,

Bambu

Bambu

Bambu, jenis tanaman rumput-rumputan, yang bisa dijadikan bahan baku ramah lingkungan untuk membuat jendela, pintu dan taman musim dingin.

Ini adalah terjemahan bebas makalah Prof. Dr.-Ing. Susanne Junker, profesor di bidang arsitektur dari Beuth Hochschule für Technik Berlin (University of Applied Sciences), yang dimuat di BauNetz. Ijin terjemahan ini diperoleh secara tidak langsung via Prof. Dr.-Ing. Eddy Widjaja, rekan sesama Guru Besar di bidang arsitek pada perguruan tinggi tersebut.

Catatan : BauNetz adalah publikasi online berbahasa Jerman untuk arsitektur sejak tahun 1996 yang berpusat di Berlin. Fokusnya adalah berita harian dari dunia arsitektur internasional.

Catatan : Prof. Eddy Widjaja, lahir dan menyelesaikan SMA di Indonesia, setelah lulus melanjutkan studi di bidang teknik sipil di Universitas Technik Berlin, Jerman. Saat ini beliau adalah salah satu guru besar di bidang arsitektur dan tinggal di Berlin. Beliau dikukuhkan GB sebelum berusia 40 tahun, relatif sangat muda untuk ukuran profesor di sana. Beliau merupakan teman di FB karena punya peminatan di bidang yang sama, yaitu building, struktur dan bahan materialnya (baja, kayu dan beton). Ini adalah salah satu bentuk sumbangan pemikiran dan ide beliau untuk mempersiapkan bangsa ini menjadi bangsa maju dan siap memimpin dunia.

Peneliti dan ahli botani Swedia, Carl von Linné mengklasifikasi dan menetapkan suatu marga tanaman rumput-rumputan dengan nama bambu di tahun 1753. Baptisan nama botani tersebut, merujuk nama India atau Sansekerta kuno dari spesies tumbuhan yang bernama Mambu. Kata bahasa Inggris bamboo merupakan onomatopoeic dari mambu. Onomatopoeia adalah istilah untuk menyebut kata-kata yang merangsang indera pendengaran untuk memberi gambaran obyek yang ingin diwakilinya. Bahasa jerman untuk bambu adalah bambus. Bambu disebutkan sebagai jenis tanaman rumput-rumputan, mempunyai lebih dari 1.200 spesies yang berbeda. Meskipun disebut jenis rumput, tetapi memiliki banyak sifat yang sebanding dengan kayu itu sendiri.

Hutan bambu dekat Kyoto, Jepang (Photo: Florian Schwaighofer, Berlin)

Tanaman bambu saat ini tumbuh di hampir semua tempat di dunia. Tetapi ketika kelembabannya antara 80% dan 90%, maka sebagian besar adalah jenis bambu yang berasal dari Asia Timur dan Amerika Latin.

Hutan bambu dekat Kyoto, Jepang (Foto: Florian Schwaighofer, Berlin)

Tradisi bangunan dari bambu di Asia Tenggara telah berabad-abad, bahkan mungkin ribuan tahun lamanya. Tetapi di Eropa, baru dalam beberapa dekade ini, khususnya setelah mulai adanya kesadaran dan dihargainya tentang unsur keberlanjutan (sustainability) dengan memakai sumber energi terbarukan (renewable source of energy, misalnya biomass).

Kantilever atap dengan bambu utuh (Foto:Florian Schwaighofer, Berlin)
Parkir mobil di Leipzig dengan fasad bambu (Foto: Tim van Beveren, Berlin)
Karena sifat bahannya, maka bambu juga cocok sebagai bahan material konstruksi untuk rangka jendel, pintu dan taman musim dingin. (Foto: Heinz Sonneborn Product Development / Lotze and Partner Bambusprodukte, Achim)
Bambu lebih ringan dari kayu, sehingga mudah pemasangannya, bahannya sendiri sangat elastis dan disaat yang sama mempunyai dimensi bentuk yang stabil ketika diberi tekanan atau tarikan (pada gambar: bagian facade, khususnya yang terpapar udara luar memakai rangka jendela dan pintu yang terbuat dari bahan baku bambu. (Foto: Heinz Sonneborn Product Development / Lotze and Partner bamboo products, Achim)
Jendela dari bambu utuh dijumpai di daerah hangat dan berkelembaban tinggi di Asia. Bahan dari bambu yang dipotong menjadi lamina-lamina (lapis tipis), diberi lem dan ditekan, atau bambu laminasi telah dijadikan elemen struktur di Eropa (foto di atas: lantai ke jendela plafon terbuat dari bambu). (Foto : Heinz Sonneborn Product Development / Lotze and Partner Bambusprodukte, Achim)
Elemen dasar dari bambu laminasi kemudian bisa digergaji, diratakan, diserut atau dilaser menjadi berbagai profil. Permukaannya memiliki nuansa terang yang dapat divernish , lapis lilin agar mengkilap atau dicat (Foto : Heinz Sonneborn Product Development / Lotze and Partner Bambusprodukte, Achim)
Rangka atap taman musim dingin yang terbuat dari bambu laminasi. (Foto Heinz Sonneborn Product Development / Lotze and Partner Bambusprodukte, Achim)

