Saya penanggung jawab mata kuliah struktur kayu di UPH. Mata kuliah yang oleh sebagian program studi teknik sipil di Indonesia, mulai ditinggalkan. Itu bisa terjadi karena adanya perubahan ketentuan mata kuliah tersebut dari “wajib” menjadi “optional” (sebagai muatan lokal) oleh Badan Musyawarah Pendidikan Tinggi Teknik Sipil Seluruh Indonesia (BMPTTSSI). Atas dasar itu, maka tidak salah jika akhirnya UI, yang lingkungannya dikelilingi banyak gedung bertingkat, memutuskan menghapusnya dari kurikulum. Jangan harap sarjana teknik sipil lulusan UI tahu tentang konstruksi kayu, kecuali tentu atas inisiatif pribadi.
Program studi teknik sipil yang masih mempertahankan mata kuliah struktur kayu, setahu saya adalah UGM, Unpar dan UB. Banyak yang lain tentunya, tetapi saya tidak tahu persis. Jadi itu hanya contoh saja.
Untuk UGM belum dihapus karena punya banyak ahli struktur kayu. Seingat saya, ada bapak Suwarno (alm.), yang buku-bukunya terkenal di jaman kuliah dulu, bapak RJB Soehendrodjati (sudah pensiun, dan saya pernah menjadi asistennya untuk mata-kuliah KBG = Konstruksi Bangunan Gedung), Prof Morisco (alm.) yang menguji skripsi saya, dan yang selanjutnya banyak melakukan riset dengan material bambu. Kalau sekarang, tongkat estafet keilmuan struktur kayu beralih kepada Dr. Ali Awaludin, dibantu koleganya, ibu Dr. Inggar Septhia Irawati. Tentu saja karena belum GB maka perlu diikutkan senior beliau, yaitu Prof Bambang Suhendro, guru besar ilmu struktur paling senior di UGM. Untuk Unpar (Bandung) mata kuliah struktur kayu masih ada karena masih ada yang backup keilmuannya, yaitu Prof. Bambang Suryoatmono (beliau juga mendalami struktur baja) dan Dr. Johannes Adhijoso Tjondro (beliau ini yang bener-bener fokus di kayu). Untuk UB (Malang) pasti masih ada juga struktur kayu-nya karena di-backup keilmuan oleh Prof Sri Murni Dewi dan juga pak Sugeng P. Budio, yang diktat kayu digitalnya saya baca cukup rapi. Saya dapatnya dari searching di internet.
Jika diperhatikan, mata kuliah struktur kayu dihapus karena pihak jurusan (program studi) kesulitan mencari dosen kayu pengganti yang kompeten. Saat ini dosen kayu umumnya sudah senior (sepuh), dan jika pensiun perlu pengganti. Dosen kayu yang kompeten, lulusan dalam negeri, umumnya kuliah di era sebelum 80-an. Saya di sekitar tahun itu pula, sehingga masih melihat kejayaan konstruksi kayu Indonesia (masih sering melihat bangunan dari konstruksi kayu yang besar-besar). Karena melihat dengan mata kepala sendiri, mereka bisa tekun dan mau mempelajari mata kuliah tersebut. Untuk lulusan yang lebih muda, ketika di lapangan tidak lagi menjumpai konstruksi kayu, kalaupun ada hanya berupa rumah bedeng, atau non-permanen, maka semangat belajar struktur kayu tentu tidak sebanding dengan yang senior. Bagi dosen muda lebih baik investasi ke ilmu beton atau ilmu baja, mempersiapkan diri jika ada objekan datang. Nah pada situasi seperti itulah, ketika pihak jurusan mencari dosen struktur kayu, dan ternyata kesulitan. Maka ketika BMPTTSSI memutuskan bahwa mata kuliah struktur kayu hanya bersifat optional (muatan lokal) dan tidak wajib, maka itu dijadikan solusi. Hapus saja mata kuliah tersebut di kurikulum, jadi tidak perlu susah cari dosen lagi. Beres !
