Tampilan, itu penting !
Mungkin pada heran jika kalimat di atas adalah salah satu ungkapan, atau tepatnya adalah pernyataan yang sering aku sampaikan kepada mahasiswaku. Bahkan aku juga menyatakan bahwa tampilan adalah yang pertama kali lebih dahulu untuk dievaluasi, jika sudah ok, maka baru beranjak kepada isi. Jadi jangan dibalik, isi dulu baru tampilannya.
Jadi kalau begitu mahasiswa yang wajahnya cantik, atau bertubuh aduhai, beruntung dong. Khan itu semua mendukung tampilan.
Lho koq ke situ. Pasti kamu penggemar sinetron Indonesia nih. Saya ini tidak sedang membicarakan artis atau selebriti, tampilan yang kumaksud adalah hasil cetakan dari laporan tertulis yang dibuat mahasiswaku. Saya khan dosen pembimbing untuk mahasiswa yang mengambil mata kuliah Kerja Praktek di jurusan teknik sipil UPH.
Tahu sendiri khan, mata kuliah Kerja Praktek adalah salah satu mata kuliah yang tidak mempunyai jam tatap muka, alias tidak ada kelasnya. Aku tidak tahu, bagaimana strategi jurusan di tempat lain dalam mengelola mata kuliah tersebut, mata kuliah ini khan gampang-gampang susah. Karena jika tidak dikelola dengan baik, maka bisa-bisa mata kuliah ini tidak ada signifikasinya bagi proses pendidikan. Sebagai misalnya, bagaimana cara jurusan mengetahui bahwa mahasiswa benar-benar melakukan kerja praktek, bisa-bisa laporan kerja praktek yang diajukan hanya sekedar copy-paste dari laporan kerja praktek mahasiswa lain yang melakukan kerja praktek di proyek yang sama. Toh dosen atau jurusan tepatnya tidak melakukan kontrol langsung di lapangan. Jika itu terjadi maka substansi diadakannya Kerja Praktek pasti tidak ada gunanya. Sia-sia begitu lho.
Ya dari absensi yang dibuat pak, khan absensi tersebut diminta paraf manajemen proyek.
Hanya dengan itu, lalu percaya ?
Koq lugu banget, bagaimana kamu tahu bahwa paraf tersebut asli atau bisa saja asli tanda tangannya, tetapi apakah dalam hal ini jurusan tahu bahwa yang tanda tangan tersebut tahu makna memberi tanda-tangan tersebut, yaitu memastikan mahasiswa berinteraksi dengan proyek. Khan kadang-kadang, waktu kedatangan mahasiswa ke proyek tidak mengikuti jadwal mereka, itu ditentukan sendiri oleh mahasiswa. Pihak jurusan memang memberikan perkiraan bahwa untuk kerja praktek minimal adalah 100 jam kerja efektif atau kira-kira satu bulan hari kerja. Tapi itu khan tidak dimonitor oleh jurusan, jadi kalau kurang atau mungkin saja dia datang tetapi pasif, bagaimana hayo.
Ya kalau begitu bagaimana pak, emangnya di UPH dilakukan monitor secara rutin ke lapangan, memeriksa apa-apa yang dikerjakan mahasiswa yang sedang mengambil kerja praktek di proyek ?
Wah , di UPH juga nggak. Dosen di UPH khan juga hanya terbatas jumlahnya, beban mengajarnya saja sudah padat, sehingga jika harus melakukan monitor ke proyek-proyek untuk melihat atau mengawasi mahasiswa yang melakukan kerja praktek maka bisa-bisa terlantar itu tugas-tugasnya di kampus. Jadi terus terang, kita juga tidak melakukan pengawasan khusus.
Jadi kalau begitu kasusnya sama dong pak. Emangnya bapak percaya dengan apa-apa yang diomongkan oleh mahasiswa bapak ?