Bambu tumbuh di semua tempat di dunia. Banyak dijadikan tanaman hias, karena kesannya ramping dan selalu hijau. Bambu pertama kali ke Eropa sekitar 200 tahun lalu. Saat ini, di Kew Gardens, London, bisa tumbuh subur lebih dari 130 jenis bambu. Beberapa spesies, seperti Bambusa bambos (L.) Voss, bisa mencapai ketinggian 30 m dan diameter penampang mencapai 18 cm. Jenis bambu Dendrocalamus giganteus yang tumbuh di India, Sri Lanka dan Thailand, memiliki diameter penampang sampai 30 cm dan tumbuh cepat mencapai 20 cm per hari. Hanya saja, meskipun bambu jenis besar bisa ditanam di Jerman tetapi ukurannya akan tetap jauh lebih kecil dibanding di wilayah Asia. Jenis bambu Guadua angustifolia Kunth adalah jenis yang paling cocok untuk struktur karena memenuhi persyaratan tegangan, kekuatan, modulus elastisitas, dan keandalan dalam memikul beban. Ini tentu yang akan dicari para insinyur teknik sipil.

Dari tikar hingga struktur

Bambu adalah tanaman yang serbaguna, penggunaannya bermacam-macam, tunas bambu bisa dijadikan bahan makanan (catatan: sayur rebung di Indonesia), anyaman tikar, keranjang , alat musik, furnitur, penutup lantai, penutup dinding, tanaman hortikultura, bahan baku serat untuk kertas dan tekstil, tongkat hingga bahan material konstruksi . Meskipun bangunan dari bambu di Asia Tenggara telah memiliki tradisi berabad-abad, atau bahkan ribuan tahun lalu. Bangunan bambu baru ditemukan di Eropa menjelang beberapa dekade terakhir. Itu saja setelah ada kesadaran tentang pentingnya menjaga lingkungan. Pemenang Pritzker Prize 2014 dari Jepang, Shigeru Ban dengan konstruksi eksperimental berupa tabung yang terinpirasi dari bentuk bambu, kertas dan tekstil. Karyanya berhasil menarik perhatian masyarakat ketika diimplementasikan dalam desain dan pembangunan pavilyun Jepang di Expo 2000, Hannover. Karyanya tersebut memberi pengaruh besar perkembangan bangunan arsitektur dengan bambu.

Pavilyun Jepang di Expo 2000, Hannover

Catatan komentar dari Prof. Eddy Widjaja. Beliau mengetahui benar bentuk arsitektural dari Pavilyun Jepang tersebut. Saya hampir terkecoh melihatnya sebagai bambu, ternyata bukan. Menurut Prof Eddy yang pada tahun 2000 tersebut berkunjung ke Expo tersebut menyebutkan bahwa struktur pelengkung dibentuk oleh elemen pipa yang terbuat dari karton. Kartonnya terbuat dari kertas tua lagi. Pipa diorientasikan membentuk grid-shell, dan diperkuat lagi oleh kayu berbentuk tangga, yang merupakan usulan dari Frei Otto. Arsitek terkenal Jerman yang mendesain stadion Munich. Ini detail gambar yang diberikan oleh Prof. Eddy Widjaja melengkapi foto di atas.

detail sistem struktur karya Shigeru Ban di Expo 2000 Hannover

Dapat cerita dari Prof Eddy Widjaja, bahwa desain Shigeru Ban yang sukses itu bisa lancar dengan sendirinya. Pada waktu itu, desain Shigeru Ban ternyata tidak diterima oleh komite teknik, yang terdiri dari para ahli struktur di jerman, untuk dipamerkan di Expo 2000. Alasannya bahwa desain memakai tabung kertas itu belum ada code yang mendukungnya. Akibatnya desainnya diragukan, berisiko tinggi jika dibangun untuk publik. Bagus sih bagus, tetapi kalau lagi ada pengunjung lalu roboh, maka tentu akan heboh. Padahal Shigeru Ban saat itu sudah bersaksi, sudah dicoba dan tidak roboh. Memang sih, desainnya innovatif, sangat baru. Karena merasa yakin, bahwa desainnya bagus, dan sangat ingin bisa dibangun di acara Expo tersebut, maka Shigeru Ban meminta bantuan Prof. Frei Otto, minta pendapat dan saran agar desain bisa tetap dibangun. Komite teknik (yang terdiri dari para ahli struktur jerman) vs seorang ahli struktur jerman juga. Ini memang strategi yang bagus juga. Dari pada membawa ahli Jepang melawan ahli Jerman, maka lebih baik mencari ahli dari Jerman juga yang bisa membantu. Bahasanya sama, tentu menjiwai apa yang menjadi keraguan dari para ahli tersebut. Nah Prof Frei Otto mengusulakn agar desain Shigeru Ban bisa ditambahkan elemen lagi yang mendukung keamanan. Elemen tersebut kelihatan perlu beberapa alternatif, pada foto di atas berupa elemen diagonal. Finalnya ternyata yang dipasang adalah pelengkung tangga kayu. Intinya desain Shigeru Ban tidak murni dari dirinya sendiri. Bisa dibangun setelah dibantu oleh ahli lain, yaitu Prof Frei Otto. Pikiran seseorang ternyata bermanfaat untuk mendobrak keputusan beberapa orang sekaligus. Itulah yang namanya kepakaran. Menarik juga ya. Ini foto saat Prof Frei Otto turun tangan untuk melihat elemen perkuatan mana yang paling cocok untuk desain Shigeru Ban.

