pertanyaan yang sangat susah di jawab


Saya kira membahas atau menanggapi pertanyaan saudara YW cukup menarik, dan ini pertanyaannya.

siang pak Wiryanto,
ada pertanyaan dari teman saya, dan saya sendiri juga bingung menjawabnya, mudah mudahan bapak bisa menjawab pertanyaan temen saya .

simple saja pak , untuk apa kita susah payah belajar struktur beton bertulang dan struktur baja secara mendalam , bahkan sampai membuat program perhitungan penampangnya segala, seperti program penampang beton bertulang buku pak Wir yang ke 3 ini. bukannya SAP2000 sudah bisa melakukan itu semua.

jadi untuk apa lagi kita susah payah belajar beton , baja, analisa struktur dan pemograman secara mendalam ??? kata temen saya yang penting tau teori dasarnya ( kulitnya saja ) dah cukup ,supaya tidak terjadi kesalahan dalam input data ke SAP.

hehe pertanyaan yang sangat susah di jawab..

Apa benar itu suatu pertanyaan yang susah ? Ya tentu tergantung dari siapa yang menjawab bukan.

Pertanyaan di atas saya kira penting untuk diungkapkan di sini, bahkan saya buat sebagai threat khusus. Kenapa ? Karena kalau seorang dosen yang mengajar beton, baja atau analisis struktur seperti saya ini tidak bisa menjawabnya, maka jelas profesinya sebagai dosen dipertanyakan. Betul nggak. Untuk apa universitas perlu membayar gaji dosen tersebut, khan lebih baik menggaji dosen yang mengajar program SAP2000. Benar nggak.

O itu tho pamrihnya.

Lho betul khan. Bisa-bisa kurikulum pendidikan sarjana teknik sipil berubah. Coba jika pertanyaan di atas, bukan disampaikan oleh YW, tetapi oleh menteri pendidikan. Jika tidak bisa menjawab dengan mantap, kemudian pejabat yang berwenang memakai alasan “lebih baik memilih yang link-and-match dengan industri“. Bisa-bisa pertanyaan di atas dapat menjadi suatu awal perubahan.

Jadi pertanyaan saudara YW adalah penting. Tidak hanya bagi dosennya saja, tetapi juga bagi si engineer sendiri. Karena kalau tidak bisa menjawab dengan mantap, maka jelas motivasi untuk belajar beton atau baja atau analisa struktur akan terpatahkan. Karena tidak belajar lagi, dan hanya mengulik program, maka akhirnya hidupnya hanya seperti program tersebut. Monoton, seperti mesin, bisa-bisa jadi bosen sendiri jadi engineer.

Lho kenapa begitu pak Wir.

Begini, alasan temannya YW tadi tidak bisa disalahkan sepenuhnya. Tergantung tujuan dari si engineer sendiri.

Dunia engineering tidak sepenuhnya seperti dunia sain, yang bisa dengan mudah diformulasikan sebagai rumus-rumus perhitungan, karena didalamnya ada unsur art (seni) yang umumnya berasal dari pengalaman empiris, yang mungkin saja formulasinya belum ditemukan. Itulah mengapa orang yang bertanggung jawab dalam proses engineering disebutnya sebagai insinyur dan bukannya saintis.

Intinya bagi seorang engineer yang paling utama adalah mendapatkan hasil, meskipun mungkin proses menghasilkannya belum dapat dituliskan secara runtut karena engineer bekerja dicampur juga dengan unsur feeling atau intuisi engineering saja.

Coba baca ulang paragraf di atas. Intuisi engineering jelas tidak akan dapat diperoleh jika hanya bisa memakai program dan hanya tahu kulit-kulit ilmu beton dll-nya saja.

Tidak percaya, coba saya kutipkan nasehat prof Wilson di buku awal SAP80 (nggak tahu sekarang masih dicantumkan tidak di buku manual SAP2000).

