Saya kira membahas atau menanggapi pertanyaan saudara YW cukup menarik, dan ini pertanyaannya.
siang pak Wiryanto,
ada pertanyaan dari teman saya, dan saya sendiri juga bingung menjawabnya, mudah mudahan bapak bisa menjawab pertanyaan temen saya .simple saja pak , untuk apa kita susah payah belajar struktur beton bertulang dan struktur baja secara mendalam , bahkan sampai membuat program perhitungan penampangnya segala, seperti program penampang beton bertulang buku pak Wir yang ke 3 ini. bukannya SAP2000 sudah bisa melakukan itu semua.
jadi untuk apa lagi kita susah payah belajar beton , baja, analisa struktur dan pemograman secara mendalam ??? kata temen saya yang penting tau teori dasarnya ( kulitnya saja ) dah cukup ,supaya tidak terjadi kesalahan dalam input data ke SAP.
hehe pertanyaan yang sangat susah di jawab..
Apa benar itu suatu pertanyaan yang susah ? Ya tentu tergantung dari siapa yang menjawab bukan.
Pertanyaan di atas saya kira penting untuk diungkapkan di sini, bahkan saya buat sebagai threat khusus. Kenapa ? Karena kalau seorang dosen yang mengajar beton, baja atau analisis struktur seperti saya ini tidak bisa menjawabnya, maka jelas profesinya sebagai dosen dipertanyakan. Betul nggak. Untuk apa universitas perlu membayar gaji dosen tersebut, khan lebih baik menggaji dosen yang mengajar program SAP2000. Benar nggak.
O itu tho pamrihnya.
Lho betul khan. Bisa-bisa kurikulum pendidikan sarjana teknik sipil berubah. Coba jika pertanyaan di atas, bukan disampaikan oleh YW, tetapi oleh menteri pendidikan. Jika tidak bisa menjawab dengan mantap, kemudian pejabat yang berwenang memakai alasan “lebih baik memilih yang link-and-match dengan industri“. Bisa-bisa pertanyaan di atas dapat menjadi suatu awal perubahan.
Jadi pertanyaan saudara YW adalah penting. Tidak hanya bagi dosennya saja, tetapi juga bagi si engineer sendiri. Karena kalau tidak bisa menjawab dengan mantap, maka jelas motivasi untuk belajar beton atau baja atau analisa struktur akan terpatahkan. Karena tidak belajar lagi, dan hanya mengulik program, maka akhirnya hidupnya hanya seperti program tersebut. Monoton, seperti mesin, bisa-bisa jadi bosen sendiri jadi engineer.
Lho kenapa begitu pak Wir.
Begini, alasan temannya YW tadi tidak bisa disalahkan sepenuhnya. Tergantung tujuan dari si engineer sendiri.
Dunia engineering tidak sepenuhnya seperti dunia sain, yang bisa dengan mudah diformulasikan sebagai rumus-rumus perhitungan, karena didalamnya ada unsur art (seni) yang umumnya berasal dari pengalaman empiris, yang mungkin saja formulasinya belum ditemukan. Itulah mengapa orang yang bertanggung jawab dalam proses engineering disebutnya sebagai insinyur dan bukannya saintis.
Intinya bagi seorang engineer yang paling utama adalah mendapatkan hasil, meskipun mungkin proses menghasilkannya belum dapat dituliskan secara runtut karena engineer bekerja dicampur juga dengan unsur feeling atau intuisi engineering saja.
Coba baca ulang paragraf di atas. Intuisi engineering jelas tidak akan dapat diperoleh jika hanya bisa memakai program dan hanya tahu kulit-kulit ilmu beton dll-nya saja.
Tidak percaya, coba saya kutipkan nasehat prof Wilson di buku awal SAP80 (nggak tahu sekarang masih dicantumkan tidak di buku manual SAP2000).
The effective application of a computer program for the analysis of practical situations involves a considerable amount of experience. The most difficult phase of the analysis is in assembling an appropriate model which captures the major characteristic of the behavior of the structures. No computer program can replace the engineering judgment of experienced engineer. …
Itu yang buat program SAP saja wanti-wanti seperti itu. Karena prof Wilson membuat program tersebut, maka dia tahu kelebihan dan kelemahan suatu program. Program komputer seperti SAP2000, meskipun canggih memang, tapi ya sekedar alat atau tool. Dia tidak punya intelejensia seperti manusia, dalam hal ini experienced engineer tersebut.
Jadi bagaimana seseorang yang hanya belajar kulit-kulit bidang keilmuan civil engineering dapat disebut experienced engineer.