Kalaupun UPH masih mempertahankan mata kuliah tersebut, mungkin itu juga karena aku mengajukan diri untuk menerima tanggung jawab. Jika tidak, situasinya mungkin juga seperti di UI. Susah ketemu dosen yang mau menggeluti struktur kayu. Jika bisa dihapus (toh mata kuliah tersebut sifatnya optinal menurut BMPTTSSI), tentu masalah terselesaikan. Masalah di UPH, dosen struktur kayu sebelumnya adalah dosen senior Untar, pak Budi (almarhum). Pada waktu mencari kadindat pengganti, ternyata nggak gampang ketemu kadindat lain yang dianggap setara. Saya yang mengandalkan ilmu struktur umum akhirnya menyediakan diri untuk menerima tanggung jawab tersebut. Karena sudah menjadi dosen tetap, maka tentu mudah untuk disetujui.
Bobot materi struktur kayu adalah 2 sks, atau kira-kira 1/3 dari bobot mata kuliah Struktur Baja. Jadi tidak terlalu berat memang dibanding struktur baja. Hanya saja pengalaman praktis konstruksi kayu yang saya miliki, juga tidak banyak. Maklum pengalaman di PT. WA proyeknya sebagian besar gedung tinggi sehingga ketemunya struktur beton atau struktur baja. Adapun konstruksi kayu, saya merasa familier karena pengalaman sewaktu jadi asdos KBG di UGM dulu. Selain itu, kalu ada yang minta bantuin desain rumah kayu sederhana, maka ilmu struktur yang biasa saja sudah cukup memadai. Desain cukup cara elastis dengan safety faktor yang dilebihkan. Beres. Rumah kayu untuk kantin mahasiswa UPH yang pertama, yang dari kayu, adalah desain saya. Itu atas permintaan Prof Harianto yang ditugasi rektor UPH saat itu. Karena terbiasa dengan baja, maka sistem sambungan konstruksi kayunya banyak mengandalkan pelat baja tipis yang disisipin. Jadi bukan sistem sambungan laki-bini seperti yang dibuat para tukang kayu. Dengan sistem sambungan seperti itu, kesannya dari luar nampak rapi, dan tukang tidak harus khusus. Jadi deh lancar-lancar saja. Memang sih, desainnya jadi berbeda dari yang biasa dipakai oleh kontruksi kayu era lama, yang banyak memakai sambungan laki-bini dan perlu ketrampilan khusus seorang tukang kayu.
Dari pengalaman pribadi seperti itulah maka saya dalam memberikan materi struktur kayu, agak gado-gado. Saya tidak memakai produk materi lama, yang banyak mengandalkan ketrampilan tukang kayu. Saya lebih banyak cerita saja. Kalaupun ada hitung-hitungan adalah sekedar mempermudah dalam ujian. Maklum cara berpikir saya, materi harus 2 sks tetapi harus memasukkan topik teknologi kayu dan rekayasa kayu sekaligus. Ini tentu tidak gampang. Jadi dengan cerita, lebih kepada arah motivasi.
Karena lebih menekankan pada pemikiran, maka saya mencoba mengungkapkannya dalam tulisan-tulisan kecil. Mulai dari blog ini juga, ini misalnya:
- Struktur Kayu dan Dampak Lingkungan – 14 Juni 2012
- struktur kayu, inikah kondisimu ? – 6 Juni 2012
- konstruksi bambu Indonesia – 20 November 2010
- tertarik meneliti kayu di universitas saya ? – 17 Nopember 2007
- Konstruksi Kayu Indonesia – apa kabar ? – 4 November 2007
- rumah adat Nias – rumah tahan gempa – 3 Nopember 2007
Saya mencoba menggali dan mencari motivasi bagaimana mengembangkan mata kuliah struktur kayu di UPH. Konsep pembelajaran dengan riset, dengan cara memberi tugas uji kayu secara eksperimental sempat berjalan dengan baik. Tetapi ketika mesih UTM (Universal Testing Machine) kapasitas 5 ton rusak, maka pupus sudah strategi pembelajaran seperti itu.
