu racun. Tentu siapa pemberinya akan menjadi sangat penting.
Nah kalau sampai masuk pada tahapan akan kesamaan akan kata dengan perbuatan, yaitu menjadi teladan, tentu adalah tidak gampang atau bisa disebut susah. Apalagi jika motivasinya hanya sekedar menjadi terkenal agar bisa menjadi mata pencaharian seperti halnya para motivator di televisi tersebut.
Maklum, bisa kehidupan adalah selalu berkonotasi dengan waktu. Itu tidak menyangkut hanya waktu sekarang, tetapi juga masa lalu dan masa mendatang. Itu menyangkut akan sejarah kehidupannya.
Eh pak Wir khan juga ahli menyusun kata, bahkan telah terkumpul beribu-ribu lembar pada buku-buku Bapak. Bagaimana itu ?
Benar, dalam kaitannya itu, aku juga ahli penyusun kata. Hanya saja bagiku itu lebih ringan karena hanya menyangkut tentang ilmu pengetahuan, sangat terbatas dibanding dengan penyusun kata untuk memenuhi aspek-aspek kehidupan manuasia. Bahkan ilmu pengetahuan yang aku pilihpun juga terbatas, hanya aspek structural engineering. Apalagi setiap kata-kata yang aku pilih untuk disusun, selalu berlindung pada paper-paper ilmiah yang aku rujuk. Jadi kebenarannya bisa teruji dengan jelas, dan bahkan bisa dipisahkan dengan kehidupanku pribadi.
Karena kata-kata yang aku pilih untuk buku-bukuku adalah sudah teruji berdasarkan literatur terkini yang ada, maka meskipun buku yang aku tulis itu relatif jarang ditemukan di Indonesia, maka aku pede-pede saja. Itu pula alasannya, meskipun aku juga penyusun kata (tertulis) tetapi aku tidak disebut motivator, paling yang disebut penulis atau pakar.
Para motivator selalu terkait dengan kesuksesan kehidupan. Aku di kelas juga kadang seperti itu, misalnya aku mengatakan “bila kamu (muridku) mampu menguasai ilmu teknik sipil dengan baik, maka kamu dapat bekerja dengan gaji yang baik pula“. Oleh sebab itu jadilah lulusan sarjana teknik sipil yang terbaik, jangan puas hanya sekedar jadi sarjana teknik sipil doang. Akupun juga demikian, tidak hanya puas karena telah lulus S3, tetapi aku harus menunjukkan misalnya dengan menulis buku terkait kepakaranku. Kelihatan khan bedanya, lebih percaya diri dalam mengungkapkan ilmu. Itu perlunya menjadi S3. Karena kalau hanya lulus S3 saja, maka belum tentu anda tahu tentang aku. Iya khan. Nah itu motivasi-motivasi agar membuat murid-muridku pede.
Nah kalau jadi motivator umum, tentu mereka perlu melaraskan antara ucapan dan tindakan yang mereka kerjakan, serta hasilnya. Mereka akan dinilai dari sisi kekayaan yang mereka punya, dan cara mereka menikmatinya. Glamour, sederhana dan semacamnya, itu akan menjadi penilaian masyarakat. Seperti yang saat ini terjadi pada diri motivator terkenal, yaitu bapak Mario Teguh. Sudah tahu masalahnya, jika belum, baca saja di sini, atau ini, atau ini juga.
Itulah risiko menjadi orang terkenal, semakin tinggi semakin terlihat oleh semua orang. Jika sisi positip yang terlihat, maka akan semakin terkenal lagi orang tersebut, tetapi kalau sebaliknya, maka tentu akan menimbulkan kekecewaan banyak pihak. Bisa-bisa keterkenalannya itu terpengaruh, bahkan bisa hilang nantinya.
Itu alasannya mengapa ada petuah, “eling lan waspodo”, selalu ingat dan selalu waspada, maklum cobaan itu bisa dalam bentuk apa saja. Apa yang ditanam sekarang, bisa menjadi berkat atau masalah di kemudian hari. Bagi orang kristiani tentu akan ingat akan doa Bapa Kami, yang selalu mendaraskan “jauhkanlah kami dari pencobaan“. Ternyata hal-hal buruk atau masalah bisa saja terjadi pada orang yang dianggap orang adalah ahli penyusun kata-kata (nasehat) emas atau golden words.
Hidup memang tidak semudah menyusun kata.
jadi sebaiknya kita ngasih kata kata bijak atau tidak?
SukaSuka