The effective application of a computer program for the analysis of practical situations involves a considerable amount of experience. The most difficult phase of the analysis is in assembling an appropriate model which captures the major characteristic of the behavior of the structures. No computer program can replace the engineering judgment of experienced engineer. …

Itu yang buat program SAP saja wanti-wanti seperti itu. Karena prof Wilson membuat program tersebut, maka dia tahu kelebihan dan kelemahan suatu program. Program komputer seperti SAP2000, meskipun canggih memang, tapi ya sekedar alat atau tool. Dia tidak punya intelejensia seperti manusia, dalam hal ini experienced engineer tersebut.

Jadi bagaimana seseorang yang hanya belajar kulit-kulit bidang keilmuan civil engineering dapat disebut experienced engineer.

Lho tapi pak, itu ada engineer yang bekerja puluhan tahun, tetapi juga tidak terlalu tahu dalam tentang baja atau beton, dan hanya mengandalkan program saja.

Waduh, masih belum jelas juga.

Baiklah, bidang engineering memang tidak sederhana, selain itu juga mempunyai faktor resiko yang tinggi, yang jika salah dalam menanganinya maka bisa menimbulkan bahaya besar bagi masyarakat. Jadi harus hati-hati dalam membuat solusinya.

Cara yang paling mudah dalam membuat solusi engineering adalah meniru, yaitu mencontoh suatu solusi engineering yang telah pernah sukses sebelumnya. Mungkin cara yang paling gampang adalah meniru persis, jika sukses, maka bisa dilanjutkan dengan melakukan parametrik, mengubah parameter-parameter tertentu dengan memodifikasinya, itu dapat dilaksanakan jika perilaku utamanya dianggap masih tetap sama. Hampir sebagian besar pekerjaan engineering adalah seperti ini, coba aja perhatikan lingkungan sekitarmu, lihat bentuk-bentuk gedung yang ada, atau jembatan. Ya khan. Jadi pekerjaannya ya begitu-begitu saja. Tetapi ingat, karena setiap proyek adalah unik, maka tentu adanya perubahan parameter tersebut perlu dianalisis terlebih dahulu. Itu jelas, tetapi analisisnya tentunya relatif sudah tertentu, sudah ada check list-nya. Adanya program-program komputer yang dilengkapi dengan post-prosesing untuk chek beton dan baja, tentu sangat membantu. Proses pengerjaaan di atas sudah menjadi suatu rutinitas pekerjaan engineer, yah seperti tukang jahit pakaian kodian, sesuai pola yang diberikan. Selesai.

Kalau mau jujur, proses pekerjaan yang dilakukan seperti diatas adalah persis sama seperti yang dilakukan oleh tukang. Tentu dalam hal ini jelas kelasnya lebih tinggi, karena tidak hanya mengandalkan ketrampilan tetapi juga berpikir, mungkin tepatnya adalah “tukang hitung”.

Dengan kompetensi seperti ‘tukang hitung’ dengan ditambah gelar sarjana teknik jelas sudah bisa diterima untuk bekerja di perusahaan konsultan engineering sehingga sah-sah saja untuk mengaku sebagai engineer. Kenapa, karena memang pekerjaan engineering yang ada yang persis seperti di atas tersebut, yaitu memakai cara atau metoda yang memang sudah terbukti sukses sebelumnya.

Lho kalau begitu benar ya pak, nggak perlu belajar beton dan baja secara mendalam ?

Bukan begitu maksudku. Jika kamu memang puas dengan status engineer seperti di atas, ya mungkin bisa benar. Tetapi untuk bisa memberikan suatu inovasi, sesuatu yang baru, yang belum pernah ada sebelumnya, maka jelas kompetensi di atas sudah tidak bisa lagi. Jika sebelumnya belum ada, maka bagaimana untuk menirunya.

Jika sudah seperti itu, maka pemahaman ilmu-ilmu dasar tentu sangat membantunya. Itulah mengapa, kalau diperhatikan pada konstruksi-konstruksi yang wah, kadang-kadang diperlukan ekspatriat dari luar untuk memberikan solusinya.