Ho, ho, ho. Dalam proses belajar mengajar maka kata kunci PERCAYA adalah suatu hal yang penting, bahkan dapat utama. Dalam hal ini mahasiswa harus mempunyai kepercayaan kuat bahwa orang yang mengajar memang patut disebut guru. Jika tidak, maka jelas apa-apa yang disampaikan akan sia-sia. Demikian juga dosen harus mempunyai keyakinan kuat dan percaya bahwa mahasiswa mempunyai keinginan kuat untuk mau mempelajari materi yang diajarkan. Jika ternyata dalam perkembangannya dosen menemukan bahwa mahasiswa ternyata tidak tertarik, misalnya ditunjukkan dengan membaca komik sewaktu perkuliahan diberikan maka lebih baik si mahasiswa disuruh pergi ke luar kelas. Beres. 🙂
Jadi dalam hal ini aku juga harus berpikir positip, bahwa mahasiswa memang benar-benar melakukan kerja praktek sendiri.
Lho bapak ini koq juga naif, bagaimana kalau ternyata tidak begitu pak. Ingat mungkin saja bapak berpikir positip, tapi khan mahasiswa bisa-bisa menggunakan itu sebagai strategi, yang penting bapak tidak mengetahui. Tul khan.
Eh aku belum menyelesaikan penjelasanku. Pertama-tama memang aku harus memberi kepercayaan penuh kepada mahasiswaku bahwa mereka memang benar-benar melakukan kerja praktek. Itu hipotesis awal, selanjutnya aku akan menguji hipotesis tersebut.
Dari mana mengujinya ?
Dari tulisan yang mereka buat !
Wah koq bisa, bagaimana kalau copy-and-paste seperti yang bapak kemukakan di depan.
Nah disitulah peran dosen pembimbing kerja praktek. Bagaimanapun dosen pembimbing inilah yang akan mengawal mahasiswa-mahasiswa tersebut dalam melakukan kerja praktek, mulai dari ide tentang proyek mana yang sebaiknya dipilih untuk kerja praktek, selanjutnya memonitor apa-apa yang didapat oleh mereka disana. Dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang secara bertahap, dimulai dari motivasi mereka kerja praktek, lalu memonitor apa-apa yang mereka sampaikan maka minimal tahu seberapa besar pengetahuan mereka tentang proyeknya. Selanjutnya, penjelasan lesan yang mereka sampaikan dilihat bagaimana mereka menuangkannya dalam bentuk tulisan. Konsisten tidak.
Kemampuan menulis dari mahasiswa aku jadikan sarana untuk mengevaluasi seberapa bagus mereka telah melakukan kerja pratek. Itu aku lakukan karena aku sependapat dengan pernyataan berikut :
Kemampuan seseorang dalam menuangkan gagasan secara tertulis merupakan representasi dari kualitas intelektualitas-nya, karena melalui tulisan atau karya tulis (dalam bentuk apapun) seseorang mewujudkan pikirannya. Dari tulisan memang akan kelihatan logika berpikir seseorang. Dengan menulis, seseorang belajar berpikir secara eksak dan padat.
Dedi Supriadi (1997)
Jadi pada dasarnya, aku tidak peduli dengan apa yang dikerjakan oleh mahasiswa ditempat kerja praktek. Ya bagaimana lagi, toh aku tidak melihat dengan mata kepala sendiri mereka di proyek tersebut. Jadi aku harus berpikir positip seperti tadi. Yang penting apa yang mereka tuang dalam tulisan yaitu laporan kerja praktek harus konsisten dengan apa-apa yang telah mereka sampaikan selama diskusi dengan aku, selaku dosen pembimbingya.
Lho kalau begitu evaluasinya relatif subyektif dong pak.
Maksudnya ?