Tulisan-tulisan itu sudah lama. Itu berarti aku mengelola mata kuliah struktur kayu juga sudah lama. Sampai sekarang kesan yang aku peroleh pembelajaran struktur kayu masih stagnan, statis dan bahkan tidak bergairah karena cara pembelajaran empiris tidak bisa dilaksanakan. Jika hanya melalui tatap muka biasa, tentu materinya yang harus bagus. Hanya saja materi SNI kayu yang ada sekarang serasa kurang mantab, kesannya tidak dikenal oleh para praktisi, hanya para akademisi saja. Melihat kanan dan kiri, rasanya penggunaan bahan material kayu untuk konstruksi koq rasanya berjalan ditempat. Susah banget. Padahal kalau mengingat usaha pak Ali (UGM) untuk bikin seminar tentang kayu juga tidak kurang-kurang juga. Saya berpikir, pasti ada sesuatu di luar kita yang mempengaruhi itu semua.
Apa itu. Jujur, saya belum pernah mendengar itu dari teman-teman sipil. Mereka kelihatannya meneliti saja tentang struktur kayu, dan tidak merasa bahwa situasi di luar telah berubah, tidak sama dengan era code kayu PKKI 1961 dulu. Saya sudah curiga lama tentang hal itu, dan baru hari ini saya menemukan bukti tertulis dari Dr. I Nyoman Nurjaya, SH., MHum., dari Fakultas Hukum dan Program Studi Ilmu Hukum, Program Pascasarjana Universitas Brawijaya, Malang. Ternyata benar, bahwa keterpurukan konstruksi kayu di Indonesia dipicu oleh kebijakan pemerintah. Untuk menghindari terjadinya kesalah-pahaman dari tulisan pak Nyoman, maka aku salin saja dari pdf-nya.


Dari tulisan pak Nyoman dapat dipahami bahwa di era orde baru, kekayaan hutan alam Indonesia secara sadar dieksploatasi sebagai sumber pendapatan negara. Tetapi karena pengawasan lemah, tidak terbuka maka pemasukan aktual bagi negara menjadi dipertanyakan, diduga lebih banyak hilangnya. Karena eksploatasi berlebihan tersebut menyebabkan pasokan kayu dalam negeri menjadi kurang (lebih banyak diekspor). Itu alasan mengapa diawal 80-an terbit SKB tiga menteri yang mengatur eksport kayu log, agar eksportir juga menyediakan porsi kayu untuk dalam negeri. Itu awal tahun 1980. Kelihatannya kebijakannya nggak berhasil, karena di tahun 1985 diterbitkan larangan ekspor kayu log. Itu pasti dikarenakan kebutuhan dalam negeri tidak terpenuhi, lalu pemerintah orde baru dalam upaya mendapat nilai tambah maka dibuat larangan ekspor kayu bulat utuh. Itu mulai era industri kayu lapis di negeri ini.

Teknologi pengolahan kayu berkembang pesat, tetapi ingat itu bukan produk kayu untuk konstruksi. Itu semata-mata sekedar memenuhi persyaratan eksport. Akibatnya porsi untuk kayu konstruksi tidak mendapat bagian, dari tahun ke tahun harga kayu meningkat bahkan ada kesan lebih baik beton bertulang daripada pakai kayu, sudah mahal bisa kena rayap pula.
Karena isue kayu mahal itulah maka konstruksi baja ringan mengambil peran. Dari situ akhirnya kita kenal kondisi seperti sekarang bahwa rumah dengan kayu itu mahal. Lebih baik pakai konstruksi beton atau baja. Akibatnya tidak dibutuhkannya keahlian struktur kayu, sehingga tidak banyak pula yang berminat mempelajarinya.
Kesimpulan : perkembangan konstruksi kayu di Indonesia sangat tergantung oleh kebijakan pemerintah. Selama tidak ada hal baru maka tentu mengharapkan konstruksi kayu yang maju adalah mimpi belaka.
Catatan : kalaupun para akademisi berkutat pada penelitian kayu, maka itu disebabkan masih laku dijadikan tulisan ilmiah. Adanya unsur lokal, yang tidak ada di negara lain, maka setiap tulisan tentang kayu bisa mengandung novelty. Jadi dapat dengan mudah diterbitkan di jurnal international bereputasi. Itu juga yang selama ini jadi motivasi saya, kalau berharap negara ini maju seperti halnya di eropa atau di amerika, maka daripada kecewa lebih baik nggak usah berharap banyak.
Jika ada yang tertarik mengunduh artikel pak I Nyoman secara lengkap, silahkan klik link berikut :