Kamu mau jadi engineer yang sekelas ekspatriat luar itu nggak ?

Jika ya, maka jelas mengikuti nasehat temanmu tersebut, yang menganggap bahwa belajar beton dan baja cukup di kulit-kulitnya saja adalah suatu tindakan yang keliru. Ingat, belajar itu memerlukan waktu, jika tidak dimulai sekarang belajar, bagaimana nanti jika ada kasus yang baru, bisa-bisa proyek di depan mata jadi raib, gara-gara tidak mempunyai petunjuk untuk menyelesaikannya.

O ya, tentang pentingnya analisis struktur cara klasik dibanding komputer, bahkan aku pernah membuat makalahnya dan aku presentasikan di depan teman-teman di ITS. Coba lihat di daftar publikasiku, ada koq. Ada baiknya juga untuk membaca artikelku sebelumnya ini :

    18 pemikiran pada “pertanyaan yang sangat susah di jawab

    1. Hendrik Wijaya

      bukannya SAP2000 sudah bisa melakukan itu semua

      Artinya SAP 200o itu alat canggih loh.. kalau hitung manual pake tenaga sendiri, luar biasa cape-nya.

      supaya tidak terjadi kesalahan dalam input data ke SAP

      Artinya engineer melakukan input ke SAP, SAP yang bekerja “cape-cape”, hasilnya di dapat.

      Kalau ada tukang becak dari Jakarta mau ke Bandung dengan cara nya sendiri pake becak, wah pasti cape sekali.

      mmmmh gimana kalau naik mobil saja, jadi mobil yang cape, tau2 sampai di Bandung.
      Tukang becak nya dah jago bawa mobil, tp ga tau peraturan lalu lintas dan ga tau jalan ke bandung.
      Atau mungkin tau fungsi kopling, rem, dan gas, tapi ga bisa nyetirnya.
      BAHAYAAA DONKKK!!!!!!!
      —> ngerti cara pake alat yang canggih, tp ga tau bagaimana mengarahkan alatnya (perlu skill ok).

      Engineer ga boleh sama kayak tukang becak.

      Cukup jelas ga yahh.. ehhehe.. 😉

      NB: maaf, saya tidak bermaksud mendiskreditkan profesi apapun, hanya sebagai ilustrasi.

      Suka

    2. babe

      FEA with Code like SAP, STAAD, and others is like a knive….
      If you don’t know how to handle and practice with a knive, you might get hurt…
      So practice and check..more carefully..

      Suka

    3. Andy Prabowo

      wah saya mo ikt comment jg neh tapi memandang dari sisi dana aja ah yang gampang.

      Sodara YW tau berapa uang yg hrs anda bayar untuk membeli 1 license Program SAP/ETABS ?

      kalo saya nggak salah denger itu sama aja seharga mobil mewah honda jazz ato malah lebih.. nah.. di jaman yg serba susah skrg ini rasanya ga sepadan dgn fee jasa konsultasi yg inginnya owner selalu seminimal mungkin..

      Mungkin ekstrimnya fee jasa perencanaan bisa 100% tersedot untuk softwarenya saja.. artinya anda hrs nombok kalo dpt proyek karena Anda harus membayar mahal untuk softwarenya saja, belum lagi uang operasional laennya seperti print gambar n overhead cost laennya.. selain itu ada lagi biaya update program yg harus Anda pikirkan juga supaya software yg Anda pakai ga ketinggalan jaman..

      Intinya si bakal terjadi ketidak seimbangan pada project cashflow Anda.

      Nah,kalo uda begitu apa yg bisa kita nikmatin dari usaha lelah yg kita keluarkan untuk menyelesaikan sebuah project?

      Suka

    4. hhmmm….Coba saya diajar dosen seperti Pak Wir yawh pasti keren dech…

      Tapi sayang tidak mungkin..Lha wong jurusan saya itu Pekerjaan Sosial Pak, tidak ada hubungannya dengan Civil Engineering he he he..