Lho tapi pak, itu ada engineer yang bekerja puluhan tahun, tetapi juga tidak terlalu tahu dalam tentang baja atau beton, dan hanya mengandalkan program saja.
Waduh, masih belum jelas juga.
Baiklah, bidang engineering memang tidak sederhana, selain itu juga mempunyai faktor resiko yang tinggi, yang jika salah dalam menanganinya maka bisa menimbulkan bahaya besar bagi masyarakat. Jadi harus hati-hati dalam membuat solusinya.
Cara yang paling mudah dalam membuat solusi engineering adalah meniru, yaitu mencontoh suatu solusi engineering yang telah pernah sukses sebelumnya. Mungkin cara yang paling gampang adalah meniru persis, jika sukses, maka bisa dilanjutkan dengan melakukan parametrik, mengubah parameter-parameter tertentu dengan memodifikasinya, itu dapat dilaksanakan jika perilaku utamanya dianggap masih tetap sama. Hampir sebagian besar pekerjaan engineering adalah seperti ini, coba aja perhatikan lingkungan sekitarmu, lihat bentuk-bentuk gedung yang ada, atau jembatan. Ya khan. Jadi pekerjaannya ya begitu-begitu saja. Tetapi ingat, karena setiap proyek adalah unik, maka tentu adanya perubahan parameter tersebut perlu dianalisis terlebih dahulu. Itu jelas, tetapi analisisnya tentunya relatif sudah tertentu, sudah ada check list-nya. Adanya program-program komputer yang dilengkapi dengan post-prosesing untuk chek beton dan baja, tentu sangat membantu. Proses pengerjaaan di atas sudah menjadi suatu rutinitas pekerjaan engineer, yah seperti tukang jahit pakaian kodian, sesuai pola yang diberikan. Selesai.
Kalau mau jujur, proses pekerjaan yang dilakukan seperti diatas adalah persis sama seperti yang dilakukan oleh tukang. Tentu dalam hal ini jelas kelasnya lebih tinggi, karena tidak hanya mengandalkan ketrampilan tetapi juga berpikir, mungkin tepatnya adalah “tukang hitung”.
Dengan kompetensi seperti ‘tukang hitung’ dengan ditambah gelar sarjana teknik jelas sudah bisa diterima untuk bekerja di perusahaan konsultan engineering sehingga sah-sah saja untuk mengaku sebagai engineer. Kenapa, karena memang pekerjaan engineering yang ada yang persis seperti di atas tersebut, yaitu memakai cara atau metoda yang memang sudah terbukti sukses sebelumnya.
Lho kalau begitu benar ya pak, nggak perlu belajar beton dan baja secara mendalam ?
Bukan begitu maksudku. Jika kamu memang puas dengan status engineer seperti di atas, ya mungkin bisa benar. Tetapi untuk bisa memberikan suatu inovasi, sesuatu yang baru, yang belum pernah ada sebelumnya, maka jelas kompetensi di atas sudah tidak bisa lagi. Jika sebelumnya belum ada, maka bagaimana untuk menirunya.
Jika sudah seperti itu, maka pemahaman ilmu-ilmu dasar tentu sangat membantunya. Itulah mengapa, kalau diperhatikan pada konstruksi-konstruksi yang wah, kadang-kadang diperlukan ekspatriat dari luar untuk memberikan solusinya.
Kamu mau jadi engineer yang sekelas ekspatriat luar itu nggak ?
Jika ya, maka jelas mengikuti nasehat temanmu tersebut, yang menganggap bahwa belajar beton dan baja cukup di kulit-kulitnya saja adalah suatu tindakan yang keliru. Ingat, belajar itu memerlukan waktu, jika tidak dimulai sekarang belajar, bagaimana nanti jika ada kasus yang baru, bisa-bisa proyek di depan mata jadi raib, gara-gara tidak mempunyai petunjuk untuk menyelesaikannya.
O ya, tentang pentingnya analisis struktur cara klasik dibanding komputer, bahkan aku pernah membuat makalahnya dan aku presentasikan di depan teman-teman di ITS. Coba lihat di daftar publikasiku, ada koq. Ada baiknya juga untuk membaca artikelku sebelumnya ini :
- caranya belajar MekTek – 23 Februari 2009
- kuliah MekTek-nya Wiryanto – 20 Februari 2009
- kesalahan output SAP2000 – 10 Desember 2008
- Pameran Buku Konstruksi Indonesia 2006 – 2 Desember 2006
- Presenter di ITS Surabaya -14 Juli 2005







Tinggalkan komentar