Itulah kalau hanya berorientasi kepada keuntungan materiil semata, tanpa ada pertimbangan etika dan moril sehingga segala cara yang memungkinkan, maka akan digunakan.
Maksudnya ?
Itu lho penggunaan Melamin, bahan yang biasa digunakan untuk membuat plastik dan pupuk, ternyata ditambahkan pada susu bubuk bayi dan produk susu lainnya buatan 22 perusahaan China. Bayangkan 22 perusahaan, bisa-bisa itu hampir >> 80 % susu yang ada, atau bahkan semuanya. Gawat khan.
Itu tentu dimulai dari seseorang yang pasti diyakini mempunyai kompetensi bidang sain dan pengetahuan yang tinggi. Ahli begitu katakanlah, yang menemukan atau mengetahui bahwa jika ditambahkan bahan tersebut maka meskipun susunya ditambahkan air lagi tetapi kandungan nitrogennya masih tinggi, sehingga ketika dilakukan pengujian susu akan lolos. Hasilnya, biaya produksi akan irit, sehingga ujung-ujungnya keuntungan materi yang didapat menjadi berlipat.
Orang awam tahu, jika ada bahan yang digunakan juga pada produk plastik dan pupuk maka tentunya mengandung resiko jika diterapkan pada produk makanan, apalagi jika orang tersebut ahli di bidangnya. Tetapi mungkin karena reward materi yang didapat lebih menggiurkan, juga merasa yang terkena resiko bukan dirinya maka cuek-cuek aja orang tersebut. Bisa-bisa saja ahli tersebut berpikir seperti ini “Emangnya gue pikirin“.
Untunglah, dampaknya cukup ekstrim, yaitu bayi terserang batu ginjal (Kompas, Kamis 25 Sept 2008). Sehingga itu memicu terkuaknya tabir penyelewangan tesebut.
Untung !
Lho koq untung pak ?
Coba bayangkan, jika dampaknya tidak segera, yaitu bila sifatnya tidak transparan, tetapi mematikan. Khan bisa gawat itu.
Jadi sebenarnya, kehebohan tersebut dapat ditangkal sejak awal. Bayangkan saja, jika ahli formulator susu tersebut menyadari bahwa formula barunya mengandung resiko dan mau memikirkan orang lain, meskipun dengan hal tersebut merupakan tindakan yang kontra produktif dengan reward yang mungkin dia dapatkan maka kejadian-kejadian buruk selanjutnya tidak perlu terjadi.
Tindakan “mau memikirkan orang lain” khan baru dipunyai jika yang bersangkutan mempunyai etika dan moral yang baik. Ingat gelar Ph.D tidak menjamin diperolehnya pemahaman etika dan moral yang lebih baik. Adapun etika dan moral umumnya dapat diperoleh dari orang yang banyak berinteraksi dengan masyarakat (adat-istiadat), hukum, dan agama.
Jadi pendidikan yang hanya berorientasi pada science saja tidak akan menjamin kesejahteraan masyarakat akan menjadi semakin baik.
Mengacu pada kesimpulan itu tadi, maka ketika melintas di lobby gedung D kampus UPH Lippo Karawaci dan melihat tulisan di atas ruang kantor admisi sebagaimana terlihat pada gambar dibawah ini.

Maka paham jadinya, mengapa kata-kata Solomo, yang sudah berumur puluhan abad yang lalu dapat dengan bangga dijadikan kata-kata Selamat Datang bagi calon mahasiswa baru UPH. Ternyata Universitas Pelita Harapan dalam penyelenggaraannya tidak semata-mata mengandalkan kepada bagaimana memberikan science and knowledge yang paling up-to-dated saja, tetapi juga hal-hal yang berkaitan dengan etika dan moral, dimana dalam hal ini adalah etika dan moral kristen.
Semoga tentang hal itu, Tuhan berkenan adanya. Amin.







Tinggalkan Balasan ke VF Zubeir Batalkan balasan