      Salam hangat Bocahbancar,…..

      Suka

    5. Y.W.

      @Pak Wiryanto :
      saya menangkap maksud dari bapak,untuk mendesain hal hal yang baru memang membutuhkan pengertian dasar mengenai beton, dll. dan kalau untuk desain gedung gedung yang udah biasa, mungkin orang akan lebih suka menggunakan SAP secara langsung.
      jika memang kenyataannya seperti itu , saya yakin para mahasiswa yang akan datang akan jadi terpatahkan semangatnya untuk memperdalam ilmu beton , baja dan analisa struktur. hehe.

      saya ingin tahu apakah di lapangan nantinya, seorang engineer mendesain bangunan dengan hitungan manual ataukah menggunakan SAP ? atau mungkin analisa strukturnya pake SAP dan penampang beton/bajanya hitung secara manual ???

      @ Andy Prabowo
      Bapak seorang pengusaha ya, atau masih mahasiswa .
      kalau saya sih masih mahasiswa dan pernah mendengan kalo harga license SAP itu mahal banget. tapi apakah harus membeli SAP semahal itu jika ingin menjadi konsultan perencana dan mendesain bangunan. Dan apakah ada resiko jika kita sebagai konsultan mendesain dengan menggunakan SAP bajakan yang dijual 5000 di pinggir jalan itu.. hehehe…..

      Suka

      1. wir

        “saya yakin para mahasiswa yang akan datang akan jadi terpatahkan semangatnya untuk memperdalam ilmu beton , baja dan analisa struktur”

        Kamu ini nakut-nakutin saja Y.W.
        Engineer itu seperti halnya profesi yang lain. Sebagai contoh, profesi dokter, ada yang sudah puas menjadi dokter umum, tetapi ada juga yang ingin studi lanjut jadi dokter spealis, bahkan ada yang tidak puas, masih ingin belajar lagi untuk ambil Ph.D, bahkan lagi ngejar Profesor.

        Jadi itu tergantung manusianya. Jika dia sudah puas dapet gaji untuk dibawa pulang, untuk hidup dengan anak istrinya. Ngapain lagi harus pusing-pusing belajar. Lebih baik jalan-jalan dengan anak-anaknya. Santai.

        Intinya, jika mahasiswanya ingin biasa-biasa saja, maksudnya menjadi engineer biasa saja (kebanyakan atau koden). Maka cukup belajar apa yang diperlukan aja. Apalagi cuma jadi engineer pesuruh dari seniornya. Ngapain pusing-pusing, toh nanti kalau ada apa-apa khan yang tanggung jawab seniornya.

        Jadi masalah mendalami atau tidak, setiap orang beda-beda. Yang jelas, orang istimewa itu sedikit jumlahnya. Dan untuk menjadi istimewa itu perlu kerja keras, waktu 24 jam aja rasanya kurang.

        Jadi yang ingin jadi engineer istimewa rasanya nggak perlu terpengaruh oleh pendapat di atas Ok 🙂

        Eh tapi omong-omong, tahu nggak ciri-ciri engineer istimewa itu ?

        Ini lho ciri-cirinya
        (1) mandiri, mempunyai inisiatif tidak tergantung orang lain, baik dari sisi ilmu atau yang lainnya juga.
        (2) percaya diri, biasanya konsisten, tidak mencla-mencle, berani dan dapat mempertanggungjawabkan secara benar mengenai apa-apa yang telah menjadi keputusannya.
        (3) dapat memberi pengaruh positip ke lingkungannya, dimana dia ada. Keberadaannya menentukan keputusan-keputusan yang diambil dalam suatu proyek atau penyelesaian masalah.

        Jelaskan. Untuk menjadi seperti itu, maka kalau hanya tahu kulit-kulit doang, bagaimana dia akan bersikap terhadap suatu kasus. Bisa nggak dia mempertanggung-jawabkan secara benar setiap keputusan yang diambilnya. Jadi setiap kerja keras yang diambil ada koq buahnya. Jangan kuatir itu. Orang menabur maka akan menuai juga hasilnya nanti.