Prof Frei Otto membantu Shigeru Ban (Courtesy of Shigeru Ban)

Jika tertarik tentang karya Shigeru Ban di atas, ada baiknya kunjungi link-link berikut:

Bahan untuk jendela, pintu, dan taman musim dingin

Kita kembali cerita tentang bambu ya. Karena sifat bahan materialnya, bambu juga cocok dijadikan bahan material konstruksi, untuk dibuat menjadi rangka jendela, pintu, dan rangka taman musim dingin. Bahannya lebih ringan dari kayu, sehingga memudahkan dalam pemasangan, sifatnya sangat elastis, dan disaat yang sama dimensinya relatif sangat stabil ketika mendapat tegangan (dibebani). Deformasi akibat kelembaban yang berupa kembang susut, juga relatip sangat kecil, tidak lebih dari 1%. Itu menyebabkan siar dilatasi dapat minimal. Untuk bahan material konstruksi di Eropa, umumnya bambu dibuat laminasi, bambu dipotong menjadi lamina-lamina tipis, diberi lem termoplastik (sesuai EN 204) dan dikempa (ditekan). Orang Indonesia menyebutnya bambu laminasi. Bahan tersebut selanjutnya dijadikan elemen batang untuk konstruksi bangunan. Batang laminasi dapat digergaji, diratakan, diketam atau dilaser menjadi berbagai bentuk profil. Permukaannya memiliki nuansa dasar yang berkesan ringan, bisa divernish, diberi lilin (wax), atau dilapis cat.

Bambu sebagai bahan baku arsitektur ditanam di perkebunan terkontrol dan tersertifikasi di Kolombia, Nikaragua, Vietnam, dan Indonesia. Bambu tesebut dipanen setelah masa pertumbuhan yang hanya empat hingga lima tahun. Waktu yang sebanding dengan tumbuhnya pohon Natal yang agak kecil, misalnya cemara Nordmann atau cemara Douglas dengan tinggi sekitar 80 hingga 100 cm. Bambu berkembang biak melalui pucuk rimpang. Jadi hanya sebagian yang dipotong ketika dipanen, sehingga tanaman induknya masih hidup untuk membentuk batang baru. Siklus hidupnya terus berlanjut.

Mirip dengan penelitian pada makalah ini, yaitu material untuk bangunan arsitektural, yang saat ini juga sedang dilakukan di universitas-universitas di Jerman dan Belanda, dapat diketahui bahwa sifat, kemampuan, dan kemungkinan penggunaan bambu, terlihat belum sepenuhnya tuntas untuk diteliti secara komprehensif. Jenisnya sangat banyak. Kemampuan tanaman bambu untuk mengikat karbon dioksida dalam jumlah besar dan mengubahnya menjadi oksigen yang sangat membantu pernafasan menunjukkan bahwa masih perlu penelitian lebih lanjut. Bambu menunjukkan potensi menakjubkan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat perkotaan.

Catatan kaki : dibuat sebagai hasil kerja sama Prof. Dr.-Ing. Susanne Junker, Beuth University of Applied Sciences Berlin, dengan Prof. Dr-Ing. Eddy Widjaja, Beuth Hochschule für Technik Berlin atau University of Applied Sciences Berlin, untuk proyek realisasi pekerjaan dengan bambu di Kolombia dan Asia Tenggara.

Prof Eddy Widjaja sedang in action dengan gitar solonya (dari Youtube).

Tinggalkan komentar

I’m Wiryanto Dewobroto

Seseorang yang mendalami ilmu teknik sipil, khususnya rekayasa struktur. Aktif sebagai guru besar sejak 2019 dari salah satu perguruan tinggi swasta di Tangerang. Juga aktif sebagai pakar di PUPR khususnya di Komite Keselamatan Konstruksi sejak 2018. Hobby menulis semenjak awal studi S3. Ada beberapa buku yang telah diterbitkan dan bisa diperoleh di http://lumina-press.com