Ya memang sih, mengevaluasi suatu tulisan adalah tidak gampang. Tetapi kalau kamu biasa menulis, maka menilai suatu tulisan tentu akan lebih mudah. Kalau nggak pernah bikin tulisan sendiri, ya memang susah jadinya. Ini nggak ada hubungannya dengan gelar lho, sudah master-pun bisa-bisa seorang dosen tidak pernah menulis makalah, kalaupun ada paling-paling hanya skripsi atau thesis. Jika demikian maka cara mereka mengevaluasi tulisan orang lain juga diragukan. Bisa seenaknya sendiri, bagaimanapun mengevaluasi memang lebih gampang daripada dievaluasi.
Karena mengevaluasi content atau isi memang tidak gampang. Maka untuk mencegah subyektifitas pribadi, di Jurusan Teknik Sipil UPH evaluasi akhir dari mata kuliah Kerja Praktek dilakukan dengan mempresentasikan materi yang ditulisnya secara oral dihadapan tiga dosen penguji. Salah satunya adalah aku sebagai dosen pembimbing. Untuk menghormati kerja dosen pembimbing, maka penilaiannya mempunyai bobot 2 x dibanding dua dosen penguji yang lain. Ini penting, karena bagaimanapun dosen pembimbinglah yang mengawasi dan mengarahkan dari awal sampai diuji.
Adapun untuk evaluasi pertama selaku dosen pembimbing maka aku melihat dari tampilan Laporan Kerja Praktek yang mereka buat. Tampilan harus sesuai dengan petunjuk format yang telah dibakukan oleh jurusan. Asumsi saya, jika tampilannya saja teledor maka bagaimana isinya. Jika mahasiswa tidak patuh mengikuti petunjuk-petunjuk yang sudah jelas, maka bisa dianggap materi yang disampaikan juga tidak mengikuti petunjuk-petunjuk yang telah diberikan dosen pembimbing. Meskipun jelas anggapan ini belum tentu 100% benar. Tetapi karena mengevaluasi tampilan (format) dapat dibandingkan dengan rujukan yang ada maka jelas kesalahan yang ditemukan tidak subyektif sifatnya. Itu khan berarti jika mahasiswa mengabaikan tampilan, atau tampilan berbeda dengan petunjuk yang ada maka dosen pembimbing dapat dengan tegas menyatakan bahwa laporan yang disampaikan mahasiswa tidak memenuhi kriteria yang telah ditetapkan jurusan, itu khan artinya fail. 🙂
Jadi itulah yang aku maksud bahwa “tampilan itu penting !”
Dengan latar belakang cara berpikir seperti di atas, maka ketika aku membaca artikel ini, aku jadi tersenyum, ternyata pak SBY juga menerapkannya dengan baik. Saya kira disitulah rahasianya mengapa beliau dapat dipilih kembali. Tampilan itu memang penting !
Note : Ingin tahu bagaimana aku membimbing kerja praktek mahasiswa-mahasiswa di Jurusan Teknik Sipil UPH, termasuk juga artikel-artikelku yang kubuat berdasarkan materi yang mereka kumpulkan. Jika ya, silahkan klik ini saja.
pertama kali yang dilihat jika seseorang bertemu adalah “penampilan”, selanjutnya yang lain-lain.
thanks infonya Pak.
SukaSuka
tampilan pertama menggoda, selanjutnya terserah anda.ha ha ha…………..!!!
SukaSuka
benar sekali pak wir, Tampilan itu sangatlah penting…Kalo kita dah berpenampilan bagus dan berbicara secara meyakinkan didepan Owner atau Mk…Mereka pasti iya iya aja…..haha
SukaSuka
Benar sekali pak, format laporan kerja praktek yang sudah ditetapkan oleh jurusan, sudah seharusnya menjadi acuan mahasiswa. Jika acuan itu sudah melenceng, maka isinya kemungkinan juga akan melenceng.
SukaSuka
wah berguna bgt buat gw yg mw ambil PKL semester depan…
makasih pak….
SukaSuka
Menimba ilmu di blog ini. kunjung balik! 13:37
SukaSuka