        Suka

    6. Donny B Tampubolon

      Dear Pa Wir dan Engineers,

      Saya sangat setuju sekali dengan bapak mengenai Engineer Istimewa. Saya menyadari bahwa saya masih perlu banyak waktu untuk mencapai predikat tersebut.

      Yang saya sayangkan, bung YW tidak menjelaskan apakah dia teman seprofesi/beda profesi dan bung YW tidak menuliskan sanggahan atau respon atas pertanyaan itu. (kenapa ?)
      Jadi seolah-olah saya menangkapnya bahwa ini adalah “diskusi imajinasi” bung YW sendiri, semua pertanyaan dalam diskusi itu tidak direspon bung YW dan sepertinya bung YW mengharapkan jawaban atas pertanyaan ini yang mungkin selama ini bung YW tidak bisa menjawabnya..
      (semoga respon pa Wir diatas sudah menjawabnya)

      Jika benar bung YW adalah seorang Engineer (yang merupakan pilihan hidupnya secara sadar) dan sungguh mencintai profesi Engineer, pastilah bung YW (dan juga kita) akan tidak terpengaruh oleh pertanyaan dan statement yang merendahkan seperti itu, tapi malah menjadikan pertanyaan tersebut menjadi cambuk untuk mencapai tingkatan Engineer Istimewa.

      Pa Wir, Terima Kasih atas pencerahannya

      Syallom..

      Suka

    7. ernie sitanggang

      Hallo Pak Wir…
      Saya setuju dengan semua penjelasan bapak.

      Saya juga berprofesi pengajar di salah satu politeknik negeri. Kebetulan saya juga mengajar mekanika rekayasa dan beton dasar. Hampir di tiap semester, mahasiswa saya menanyakan mengapa mereka harus belajar metode konvensional, mengapa tidak langsung menggunakan software yang ada. Saya juga menjelaskan hal yang serupa kepada mereka.

      Pernah dosen saya, Prof. Muhar mengatakan kepada kami, “Jangan pikir komputer itu lebih hebat dan bergantung kepada komputer saja, kalau ternyata komputer tidak bisa menyelesaikan masalah kamu. pucat kamu nanti. Mana yang lebih hebat, komputer atau kamu ?.” Ya..lebih hebat kita dong, pak.

      Ya, kalau semua orang mau yang praktis – praktis saja dan kita tidak mau belajar dan mengembangkan apapun yang menjadi fokus keprofesionalan kita. Bukan hanya mata kuliah mekanika, baja dan beton yang dihilangkan, tak akan ada orang-orang istimewa seperti pak Wir dan kawan – kawan yang punya cita-cita menjadi profesor di bidang tadi.

      Ok deh pak wir, semoga sukses deh apalagi buku tentang jembatan di Indonesia
      GBU

      Suka

    8. Ganta

      wow…wawasan yang luas dari pak wir dan om-om skalian, berguna skali wad saya yg Agustus nanti akan mulai belajar di fak. teknik sipil UGM.

      ditunggu informasi2 lainnya dari pak wir.

      regards,

      Suka

    9. donny

      SAP itu cuma bagian kecil dari strukur dan teknik sipil…kecil sekali! Kalau anda mau dan puas jadi bagian yg kecil ya cukup dgn SAP. Kalau ngga mau terus2an jadi kecil, pelajarilah dasarnya SAP. Biar bisa bikin sap2an lain.

      Suka

    10. Y.W.

      Terimakasih kepada Pak Wiryanto dan engineers lainnya atas jawabannya semua. dan setelah membaca makalah pak Wiryanto yang berjudul
      “Masih Perlukah Mempelajari Mekanika Teknik Klasik dalam Era Serba Komputer ?“
      , maka saya makin terbuka wawasan saya. Kita Boleh saja menggunakan SAP2000 untuk mendesain, asalkan kita sudah yakin ( PErcaya Diri ) terhadap Output dari Program canggih tersebut. dan salah satu caranya adalah dengan membandingkan perhitungan secara manual dengan program canggih tersebut. untuk bisa berhitung secara manual, berarti harus mendalami ilmu tersebut ( tak bisa hanya belajar dasar/ kulitny saja ) .Begitu kan pak Wir ???

