Bagi para pengamat pendidikan gembar-gembor pro dan kontra tentang UN (ujian nasional) pastilah mereka ketahui. Anda yang PRO atau KONTRA ?
Kalau tentang UJIAN-nya sendiri aku ada di sisi PRO, para siswa harus melewati UJIAN untuk dapat menyelesaikan tahap belajarnya. Tapi masalahnya apakah UJIAN tersebut harus sama, serentak dan sekaligus menghabiskan duit bermilyar-milyar tersebut. Apakah dengan UN tsb langsung sekolah-sekolah kita di Indonesia bermutu ?
Saya kira, itu nggak langsung terkait. Sebenarnya pemerintah ngotot memakai UN hanya sebagai show-force ke kalangan awam (luar) bahwa mereka telah melakukan tindakan hebat meningkatkan mutu pedidikan secara nasional. Daripada melakukan tindakan peningkatan mutu lain, yang perlu komitmen kerja keras dari masing-masing individu yang terkait.
Selain itu yang jelas, pemerintah melaksanakan UN karena mereka tidak percaya (meragukan) proses yang dilakukan oleh setiap institusi pendidikan di Indonesia untuk secara mandiri mengevaluasi hasil pendidikannya selama ini.
Keraguan yang timbul tersebut sebenarnya berakar dari peraturan tentang diberlakukannya kebijaksanaan penyeragaman untuk setiap sekolah selama ini. Tentu anda masih ingat jamannya “sekolah favorit”, dalam era tahun 80-an. Pemerintah takut dikatakan tidak adil, karena tidak setiap orang mendapat kesempatan seperti itu, tindakan pertama adalah menyamakan baju seragam utk tingkat SD, SMP dan SLTA. Lalu rayonisasi, dsb. Sebenarnya masyarakat yang dirugikan dengan tindakan tersebut. Orang yang berpotensi tinggi tidak mendapat haknya, dan disamakan dengan masyarakat lain yang santai-santai. Untung hal tersebut tidak berlaku utk perguruan tinggi. Mereka mengacu pada pendapat semua rakyat berhak pendidikan (apapun pendidikan tsb). Seperti halnya sekarang semua ingin pendidikan tinggi, ingin gelar, apapun gelar tersebut dan bukan kompetensinya.
Pemerintah tidak berani melihat perbedaan dari setiap institusi pendidikan yang ada. Apa itu benar, apa itu tidak adil.
Jika saja pemerintah berani mengambil kebijaksanaan menghargai perbedaan, dan melihat adanya “sekolah favorit” sebagai salah satu fenomena yang perlu dihormati maka sebenarnya UN yang menghabiskan duit bermilyar-milyar dan juga pro-kontra tsb tidak perlu diadakan. Adanya sekolah favorit dan sekolah unggulan dan apalagi namanya akan mengakibatkan seleksi secara alami untuk sekolah-sekolah yang non-favorit. Agar tidak tereliminasi maka mereka harus berupaya, bekerja keras sehingga menjadi favorit. Keunggulan menjadi visi dari pendidikan yang mereka jalankan selama ini. Tetapi dengan adanya UN maka para pendidik yang tidak bermutu dapat menggunakankan sebagai pembenaran terhadap apa yang ada. Fokus mendidik hanya sekedar lulus UN. TITIK.
Menurut penulis istilah “sekolah favorit” pasti tidak jatuh dari langit, itu merupakan kulminasi hasil yang mereka peroleh selama ini. Kalau mereka yang dikategorikan sekolah favorit tetapi tidak menunjukkan kinerja seperti yang diharapkan pasti istilah favorit tersebut juga akan hilang dengan sendirinya.
Salam dari pendidik yg ingin alumninya “favorit” di masyarakat