      WAH .berarti untuk mencapai Engineer kelas Biasa aja sangat gampang sekali di jaman era komputer ini. Berarti jurusan Teknik Sipil ini tak jauh bedalah dengan anak ekonomi. ( terkesan gampangan ) . haha.

      Kenapa saya bilang gampangan ???
      misalnya saya ambil beberapa kasus mengenai beton bertulang, yaitu perhitungan diagram interaksi kolom yang memerlukan proses trial en error, dan perhitungan penampang balok T tulangan rangkap yang panjang prosesnya. Itu semua kalo dikerjakan oleh program SAP2000 cuma perlu waktu 5 menit saja untuk menghitung itu semua. asalkan kita sudah yakin ( Percaya diri ) dengan output SAP. terlihat gampangan bukan.. hehe…

      @ Donny B Tampubolon
      jika saya bisa menuliskan sanggahan atas pertnyaan teman saya , maka saya tidak mungkin bertnya lagi kepada pak Wir dan engineer lainnya. hehe..

      mengenai “diskusi imajinasi ” ,saya kurang setuju pak . mungkin lebih cocok jika dibilang ” imajinasi dari temen saya ”

      sekian dulu dari saya.

      Suka

    11. donaldessen

      Buat apa beli kalau bisa bikin sendiri gitu mungkin ya jawabnya atau kalau gak mampu beli ya bikin sendiri donk atau kalau gak mampu beli dan bikin sendiri ya ngebajak hehe peace.

      Best Regards,

      DE

      Suka

    12. parhyang

      ” The idea that an expert-system computer program, with artificial intelligence, will replace a creative human is an insult to all structural engineers” – Wilson., E. L. (1998)

      Suka

    13. Bisa SAP belum tentu bisa menghitung struktur dengan benar. Menghitung struktur harus mempunyai sense of structure. Artinya kalau tidak mendalami ilmu struktur (beton, baja, kayu dll) maka mereka tidak akan tahu apakah output program komputer wajar atau tidak wajar. Ya kalau kebetulan inputnya benar dan menghasilkan output yang benar juga. Kalau tidak? Struktur bisa ambruk atau terlalu mahal / tidak efisien. Keduanya merugikan bukan? Saya sering menolak permintaan teman2 yang minta diajari program SAP2000 untuk mereka yang bukan orang struktur/sipil. Disamping ngajarinya susah, berbahaya kalau hanya bisa memasukkan input data tanpa tahu apa maksudnya. Program struktur yang ada hanya untuk mempermudah dan mempercepat perhitungan, orang yang menggunakannya harus ahli dibidang struktur….

      Suka

      1. Thomas Yanuar

        Setuju Pak Nyoman.

        SAP, STAAD, SACS, Nastran, ANSYS, STRUDL, CAESAR dan segala macam software perhitungan adalah alat bantu. Bukan otak. Pengertian terhadap perilaku struktur, material dan sifatnya, rekayasa matematika/fisika dan penjelasan logisnya, serta berbagai ilmu dasar serta lanjutan bagi seorang design engineer merupakan keniscayaan dan mutlak diperlukan.
        Jika mengaku Engineer tapi hanya memasukkan input dan kemudian dengan gampang merilis hasil atas dasar “kerja” software, lalu apa bedanya dengan data entry operator?

        Suka

    14. Ho..ho..ho…

      Diskusi yang menarik sekali….

      SAP itu kan cuma kalkulator, ya… kalkulator yang agak “canggih” dan “kompleks”, he..he..

      Ituu kan cuma ALAT BANTU, biar pekerjaan kita lebih cepat. Itu aja kok….

      SAP (dan program2 Analisa Struktur lain) buat engieneer/anak sipil sama aja kayak AutoCAD bagi arsitek.

      Kalo si arsiteknya memang jago AutoCAD, tapi dia nggak punya “sense of art” atau “sense of design”, dijamin, dia pasti cuma sekedar tukang gambar/drafter. Dan arsitek itu bukan cuma sekedar nggambar rumah/gedung loch… dia harus mempertimbangkan utilitas, fisika bangunan, efisiensi ruang, dsb…. Saya kenal dengan seorang arsitek senior yg sekarang udah sangat sukses, lulusan ITB (angkatan ’79), dan dia gak jago AutoCad seperti anak2 sekarang! saya ingat dia pernah berkata, “Kalo kamu cuma mengandalkan komputer, terus suatu saat kondisi tidak memungkinkan untuk memakai komputer, entah listrik mati, entah kamu berada di pedalaman, sementara kamu tidak mengasah skill mendasar kamu, apa yang akan kamu lakukan?” intinya dia menegaskan, boleh aja jago komputer, tapi skill mendasar tetap wajib dikuasai… seorang arsitek ya harus bisa menggambar dan mendesain, karena itu skill dasarnya, dengan atau tanpa komputer….

      Analog dengan kasus di atas, kalo si engineer memang jago SAP (gak susah kok biar ahli SAP, banyak kursusan yg ngajarin SAP), tapi dia sendiri gak punya “sense of engineering” gak punya dasar2 filosofi struktur, filosofi beton, filosofi baja dsb, DIJAMIN, dia pasti cuman sekedar tukang hitung!

      Oya, selain SAP, saya juga mengandalkan Excel, karena program yg satu ini powerful banget (asal tau bagaimana memanfaatkannya secara optimal loch…). Kenapa Excel bisa powerful di tangan saya, sedangkan di tangan orang lain tidak? Karena saya tau permasalahannya. Jadi, bukan cuma sekedar “jago” Excel saja. Nggak cukup itu…. Tau filosofi permasalahannya dulu, tau alur kerjanya, dan tau solusinya gimana… barulah gunakan Excel untuk membantu biar kerjaan bisa lebih cepat. Ya, Excel sama dengan SAP, cuma sekedar kalkulator yang lebih canggih aja daripada kalkulator saku….

      Kembali ke SAP. Sekarang begini, ada 2 orang. Yang satu engineer yang sudah kenyang pengalaman, tau filsofi struktur, ngerti beton dan baja dari kulit sampai ke biji-bijinya (he..he..), yang satunya lagi jago menjalankan SAP.

      Dua2nya dihadapkan pada masalah yang sama, yaitu disuruh mendesain sebuah struktur (entah itu gedung, jembatan, menara dll) yang kondisinya sama. Dan dua2nya diberi alat yang sama, komputer dengan spesifikasi yang sama, plus SAP dengan versi yang sama.

      Berani TARUHAN, pasti si engineer yang menguasai struktur dari kulit sampe biji2nya akan menghasilkan desain yang jauh lebih berkualitas dan bisa dipertanggungjawabkan daripada si “opertor SAP” tadi…..

      Bagaimanapun, SAP itu cuma alat, senjata. Sama seperti cangkul bagi bagi petani. Bedil bagi prajurit. Pedang bagi seorang samurai. Pahat bagi seorang pematung. Kalo ada patung yang indah sekali, apakah orang akan bilang, oh, pahatnya canggih betul… tidak kan? Pasti si pematungnya yang jago…bukan pahatnya yang canggih….

      Sama-sama bedil/pistol. Dia bisa mematikan, di tangan prajurit yang terlatih.

      “It’s not about the gun. It’s about the man behind the gun.”

      “It’s not about the software. It’s about the engineer who uses the software.”

      Suka

    Tinggalkan Balasan

    Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

    Logo WordPress.com

    You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

    Gambar Twitter

    You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

    Foto Facebook

    You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

    Connecting to %s